Rabu, 20 November 2013

Struktur Informasi Dan Analisisnya


STRUKTUR INFORMASI DAN ANALISISNYA
Oleh
                                                          Rohma Junita
1.      PENDAHULUHAN
Struktur informasi dalam teks, mulai dari masa pengembangannya oleh para ahli dari mazhab Praha, yang di antara upayanya diketahui telah mengintegrasikan pembedaan antara tema dan rema ke dalam sistem tata bahasa. Upaya mereka menggunakan pendekatan fungsional, yang menekankan urgensi struktur informasi dalam berkomunikasi melalui penggunaan bahasa, adalah suatu hal yang patut menjadi catatan. Pemikiran tentang pengemasan informasi dapat dipandang sebagai bagian implikatif dari pendekatan fungsional itu.
Struktur informasi, ternyata tidak kalah pentingnya pembicaraan tentang satuan-satuan informasi, baik yang bersifat tutur maupun yang hurufiah, yang merupakan pengkajian terhadap struktur informasi setelah menjadikan pembedaan antara lama-baru dalam konteks bahasa tulis. Dengan alasan kalimat tulis tidak memiliki intonasi, maka sejumlah ahli menerapkan struktur intonasi terhadapnya.
Ciri lebih informatif dan kurang informatif juga melengkapi uraian ini. Susunan kata ataupun intonasi dijadikan dasar pertanda atas pembedaan keduanya. Disebutkan bahwa bagian yang dipandang lebih informatif posisinya berada sesudah bagian yang kurang informatif. Dari segi prosodi, bagian yang lebih informatif ditandai oleh ciri intonasi yang paling menonjol berupa aksen nada. Bagian kalimat lainnya, yang kurang menonjol dari segi intonasi dipandang sebagai bagian yang kurang informatif. Terhadap bagian berurutan yang disebutkan ada juga yang mengidentikkannya dengan pembedaan bagian kalimat atas fokus-latar atau lama-baru.
            Makalah ini akan membahas tentang, bagaimanakah memahami konsep struktur informasi dan analisisnya.

2.      PEMBAHASAN
2.1  Struktur  Informasi
Struktur informasi difokuskan pada pemahaman lebih lanjut lagi sampai satuan-satuan yang paling kecil pada struktur wacana: satuan-satuan lokal kecil pada tingkat fase atau klausa. Informasi dikemas di dalam struktur-struktur yang begitu kecil dan khususnya, akal dan keterampilan apa saja yang dapat digunkan para penutur/penulis untuk menunjukan kepada kawan bicara mereka status informasi yang dimasukan ke dalam wacana.

2.1.1        Struktur Informasi dan Pengertian ‘latar/baru’ dalam intonasi
Penelitian yang sungguh-sungguh mengenai struktur informasi di dalam teks mulai diadakan oleh ahli-ahli pada Aliran Praha sebelum Perang Dunia II. Mereka meneliti apa yang mereka sebut dinamisme komunikatif, unsur-unsur yang turut membantu kalimat, didalam kerangka ‘prespektis kalimat fungsional’ (Firbas dikutip Brown dan Yule, 1996:151).
Banyak pengertian mendalam yang dikembangkan oleh sarjana-sarjana Praha dikemukakan hingga menarik peratian para sarjana Barat pertama-tama oleh Halliday. Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:151—152) menguraikan dan mengembangkan segi-segi pada karya Praha yang langsung berhubungan dengan minat-minatnya sendiri dalam struktur teks. Pada khususnya, ia mengikuti pandangan Aliran Praha mengenai informasi yang terdiri atas dua kategori yaitu, informasi baru merupakan informasi yang oleh pembeicara dianggap tidak diketahui oleh lawan bicaranya. Informasi latar yang oleh pengajak bicara di anggap diketahui oleh kawan bicaranya (baik karena secara fisik ada dalam konteks ataupun karena sudah disebutkan dalam wacana).
Menurut Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:152) salah satu fungsi intonasi dalam bahasa inggris adalah untuk memisahkan informasi mana yang oleh penutur dianggap latar.

