Selasa, 7 Julai 2015

PROPOSAL TESIS



PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MEMBACA KELAS V SD NEGERI 1 EPIL

1.      Latar Belakang
Membaca menduduki peran penting dalam konteks pendidikan manusia terlebih pada era globalisasi, informasi, dan komunikasi seperti sekarang ini. Hal ini disebabkan membaca merupakan sebuah jembatan bagi siapa saja yang berkeinginan meraih kemajuan dan kesuksesan baik dilingkungan pendidikan maupun pekerjaan. “Melalui membaca, seseorang dapat memperoleh  pengalaman baru melebihi batas ruang dan waktu. Dengan membaca seseorang akan memperoleh informasi untuk keperluan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan kebudayaan” (Subadiyono, 2011: 9).
Kegiatan membaca bukanlah kegiatan tunggal, melainkan kegiatan yang kompleks. Hal ini disebabkan membaca merupakan kegiatan dengan pengalaman yang aktif, yakni suatu  kegiatan yang dilakukan secara sadar bertujuan, perlu pemahaman, dan pemaknaannya akan ditentukan sendiri oleh sejumlah pengalaman  membaca. Dari segi linguistik membaca merupakan suatu proses penyandian (encloding process) dan sebagai suatu penafsiran atau interpetrasi terhadap pembacaan sandi (decoding process) yang menghubungkan kata-kata tulis dengan bahasa lisan yang mencakup perubahan tulisan menjadi bunyi yang bermakna (Tarigan, 1979: 7).
Sehubungan dengan yang diuraikan di atas, dalam proses membaca diperlukan sejumlah kemahiran. Menurut Grabe dan Stoller (2002:13), kemahiran itu antara lain (1) mengingat gagasan utama beserta uraian penjelasan dalam teks, (2) mengenali dan  membangun kerangka retorik yang mengorganisasikan teks, (3) menghubungkan teks dengan latar belakang pengetahuan pembaca.
Di Sekolah Dasar, yang memegang peranan  penting adalah pembelajaran membaca. Tanpa  memiliki kemampuan membaca yang memadai sejak dini, anak mengalami kesulitan belajar di kemudian  hari. Kemampuan membaca menjadi dasar utama tidak saja bagi pembelajaran bahasa itu sendiri, tetapi juga bagi pembelajaran mata pelajaran lainnya (Rahim, 2008). Dengan membaca siswa dapat memperoleh pengetahuan yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan daya nalar, sosial, dan emosionalnya.
Keberhasilan guru dalam  menjalankan tugasnya bisa mempengaruhi dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu, guru hendaknya harus menyiapkan diri dalam menyajikan bahan ajar, menentukan kegiatan yang akan dilakukan bersama para siswanya, mampu meningkatkan keterampilan khusus tersebut, sebagai sarana penunjang pembelajaran agar mencapai tujuan yang hendak  diinginkan. Dengan demikian, peranan bahan ajar sebagai salah satu komponen pembelajaran sangat penting dalam  usaha meningkatkan  hasil belajar.
Salah satu kegiatan dalam  meningkatkan hasil belajar adalah merancang bahan ajar. Bahan ajar yang dapat  memudahkan siswa belajar. Amri dan Ahmadi (2010:159) mengemukakan bahwa pengembangan bahan ajar dapat memberikan manfaat bagi guru antara lain (1) diperolehnya bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan  kurikulum dan kebutuhan  siswa, (2) guru tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit diperoleh, (3) memperkaya karena dikembangkan dengan  menggunakan berbagai referensi, (4) menambah  khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar, (5) membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dan siswa, dan (6) menambah  angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan. Bagi siswa, manfaat pengembangan bahan ajar antara lain (1) menjadikan kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik, (2) memberikan kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru, dan (3) memberikan kemudahan dalam mempelajari kompetensi yang harus dikuasai.
Menurut (Depdiknas, 2008:6) bahan ajar berfungsi sebagai (1) pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus sebagai substansi kompetensi yang harus diajarkan kepada siswa, (2) pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang harus dikuasai, dan (3) sebagai alat evaluasi pencapaian hasil pembelajaran
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti diketahui bahwa bahan ajar yang digunakan guru ialah buku teks “ Bahasa Indonesia Membuatku Cerdas” diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional  yang berasal dari sekolah. Buku teks tersebut terdiri dari unsur judul, materi dan latihan. Kelemahan bahan ajar berupa buku teks yang digunakan antara lain, (1) ketidakselarasan urutan materi pembelajaran antara silabus dan buku teks, (2) tidak mencantumkan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator, (3) teks bahan bacaan siswa tidak kontekstual, (4) tidak terdapat petunjuk kegiatan belajar,(5) tidak ada penilaian, dan (6) minimnya materi pembelajaran mengenai bahan bacaan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada beberapa guru diperoleh data sebagai berikut. Guru sudah terbiasa mengambil materi sebagai bahan ajarnya dari buku teks atau buku pelajaran yang disediakan sekolah.
Komponen sistem  perencanaan  berdasarkan pada kurikulum yang berlaku saat ini terdiri atas komponen Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), Materi Ajar, Indikator, Metode Penyampaian, Alat dan Media yang dibutuhkan, serta sistem evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian  standar kompetensi dan kompetensi dasar yang seharusnya dikuasai oleh pemelajar.
Sehubungan dengan itu, guru dan siswa membutuhkan bahan ajar yang komplit atau lengkap dari judul, mencantumkan standar kompetensi, kompetensi dasar dan  indikator yang akan dicapai, materi, latihan dan penilaian. Bahan ajar yang memudahkan siswa untuk memahaminya dan bahan  ajar yang sesuai dengan tingkat umur siswa dalam belajar yang lebih memberdayakan anak didik. Sebuah  bahan ajar yang baru dan menarik merupakan  langkah untuk memberikan pembelajaran  kemampuan dasar membaca yang menyenangkan bagi anak didik. Peneliti mencoba mengembangkan bahan ajar  berupa buku teks di kelas V dalam pembelajaran  membaca berupa: memahami teks melalui membaca  membaca 75 kata/menit, dan membaca puisi.