2.1.2        Satuan-Satuan Informasi
Menurut Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:152—153) penutur mengkodekan isi klausa (satuan dasar dalam sistem gramatikalnya). Dalam banyak hal apa yang di pandang Halliday sebagai isi ‘ideasional’ klausa boleh dibandingkan dengan apa yang disebut oleh sarjana-sarjana lain sebagai isi ‘proposisional’ kalimat tunggal. Isi klausa ini disusun oleh penutur menjadi struktur klausa sintaksis, yang di situ penutur memilih di antara pilihan-pilihan tematis yang tersediabaginya dan, pada bahasa lisan, isi klausa disusun menjadi satu satuan atau lebih yang secara fonologis direalisasikan oleh intonasi.
Penutur harus memotong-motong wicaranya menjadi satuan-satuan informasi. Ia menyampaikan pesannya dalam rangkaian kemasan. Namun, ia bebas untuk menuntukan bagaimana ia ingin mengemas informasi itu. Ia bebas untuk memutuskan di mana setiap satuan informasi mulai dan berakhir dan bagaimana susunan dalamnya (Halliday dikutip, Brown dan Yule, 1996:153). Jadi, jika diketahui bahwa penutur telah memutuskan untuk mengatakan kepada pendengarnya bahwa “Jhon telas masuk ke dalam kebun bersama Mary”, penutur mungkin akan mengemas informasi ini menjadi satu potong seperti pada:

(1)   a. Jhon has gone into the garden with Mary
atau menjadi 2 atau 3 potong seperti pada
b. Jhon – has gone into the garden with Mary
c. Jhon – has gone into the garden with – Mary

Realisasi perbedaan dalam memotong-motong ini akan dibicarakan pada bagian yang berikut ini.
            ‘Susunan dalam’ satuan informasi, berhubungan dengan cara didistribusikannya informasi ‘latar’ dan ‘baru’ di dalam satuan itu. Secara khas penutur akan menepatkan informasi latar pada urutan sebelum informasi yang baru. Urutan struktur informasi yang ‘tak tertanda’ adalah urutan latar-baru. Yang wajar, informasi yang mengawali wacana hanya akan mengandung informasi yang baru.

2.1.3        Kelompok-Kelompok Ton dan Tonik
Satuan-satuan informasi secara langsung direalisasikan dalam wicara sebagai kelompok-kelompok ton. Penutur mendistribusikan kuatum-kuatum informasi yang ingin diungkapkannya ke dalam satuan-satuan yang secara fonologis ditentukan batas-batasnya.
Kelompok-kelompok ton debedakan secara fonologis oleh satu, dan hanya satu, suku kata tonis yang terdapat di dalamnya. Suku kata tonis ditandai dengan satuan tinggi nada maksimal padanya. Kelompok-kelompok ton, karena diucapkan pada bahasa lisan, juga berhubungan dengan ritme bahasa lisan (Abercrombie dikutip Brown dan Yule, 1996:154). Setiap suku (foot) mulai dengan suku kata bertekanan dan berisi jumlah suku kata tak bertekanan yang mengikutinya. Jadi, kelompok-kelompok ton harus mulai dengan suku kata bertekanan. Tetapi kadang-kadang suku kata pertama pada suku kata permulaan kelompok ton tak bertekanan. Lalu, didalilkan iktus senyap (sepadan dengan ‘pukulan’ senyap dalam musik) sebagai permulaan dalam kelompok ton. Pada contoh berikut ini tonik ditandai dengan huruf besar, batas kelompok ton dengan / /, dan iktus senyap dengan L:

/ /  L I/find it incompre / HENsible / /

Suku kata tonis berfungsi untuk memfokuskan informasi baru dalam kelompok ton. Dalam kasus tak tertanda, suku kata tonis memfokuskan unsur leksikal yang terakhir dalam kelompok ton, yang umunya kata kepala konstituen yang berisi infosmasi baru. Perhatikan cara seorang anak perempuan berumur 4 tahun menceritakan dongeng peri yang sangat baik diketahuinya:

(2)   a. / /  L in a / far-away / LAND / /
b. / /  L there / lived a / bad / naughty / FAIRy / /
c. / /  L and a / handsome / PRINCE / /
d. / /  L and a / lovely / PRINces / /
e. / /  L she was a / really / WICKed / fairy / /
Anak itu memotong-motong ceritanya menjadi satuan-satuan informasi yang direalisasikan sebagai kelompok-kelompok ton. Dalam kelompok-kelompok to a-d, unsur lesikal terakhir mendapat suku kata tonis, yang menandainya sebagai fokus informasi baru. Dalam kelompok ton e, suku kata tonisnya tidak jatuh pada unsur leksikal terakhir, fairy, karena fairy sudah diketahui pada ko-teks sebelumnya dan dianggap diketahui oleh penutur. Suku kata tonis jatuh pada unsur leksikal terakhir yang menunjukan informasi ‘baru’, pada WICKed.
            Adalah penting untuk tidak menganggap bahwa status infomasi ditentukan oleh apakah suatu wujud sudah diacu atau belum di dalam wacana. Seperti kata Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:155) yang konsisten dan betul “Inilah pilihan-pilihan manasuka pada pihak penutur yang tidak ditentukan oleh lingkungan tekstual atau situasional; apa yang baru, yang akhirnya terserah kepada penutur, adalah apa yang dipilihnya untuk dikemukahkan sebgai baru, dan ramalan-ramalan dari wacana hanya dikemukakan sebagai baru, dan ramalan-ramalan dari wacana hanya berkemungkinan besar terpenuhi”.

5.1.4    Mengidentifikasikan Kelompok Ton
Jika penganalisis wacana ingin menggambarkan realisasi satuan-satuan informasi, ia memerlukan sistem analisis yang memungkinkannya mengenali realisasi-realisasi itu dengan cara yang dapat dipercaya dan berprinsip. Apabila berkerja dengan wicara yang dibaca keras-keras, atau dengan wicara yang sudah dilatih sebelumnya, sering mungkin mengidentifikasikan kelompok-kelompok ton pada arus wicara, terutama bilamana batas-batas sintaksis bertepatan dengan batas-batas fonologis.  Akan tetapi, pada wicara spontan yang tak terencana, ada masalah-masalah dalam mengidentifikasikan kelompok-kelompok ton apabila hanya kriteria fonologis saja.
Jika sering kali sukar atau tidak mungkin mengidentifikasikan satu saja puncak yang menonjol yang disekelilingnya terbentuk kelompok ton, seharusnya mungkin, pada asasnya untuk menentukan batas-batas itu. Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:156) menunjakan bahwa batas-batas itu akan ditentukan oleh struktur ritmis ujaran: kelompok ton adalah satuan fonologis yang berfungsi sebagai realisasi struktur informasi. Kelompok ton tidak ko-ekstensif dengan kalimat atau klausa atau satuan struktur kalimat apa pun yang lain; tetapi ko-ekstensif dengan satuan informasi di dalam batasan-batasan yang ditentukan oleh ritme itu. Desakan untuk mengikat satuan informasi secara langusng dengan bentuk realisasi fonologis ini menghasilkan beberapa satuan informasi yang tmapak ganjil seperti pada:
(3)   / / not only THAT but you / / didn’t know / where to start / LOOKing for the / other and a / / GAIN as I / / say....
Batas–batas kelompok ton itu rasanya berlawanan dengan instuisi jika benar-benar dipandang sebagai pengkodean langsung batas-batas satuan-satuan informasi dalam wicara. Kemudian ada masalah-masalah dengan identifikasi tonik-tonik dan kelompok-kelompok ton dalam wicara spontan.