2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang berkaitan dengan hal itu adalah bagaimana pengembangan bahan ajar membaca untuk siswa kelas V  SD Negeri 1 Epil? Secara lebih rinci rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah kebutuhan buku teks dalam pembelajaran membaca yang  dijadikan bahan pengembangan pembelajaran menurut siswa dan guru?
2.  Bagaimanakah rancangan buku teks yang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam pembelajaran membaca?
3. Bagaimanakah validasi buku teks dalam pembelajaran membaca hasil pengembangan?
4.      Bagaimanakah efek potensial bahan ajar hasil pengembangan pada pembelajaran keterampilan membaca dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Epil?
1.      Tujuan Penelitian
Bertolak dari permasalahan tersebut tujuan penelitian ini secara umum terbentuknya  bahan ajar membaca untuk siswa kelas V SD Negeri 1 Epil yang dirinci berikut ini.
1.      Mendeskripsikan  hasil kebutuhan bahan ajar dalam pembelajaran membaca  yang akan dijadikan bahan pengembangan pembelajaran.
2.      Mendeskripsikan  Buku teks yang sesuai dengan analisis kebutuhan bahan ajar dalam pembelajaran membaca  .
3.      Menghasilkan produk bahan ajar membaca untuk pembelajaran keterampilan membaca di kelas V SD Negeri 1 Epil.
4.      Mengetahui efek potensial bahan ajar hasil pengembangan pada pembelajaran keterampilan membaca dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Epil.



2.      Manfaat Hasil Penelitian
Secara praktis, hasil penelitian pengembangan bahan ajar membaca ini diharapkan dapat menghasilkan bahan ajar membaca di kelas V yang sesuai dengan tingkat umur siswa, serta menarik. Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi guru, siswa, sekolah sebagai institusi pendidikan dan peneliti/ilmuan. Bagi siswa, bahan ajar ini diharapkan dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Epil yang menjadi subjek penelitian ini. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif  bahan ajar dalam pembelajaran membaca khususnya untuk meningkatkan proses dan hasil kemampuan membaca. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran. Bagi ilmuan/peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan bahan ajar yang dapat dijadikan objek penelitian yang lebih luas.

3.      Landasan Teori
5.1  Bahan ajar
Ada berbagai definisi bahan ajar yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Prastowo (2014:138) mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Menurut Panen dikutip Setiawan (2007:1.5) bahwa bahan ajar adalah bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya bahan ajar adalah segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan memungkinkan siswa untuk belajar (Depdiknas, 2010:27).
Berdasarkan beberapa definisi di atas  dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah semua perangkat pembelajaran atau materi pembelajaran yang yang disusun secara sistematis untuk keperluan suatu proses pembelajaran. Bahan ajar merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran di kelas. Bagaimana mungkin proses pembelajaran dapat berlangsung tanpa adanya bahan ajar yang disajikan kepada pemelajar. Keberadaan bahan ajar merupakan bagian dari sistem yang tidak boleh ditiadakan dalam pembelajaran. Apabila salah satu sistem itu tidak dihadirkan, maka akan mengganggu kelancaran sistem yang lainnya.
Bahan ajar yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar membaca  berbentuk buku sesuai dengan aspek kompetensi yang akan dikembangkan. Produk akhir dari hasil pengembangan ini adalah buku bahan ajar yang bersifat fleksibel. Strategi penggunaan atau penyampaian buku bahan ajar hasil pengembangan tersebut dilakukan melalui kegiatan pembelajaran tatap muka di kelas.

5.2  Jenis-Jenis Bahan Ajar
Jenis-jenis bahan ajar berdasarkan teknologi atau media yang digunakan meliputi: (1) bahan ajar cetak (printed) seperti modul, lembar kerja siswa (LKS), handout, buku ajar, foto/gambar, model/maket, leaflet, dan wallchart, (2) bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disc audio, (3) bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disc (VCD), digital compact disc (DVD), dan film, (4) bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti Computer Assisted Instruction (CAI), Compact Disc (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis jaringan (Ellington dikutip Setiawan, 2007:1.7).
Selanjutnya, Ahmadi (2010:161) membagi jenis bahan ajar menjadi 4, yaitu “(1)  bahan ajar pandang (visual); (2) bahan ajar dengar (audio); (3) bahan ajar pandang-dengar (audiovisual); (4) bahan ajar multimedia interaktif”.
            Berdasarkan uraian di atas, jenis bahan ajar yang akan dihasilkan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah bahan ajar cetak berbentuk buku.