2.1.4        Kelompok Ton dan Klausa
Struktur informasi tak tertanda di dalam satuan informasi hendaknya informasi latar mendahului informasi baru. Ini sangat masuk akal jika klausa (atau kalimat tunggal) dipakai sebagai medan makna sintaksis tak tertanda sebab disitu memeang mungkin ditemukan bentuk latar, yang mengacu kepada wujud topik, pada permulaan klausa, yang kemudiann diikuti oleh informasi baru. Susunan tersebut dapat dilihat pada potongan-potongan kecil percakapan berikut:
We did’nt see snow till we came up kmi tdk melihat salju smpai kmi dtg. – the motorway (jln tol)
Yang di situ ‘we’ latar dalam konteks wacana itu. Akan tetapi, kita lihat frase dipilih sebagai satuan informasi, akan jarang-jarang terjadi bahwa di situ terdapat informasi latar, kecuali jika frase secara keseluruhan diberikan sebagai latar.


2.1.5        Satuan-Satuan yang Ditentunkan dengan Jeda
Pengunaan fenomena jeda sebagai dasar untuk melakukan analsis dengan memotong-motong, sepintas kilas mungkin tampak sebagai usaha yang agak tidak menentu. Banyak dan lamanya jeda digunakan penutur jelas akan berbeda-beda menurut kecepatan wicaranya. Jeda-jeda dapat dibuktikan dengan penyelidikan yang mengunakan alat oleh karena itu dapat diukur. Apa yang mungkin diharapkan untuk ditemukan, dalam peyelidikan pengaruh terjadinya jeda, adalah tipe-tipe jeda yang berbeda dengan suatu pola distribusi yang teratur.
Suatu penelitian wicara yang diucapkan oleh 12 pasang mahasiswa prasarjana, yang disitu seorang anggota pasangan mendiskripsikan sebuah diagram yang dapat dilihatnya, tetapi tidak dapat dilihat oleh pendengarnya, agar pendengarnya dapat menggambar diagram itu, dapat kami amati pengaruh terjadinya jeda-jeda dalam wicara yang dapat dibandingkan di antara sejumlah penutur.  Wicara yang khas diucapkan dengan kondisi-kondisi ini diperlihatkan pada pembicaraan berikut:
A:        halfway down the page (0.3) draw (0.6) a red (0.4) horizontal line (0.2) of about (0.5) two inches (16) on eh (1.1)the right hand side just above the line (1.9) in black (0.1) write ON (3.2)
B:         ON (3.4)
A:        above the line (14) draw (0.2) a black (0.65) triangle (1.0) ehm (1.9) a righ-angle (0.2) triangle (1.9) starting to the lef (0.2) of the red line (1.0) about (0.9) half a centimetre above it (4.0)
Pada petikan tersebut tipe-tipe jeda berikut yang ditentuksn berdasarkan panjang relatif, dapat diindentifikasikan.
  1. Jeda diperpanjang. Ini jeda panjang yang pada petikan di atas, lamanya antara 3.2 sampai 16 detik (yang terdapatpada titik-titik yang disitu penutur telah memberikan informasi yang cukup kepada pendengar untuk menggambar atau menulis apa yang telah dideskripsikan). Jeda seperti itu kami realisasikan dalam transkripsi dengan ++.
  2. Jeda panjang. Ini jeda yang berkisar dari 1.0 sampai 1.9 detik pada petikan di atas. Jeda seperti ini kami realisasikan dengan +.
  3. Jeda pendek. Ini berkisar antara 0.6 sampai 0.6 detik pada petikan di atas. Jeda seperti itu kami realisasikan dengan -.
Jeda-jeda diperpanjang dan panjang mungkin saja dijadikan batas-batas satuan, sedangkan jeda-jeda pendek mungkin saja dianggap termasuk satuan. Dengan menganut pandangan ini dapat disajikan sebagai berikut:

A:        halfway down the page - draw - a red - horizontal line - of about - two inches ++
on eh + the right hand side just above the line + in black - write ON ++
B:         ON ++
A:        above the line ++
 draw - a black - triangle + ehm + a righ-angle - triangle + starting to the lef - of the red line + about + half a centimetre above it ++

Jarak-jarak perbedaan panjang jeda yang terdapat antara para subjek pada data ini dapat diringkas sebagai berikut:

0          0.5       1          1.5       2          2.5       3

jeda                     jeda                          jeda
pendek                panjang                     diperpanjang

Jeda-jeda direalisasikan sebagai menyusul sesudah ujaran-ujaran, seolah-olah jeda-jeda merealisasikan penanda-penanda pengakhiran dengan cara tanda-tanda baca merealisasikan penanda-penanda pengakhiran. Menurut Chafe (dikutip, Brown dan Yule, 1996:161) penyelidikannya mengenai jeda menunjukan jeda sebagai mendahului ujaran, karena ia memandang panjangnya jeda sebagai fungsi lamanya perencanaan yang akan dibuat penutur untuk ujaran berikutnya.

2.1.6        Fungsi Penonjolan Tinggi Nada
Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:162) membuat anggapan yang mempermudah bahwa hanya ada satu fungsi penonjolan tinggi nada, “beban utama gerakan tinggi nada” yaitu untuk meanandai fokus informasi baru di dalam kelompok ton. Sebenarnya penonjolan tinggi nada yang terbatas mungkin menandai jaoh lebih banyak daripapa itu. Ini juga dipergunakan oleh penutur untuk menandakan permulaan berbeloknya penutur, permulaan topik baru, penegasan khusus, dan kontras, dan juga informasi yang oleh penutur dianggap baru. Penonjolan tinggi nada berfungsi semacam awas ini! yang umum dan antara lain dipakai oleh penutur untuk menandai informasi baru agar diperhatikan. Semua unsur yang secara fonologis tidak menonjol, lalu dianggap tidak dimintakan perhatian oleh penutur. Ini meliputi bukan hanya informasi ‘latar’ melaikan juga, misalnya, kata-kata gramatikal tak bertekanan.
Banyak ahli yang menyelidiki intonasi, terutama yang menyelidiki intonasi pada wicara percakapan, telah meninggalkan keharusan bahwa satuan-satuan informasi, bagaimanapun direalisasikannya, mesti mengandung satu fokus saja, jadi direalisasikan hanya dengan satu tonik. Perhatikan contoh berikut:

a. in a FAR-away LAND +
b. there LIVED a BAD NAUGHty FAIRy ++
c. and a HANDsome PRINCE +
d. and a LOVEly PRINcesI ++
e. she was a REALly WICKed fairy ++
Suku kata-suku kata yang secara fonologis menojol direalisasikan dengan huruf-huruf besar. Setelah ini akan direalisasikan kata yang secara fonologis menonjol sebagai menonjol, tidak pandang apa yang dengan tujuan-tujuan kita sekarang ini, tak relevan dengan fonologis kata itu. 
Distribusi penonjolan fonologis berkenaan dengan informasi yang diketahui dimasukan ke dalam wacana untuk pertama kalinya dan berkenaan dengan informasi yang diketahui sudah dimasukan. Ungkapan-ungkapan yang memasukan informasi baru direalisasikan dengan penonjolan fonologis seperti pada:

a.      draw a BLACK TRIANGEL
b.      draw a STRAIGHT LINE
c.       write OUT in BLACK
d.      there’s a CIRCLE in the MIDDLE
Ungkapan-ungkapan yang memasukan informasi yang telah diketahui tanpa penonjolan fonologis, seperti pada:
           
a.      UNDERNEATH the triangle
b.      at the END... of this line write the word ON just ABOVE the line
c.       a LINE... about TWO INCHES + and ABOVE it write ON
(ungkapan-ungkapan yang menyebutkan informasi yang telah diketahui di cetak tebal)

2.2  Struktur Informasi dan Bentuk Sintaksis
2.2.1        Latar/Baru dan Bentuk Sintaksis
Informasi baru secara khas dimasukan melalui ungkapan-ungkapan tak tertentu dan sesudah itu diacu dengan ungkapan-ungkapan tentu (Brown dan Yule, 1996:168). Berikut ini akan di contohkan sederetan bentuk sintaksis yang telah sering diidentifikasikan dalam tulisan-tulisan dan buku-buku sebagai ungkapan-ungkapan yang mengacu kepada wujud-wujud latar. Ungkapan-ungkapan yang dinyatakan sebagai latar di cetak tebal dalam setiap kasus.

a.      1. Yesterday I saw a little girl get bitten( tergigit) by a dog.
2.      I tried to catch the dog, but it ran away.tapi lari
b.      1. Marry got some beer out of the car.
2.      The beer was warm.
c.       1. Mary got some picnic supplies out of the car.
2.      The beer was warm.
d.      1. Yesterday, Beth sold her Chevy.
2.      Today, Glen bought the car.
e.       1. I bought a paiting last week.
2.      I really like paintings.
f.        1. Robert found an old car.
2.      The steering wheel had broken off.
g.      1. What happened to the jewels?
2.      They were stolen bay a custumer.
h.      1. saw two young people there.
2.      He kissed her.
i.        1. (Sag produces a cleaver and prepares to hack off his left hand)
2.      He never actually does it.
j.        1. William works in Manchester.
2.      So do I.
Bentuk-bentuk sintaksis yang biasanya dibicarakan dalam kaitannya dengan informasi ‘latar’ meliputi:
A.    (i) Satuan-satuan leksikal yang disebutkan untuk kedua kalinya seperti pada a dan b, terutama yang dengan ungkapan-ungkapan tentu.
(ii) Satuan-satuan leksikal yang dikemukakan sebagai ada di dalam bidang semantis satuan leksikal yang disebut sebelumnya seperti pada c, d, e, dan f lagi terutama yang dengan ungkapan-ungkapan tertentu.
B.     (i) Pronominal-pronominal yang dipakai secara anaforis sesudah bentuk leksikal penuh dalam kalimat terdahulu seperti pada a, g dan h.
(ii) Pronominal-pronominal yang dipakai secara aksoforis (mengacu pada konteks situasi fisik) yang di situ ada referen seperti pada i, dan j.
(iii) Proverbal-proverbal (yang kurang umum dibicarakan) seperti pada i dan k.

Contoh di atas dipetik dari pembicaraan-pembicaraan mengenai realisasi-relisasi sintaksis tertentu, pada deretan-deretan kalimat yang disusun yang disitu suatu unsur pada kalimat kedua dalam arti tertentu sebagai latar. Untuk saat ini akan kita pusatkan perhatian pada bentuk uangkapan-ungkapan yang dianggap sebagai petunjuk-petunjuk konvesional bahwa referen-referebnya oleh penutur/penulis dianggap latar.
Dalam bahasa Indonesia Lubis (1993:82—83) memberikan contoh sebagai berikut.
1)            Saya melihat sepeda motor merah di parkiran. Motor itu masih baru.
2)            Kamu harus membawa semua alat tulismu. Pensil terutama.
3)            Ayah, ibu, dan anak itu sedang berwisata bersama. Mereka terlihat bahagia.
4)            Hal ini wajib mereka lakukan. Saling menghormati.
5)            Si A sedang membaca buku. Si B melakukan juga.
Penjelasan tentang struktur informasi juga pernah dikemukakan Cook. Menurut Cook (dikutip Utami, 2011) susunan atau pengurutan informasi dapat ditentukan berdasarkan anggapan tersebut, informasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu informasi yang menurut perkiraan penutur sudah diketahui oleh kawan bicara atau given information dan informasi baru (new information) yang menurut perkiraan penutur belum diketahui oleh kawan bicaranya. Status baru atau given yang sudah diberikan dapat berubah dalam sebuah wacana, informasi baru dapat menjadi given information.  Perhatikan contoh berikut.