5.3. Prinsip-Prinsip dalam Mengembangkan Bahan Ajar
Penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran harus memerhatikan beberapa Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan (Depdiknas, 2010:27 ).
  1. Prinsip Relevansi
Materi pembelajaran hendaknya relevan atau terdapat kaitan antara materi dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Misalnya dalam menyajikan konsep, definisi, prinsip, prosedur, contoh, dan pelatihan harus berkaitan dengan kebutuhan materi pokok yang terkandung dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar sehingga siswa dapat dengan mudah mengidentifikasi dan mengenali gagasan, menjelaskan ciri suatu konsep, dan memahami prosedur dalam mencapai suatu sasaran tertentu.
  1. Prinsip Konsistensi
Sebuah bahan ajar harus mampu menjadi solusi dalam pencapaian kompetensi. Dalam penyusunan bahan ajar yang harus diperhatikan adalah indikator yang harus dicapai dalam kompetensi dasar. Apabila terdapat dua indikator maka bahan yang digunakan harus meliputi dua indikator tersebut.
  1. Prinsip Kecukupan
Prinsip kecukupan artinya, materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasasi kompetensi yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak. Apabila materi yang diberikan terlalu sedikit, maka siswa akan kurang dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Apabila materi yang diberikan terlalu banyak, maka siswa akan merasa bosan dan pembelajaran membutuhkan waktu yang banyak. Padahal yang dibutuhkan dalam pembelajaran adalah materi yang sesuai dengan kompetensi dasar baik dalam segi isi maupun banyaknya materi.
5.4 Karakteristik Bahan Ajar
        Bahan ajar yang diberikan kepada siswa haruslah bahan ajar yang mudah dipahami siswa. Bahan ajar yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuannya harus memiliki karakteristik yang relevan dengan kebutuhan siswa. Degeng (dikutip Harijanto, 2007), bahan  ajar harus memiliki karakteristik tertentu, yaitu (1) isi pesannya harus dianalisis dan diklarifikasi ke dalam kategori-kategori tertentu, (2) setiap kategori harus dibagi menjadi beberapa penggalan teks, (3) perlu ada pengajian format visualisasi untuk memberikan kemenarikan isi, dan (4) kategori format judul yang berisi bahan  yang harus diseleksi. Sementara itu, menurut Dick dan Carey (2005), bahan ajar harus memenuhi karakteristik yang harus dimiliki dalam pengembangan bahan ajar yaitu: (a) mengacu pada tujuan, (b) terdapat keserasian dalam tujuan, (c) sistematik, (d) berpedoman pada evaluasi, juga memenuhi tiga komponen utama teori pembelajaran seperti: metode, kondisi, dan hasil.
Menurut Dick dan Carey (2005) model pengembangan bahan ajar memiliki kriteria-kriteria: (1) menarik, (2) isi sesuai dengan tujuan khusus pembelajaran, (3) urutannya tepat, (4) ada petunjuk penggunaan bahan  ajar, (5) ada soal latihan, (6) ada jawaban latihan, (7) ada tes, (8) ada petunjuk kemajuan pembelajaran, dan (9) ada petunjuk bagi pebelajar menuju kegiatan berikutnya. Sejalan dengan pendapat diatas, Harijanto (2007) mengemukakan bahwa bahan  ajar yang dapat memudahkan belajar adalah bahan  ajar yang memiliki komponen yang jelas berupa (1) tujuan umum pembelajaran, (2)  tujuan khusus pembelajaran, (3) petunjuk khusus pemakaian buku ajar, (4) uraian isi pelajaran yang disusun secara sistematis, (5) gambar/ilustrasi untuk memperjelas isi pelajaran, (6) rangkuman, (7) evaluasi formatif dan tindak lanjut untuk kegiatan belajar berikutnya, (8) daftar bacaan, (9) kunci jawaban.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pengembangan bahan ajar yang bermutu harus memiliki beberapa kriteria, yaitu (1) memiliki tujuan yang jelas; (2) memiliki manfaat baik bagi guru maupun bagi siswa; (3) dalam pengembangan pembelajaran bahasa sangat ditentukan oleh tiga faktor, yaitu variabel, guru, siswa, dan variabel kontekstual; dan (4) mengikuti prinsip-prinsip pengembangan bahan ajar, yaitu dari abstrak menuju konkrit, mudah dipahami, memberikan motivasi, memperhatikan perbedaan individu, kontekstual, dan memberikan umpan balik.

5.5. Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Pengembangan Bahan Ajar
            Menurut Setiawan (2007:1.40) “Ada lima faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan bahan ajar adalah: (1) kecermatan isi; (2) ketepatan cakupan; (3) ketercernaan bahan ajar; (4) penggunaan bahasa; (5) perwajahan/ pengemasan”.
            Kecermatan isi adalah validitas/kesahihan isi atau kebenaran isi secara ilmiah. Validasi isi menunjukkan bahwa isi bahan ajar tidak dikembangkan secara asal-asalan. Isi bahan ajar dikembangkan berdasarkan konsep dan teori yang relevan. Isi bahan ajar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau secara keilmuan.
            Ketepatan cakupan berhubungan dengan isi bahan ajar dari sisi keluasan dan kedalaman isi atau materi, serta keutuhan konsep berdasarkan keilmuan. Perlu diingat bahwa acuan utama dalam penentuan keluasan dan kedalaman isi bahan ajar adalah kurikulum, khususnya tujuan pembelajaran umum maupun tujuan pembelajaran khusus, dan topik-topik esensial dari suatu mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum.
            Ketercernaan bahan ajar artinya bahan ajar dapat dipahami dan isinya dapat dimengerti oleh siswa dengan mudah. Ada enam hal yang mendukung tingkat ketercernaan bahan ajar: (1) pemaparan yang logis; (2) penyajian materi yang sistematis; (3) contoh dan ilustrasi yang memudahkan pemahaman; (4) alat bantu yang memudahkan untuk mempelajari bahan ajar; (5) format yang tertib dan konsisten; (6) adanya penjelasan tentang relevansi antartopik dan manfaat bahan ajar (Setiawan, 2007:1.43—1.47).
            Penggunaan bahasa dalam bahan ajar memegang peranan penting. Penggunaan bahasa meliputi pemilihan ragam bahasa, pemilihan kata, penggunaan kalimat efektif akan sangat berpengaruh terhadap manfaat bahan ajar. Jika bahasa yang digunakan pada bahan ajar tidak dimengerti siswa maka bahan ajar tidak akan bermakna apa-apa. Gunakan senarai (daftar kata sukar) untuk membantu memberikan batasan istilah-istilah teknis.
            Perwajahan atau pengemasan berperan dalam perancangan atau penataan letak informasi dalam bahan ajar. Perwajahan yang disajikan dengan menarik akan dapat menimbulkan ketertarikan siswa untuk menggunakan bahan ajar tersebut. Urutan pengemasan isi paket bahan ajar harus tertata dengan rapi dan konsisten. Pengemasan bahan ajar secara garis besarnya terdiri atas tiga kelompok besar, yaitu (1) pendahuluan; (2) uraian; dan (3) akhir.
            Penggunaan ilustrasi dalam bahan ajar memiliki manfaat antara lain membuat bahan ajar menjadi lebih menarik melalui variasi penampilan. Manfaat lain dari ilustrasi adalah untuk memperjelas pesan atau informasi yang disampaikan. Ilustrasi yang biasa digunakan dalam bahan ajar adalah daftar atau table, grafik, kartun, foto, gambar, sketsa, symbol, dan skema (Setiawan, 2007:1.40—1.55).

5.6 Buku sebagai Bahan Ajar
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa ada beberapa bentuk bahan ajar yang sering digunakan dalam dunia pendidikan, ada yang berbentuk bahan ajar cetak (tertulis), bahan ajar dengar (audio), bahan ajar pandang dengar (audio visual), dan bahan ajar multimedia interaktif. Salah satu bentuk bahan ajar cetakan adalah buku. Menurut Nasituon (dikutip Prastowo, 2013:167), “Buku teks pelajaran adalah bahan pengajaran yang paling banyak digunakan diantara semua bahan pengajaran lainnya”. ”. Sementara dalam kamus Oxford, buku diartikan sebagai number of sheet of paper, either printed or blank, fastened together in a cover, yaitu sejumlah lembaran kertas, baik cetakan maupun kosong. Hal serupa juga dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mendefinisikan buku sebagai lembar kertas berjilid, berisi tulisan atau kosong (1991:152).
       Buku teks pelajaran hingga kini masih dianggap sebagai bahan ajar yang paling umum. Ini terbukti hampir diberbagai institusi pendidikan, dari jenjang yang paling dasar hingga yang paling tinggi, pada umumnya mengunakan buku teks pelajaran sebagai bahan ajar utamanya. Hal ini membuktikan pula bahwa keberadaan buku teks pelajaran masih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran yang berlangsung diberbagai pendidikan saat ini.
       Buku sebagai bahan tertulis dalam bantuk lembaran-lembaran kertas yang dijilid dan diberi kulit (cover) yang menyajikan ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis oleh pengarangnya, dapat dilihat bahwa buku teks pelajaran tersusun atas beberapa komponen tertentu. Susunan komponen-komponen ini juga disebut sebagai struktur buku teks. Prastowo (2013:175) menyatakan bahan ajar berbentuk buku teks pelajaran terdiri atas lima komponen, yaitu; (1) judul, (2) kompetensi dasar atau materi pokok, (3) informasi pendukung, (4) latihan, (5) penilaian. Jadi, dalam membuat sebuah buku teks pelajran, maka kelima komponen utama itu harus ada. Selain itu, isi kandungannya juga harus mengaju kepada kompetens dasar yang telah ditetapkan berdasarkan kurikulum yang berlaku.