Given             Putu Wijaya dilahirkan
New               di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944.
Hampir semua seniman Indonesia mengetahui tentang keberadaan seniman yang bernama Putu Wijaya. Informasi tersebut dapat dijadikan sebagai given (latar). Begitu puladengan fakta bahwa Putu Wijaya dilahirkan dapat dikatakan sebagai given karena semua manusia juga dilahirkan. Di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944 merupakan informasi baru karena diperkirakan bahwa tidak semua mengetahui bahwa Putu Wijaya dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944.
Lubis (1993:83) mengemukakan di dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan informasi lama dan informasi baru (old and new information). Menurut Lubis, yang menjadi informasi lama dan baru dalam bahasa Indonesia adalah subjek dan predikat secara semantic. Berikut ini beberapa contoh kalimat dalam bahasa Indonesia yang diberikan lubis. Bagian yang dicetak miring adalah subjek yang mengandung informasi lama.
1)            Saya membaca buku.
2)            Yang membaca buku saya.
3)            Buku saya baca.
4)            Di mana Kamu tinggal?
5)            Bagaimana bentuknya?
6)            Bacalah buku itu!
Berdasarkan beberapa contoh di atas, dapat dikatakan bahwa informasi lama dan baru dapat dianalisis dengan memperkirakan apakah unsur leksikal tertentu sudah disebutkan sebelumnya atau belum, baik secara fisik maupun secara kontekstual ada di dalam wacana, sehingga diduga sudah diketahui atau tidak oleh pendengar atau pembaca. Informasi diduga belum atau tidak diketahui disebut informasi baru, sedangkan informasi yang diperkirakan sudah diketahui disebut informasi lama atau latar.


3.      PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Struktur informasi terkait dengan upaya penutur (pembicara atau penulis) mengatur, menempatkan, dan menyajikan informasi berdasarkan pola-pola tertentu. Pengaturan informasi berhubungan dengan bagaimana informasi latar dan baru disampaikan. Informasi baru merupakan informasi yang ada dalam proposisi dan diduga belum atau tidak diketahui oleh kawan atau lawan bicara karena tidak ada penyebutan sebelumnya di dalam wacana ataupun ketiadaan konteks yang berhubungan dengan wacana itu. Informasi latar merupakan informasi yang diperkirakan sudah diketahui oleh kawan bicara berdasarkan konteks yang ada atau karena informasi tersebut memang sudah ada rujukannya di dalam wacana.
Status informasi ditentukan tidak oleh struktur wacana tetapi oleh penutur. Tidak ada juga kaidah-kaidah untuk menentukan status informasi baru dan latar bagi penutur. Namun, ada keteraturan-keteraturan dan juga penekanan intonasi.




















DAFTAR PUSTAKA

Brown,G. & Yule. G. 1996. Analisis Wacana: Discourse Analysis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama.
Hasibuan, N. H. 2006. Aneka Pandangan Di Sekitar Struktur Informasi”. http://repository. usu.ac. Id/bitstream/123456789/16009/1/was-jun2006-%20%286%29.pdf. (Diakses, 15 Oktober 2012).
Lubis, A. Hamid Hasan. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung:Angkasa.
Utami, Treasiana S. D. 2011. “Analisis Struktur Informasi Latar-Baru pada Wacana Putra Khadafi Dikabarkan Tewas dalam Harian Seputar Indonesia”. http://diahutamidot com.wordpress.com/2011/05/08/42/. (Diakses, 15 Oktober 2012).




Tiada ulasan:

Catat Ulasan