Bagan 1. Komponen-Komponen dalam Buku

5.7 Evaluasi Bahan Ajar
Dalam proses pengembangan bahan ajar, evaluasi  bahan ajar sangat penting peranannya. Hasil evaluasi tersebut diharapkan menjadi feedback terhadap kualitas bahan ajar yang disusun penulisnya. Evaluasi bahan ajar juga dapat menentukan kelayakan bahan ajar tersebut sebagai bahan dan media pembelajaran. Di samping itu, evaluasi bahan ajar juga diharapkan dapat menghasilkan suatu produk bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan penggunaanya.
Komponen-komponen evaluasi mencakup empat bagian. Komponen tersebut adalah komponen kelayakan  isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafikaan. Keempat komponen tersebut saling berkaitan erat dan menjadi satu kesatuan komponen dalam bahan ajar (Depdiknas, 2008: 28).
Dalam penelitian ini digunakan dua metode evaluasi, yaitu evaluasi sebelum dan sesudah bahan ajar digunakan kepada siswa. Evaluasi sebelum adalah evaluasi yang dilakukan oleh pakar atau ahli untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dan kelebihan bahan ajar untuk digunakan. Hasil evaluasi ini akan dijadikan masukan untuk melakukan revisi/perbaikan atau bahkan perubahan terhadap bahan ajar. Evaluasi sesudah merupakan evaluasi untuk melihat efektivitas bahan ajar, yaitu pemahan siswa setelah menggunakan bahan ajar yang dikembangkan.

5.8 Pembelajaran Membaca
Menurut Soedarso (2001:4), “Membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengarahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah”. Selanjutnya Tarigan (1979:7) mengemukakan bahwa “Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Subadiyono (2011:17) mengungkapkan bahwa membaca adalah apa yang terjadi ketika orang melihat teks dan memberi makna terhadap simbol tertulis pada teks. Teks dan pembaca adalah dua entitas fisik penting bagi proses terjadinya membaca. Walaupun demikian, interaksi antara pembaca dengan tekslah yang merupakan membaca sebenarnya.
            Menurut Mey-yun (dikutip Subadiyono, 2011:18), membaca tergantung pada keberhasilan interaksi beberapa faktor (1) kecakapan konseptual yang mengacu pada kapasitas intelektual seperti analisis, sintesis, dan inferens, (2) latarbelakang pengetahuan yang mencakup pengetahuan sosiokultural, (3) strategi proses yang mengacu pada kecakapan dan keterampilan membangun kembali makna teks melalui penyampelan berdasarkan pengetahuan korespondensi graphem-morfofonem, informasi silabi-morfem, informasi sintaktik, makna leksikal, makna kontekstual, dan strategi kognitif. 
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pembaca dalam usaha memahami isi dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat guna memperoleh pesan atau informasi yang disampaikan penulis melalui bahasa tulis.
Adapun pelaksanaan yang dilakukan dalam membaca. Rahim (2008) membagi kegiatan yang dilakukan dalam membaca sebagai berikut:                    
1. Kegiatan Prabaca
            Kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum siswa melakukan kegiatan  membaca. Dalam  kegiatan prabaca, guru mengarahkan perhatian pada pengaktifan skemata siswa yang berhubungan dengan  topik bacaan. Pengaktifan skemata siswa yang berhubungan dengan topik bacaan. Pengaktifan skemata siswa bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan cara peninjauan awal, pedoman antisipasi, pemetaan makna, menulis sebelum membaca, dan drama kreatif.          Skemata ialah latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa tentang suatu informasi atau konsep tentang sesuatu. Skemata menggambarkan sekelompok konsep yang tersusun dalam diri seseorang yang dihubungkan dengan objek, tempat-tempat, tindakan, atau peristiwa. Skema (kata tunggal dari skemata) seseorang menggambarkan apa yang diketahui seseorang tentang konsep tertentu dan hubungan antarpotongan-potongan informasi yang telah diketahui seseorang. Dua orang mungkin mempunyai skemata yang sangat berbeda tentang suatu konsep dasar yang sama.
            Gruber (dikutip Rahim, 2008:100) mengemukakan beberapa teknik yang bisa dilakukan guru untuk mengaktifkan skemata siswa melalui kegiatan prabaca. Kegiatan prabaca yang dimaksud ialah membuat prediksi seperti yang dikemukakan berikut ini; (1) guru membaca judul bacaan dengan nyaring, kemudian memperkenalkan para pelaku dengan menceritakan nama-nama mereka dan beberapa pernyataan yang menceritakan para pelaku, tokoh, akhirnya guru menyuruh siswa memprediksi kelanjutan cerita, (2) kegiatan memprediksi untuk menceritakan minat siswa pada bacaan dengan menggunakan teknik prediksi kegiatan prabaca yang dilakukan ialah membaca nyaring beberapa halaman dari sebuah buku. Jika tebalnya 100 halaman, suruh siswa mengambil 3 halaman antara halaman 1 sampai dengan 100. Baca 3 halaman tersebut dengan nyaring, kemudian suruh siswa memprediksi isi cerita. Kegiatan ini membangkitkan rasa ingin tahu dan minat siswa kepada buku tersebut, (3) kegiatan lain yang tercakup dalam kegiatan prabaca ialah menggunakan berbagai stimulus untuk mempertahankan perhatian siswa pada pelajaran. Pada kegiatan ini guru harus berusaha menggunakan berbagai cara, dengan menggunakan media suara yang bervariasi (mungkin juga berhenti berbicara), gerakan-gerakan misalnya gerakan tangan, ekspresi wajah, dan sebagainya. (Rahim, 2008:100--101).
2. Kegiatan Saat Baca
Setelah kegiatan prabaca, kegiatan berikutnya ialah  kegiatan saat baca (during Reading). Beberapa strategi dan kegiatan bisa digunakan dalam kegiatan saat baca untuk meningkatkan pemahaman siswa. Akhir-akhir ini perhatian banyak dicurahkan pada penggunaan strategi metakognitif siswa selama membaca. Burns (dikutip Rahim, 2008) mengungkapkan bahwa penggunaan teknik metakognitif secara efektif mempunyai pengaruh positif pada pemahaman. Strategi belajar secara metakognitif akan meningkatkan keterampilan belajar siswa.
Metakognisi itu sendiri merujuk pada pengetahuan seseorang tentang fungsi intelektual yang datang dari pikiran mereka sendiri serta kesadaran mereka untuk memonitor dan mengontrol fungsi ini. Metakognisi melibatkan kegiatan menganalisis cara berpikir yang sedang berlangsung. Dalam tugas membaca, pembaca yang memperlihatkan metakognisinya, memilih keterampilan dan teknik-teknik membaca yang cocok dengan tugas membaca tertentu.
Bagian dari proses metakognitif ialah memutuskan tipe tugas yang dibutuhkan untuk mencapai pemahaman. Pembaca menanyakan pada dirinya sendiri, seperti pertanyaan berikut: (1) apakah jawaban yang saya butuhkan dapat dikemukakan secara langsung dalam teks? Jika ya, pembaca akan mencari kata-kata penulis yang tepat untuk satu jawaban, (2) apakah teks tersebut mengimplikasikan jawaban dengan memberi petunjuk yang jelas berhubungan dengan pertanyaan serta alasan yang berkaitan dengan informasi yang tersedia sehingga pembaca bisa menentukan jawaban yang cocok, (3) apakah jawaban harus berasal dari pengetahuan dan gagasan saya sendiri yang berkaitan dengan cerita? Jika demikian, pembaca harus menghubungkan pengetahuan awalnya dengan informasi yang diberikan dalam teks sehingga mendapatkan jawaban yang diperlukan.
Kegiatan saat baca lebih lanjut bisa dikembangkan dengan cara lain seperti berikut. Sesudah siswa membaca suatu cerita atau bab, suruh satu kelompok siswa berlatih membaca bagian bacaan. Tugas siswa mengambil bagian dari karakter yang berbeda di dalam adegan dan salah seorang menjadi narator. Siswa yang lain disuruh mengikutinya bersama-sama. Kegiatan ini membantu siswa memahami dialog dan penggunaan tanda-tanda kutipan.

3. Kegiatan Pascabaca
            Kegiatan pascabaca digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimilikinya sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi (Rahim, 2008). Strategi yang dapat digunakan pada tahap pascabaca adalah belajar mengembangkan vahan bacaan pengajaran, memberikan pertanyaan, menceritakan kembali, dan presentasi visual.
            Dalam kegiatan pascabaca, anak-anak diberikan kesempatan mengembangkan belajar mereka dengan menyuruh siswa mempertimbangkan apakah siswa tersebut membutuhkan/menginginkan informasi lebih lanjut tentang topik tersebut dan di mana mereka bisa menemukan informasi lebih lanjut.




5.8.1 Jenis-jenis membaca
            Ada beberapa jenis membaca yang dapat dilakukan oleh seseorang. Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara pembaca, proses membaca terbagi atas membaca nyaring dan membaca dalam hati. Tarigan (2008:23), membaca nyaring adalah suatu aktivitas yang merupakan alat bagi guru, murid, atau pun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan pengarang. Membaca dalam hati adalah membaca denga tidak bersuara. Lebih lanjut, dikatakan bahwa membaca dalam hati dapat dibagi menjadi dua, yaitu (1) membaca ekstensif dan (2) membaca ekstensif. Kedua jenis membaca ini, memiliki bagian-bagian tersendiri. Pembagian tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Membaca ekstensif adalah membaca sebanyak mungkin teks bacaan dalam waktu sesingkat mungkin (Tarigan,2008:32). Tujuan membaca ekstensif meliputi, (1) membaca survai (survey reading), (2) membaca sekilas (skimming), dan (3) membaca dangkal (superficial reading).
b.      Membaca intensif meliputi, membaca telaah isi dan telaah bahasa. Membaca telaah isi terbagi atas, (1) membaca teliti, (2) membaca pemahaman, (3) membaca kritis, dan (4) membaca ide (Tarigan,2008:40) membaca telaah bahasa mencakup, membaca bahasa dan membaca sastra.

5.8.2 Hakikat Membaca Cepat
Membaca cepat adalah kemampuan membaca dengan memperhatikan tujuan dari membaca. Kecepatan membaca harus fleksibel, artinya kecepatan itu tidak harus selalu sama, ada kalanya diperlambat karena bahan-bahan dan tujuan kita membaca (Soedarso 2004:18). Kecepatan membaca dapat disesuaikan dengan  kebutuhan membaca apabila kata-kata dalam bacaan tergolong tidak asing, dapat dilalui dengan cepat. Namun, apabila ada kata-kata yang tergolong asing dapat diperlambat untuk memahami makna kata tersebut.
Nurhadi (2010:31) mengungkapkan membaca cepat dan efektif  yaitu jenis membaca yang mengutamakan kecepatan, dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap aspek bacaannya.  Dengan demikian, seseorang dalam membaca tidak hanya kecepatannya yang menjadi patokan namun juga disertai pemahaman dari bacaan.
Membaca cepat merupakan sistem membaca dengan memperhitungkan waktu baca dan tingkat pemahaman terhadap bahan yang dibacanya (Suyoto 2008). Apabila seseorang dapat membaca dengan waktu yang sedikit dan pemahaman yang tinggi maka seseorang tersebut dapat dikatakan pembaca cepat.
Dari beberapa definisi di atas mengenai membaca cepat, dapat disimpulkan bahwa membaca cepat adalah proses membaca bacaan untuk memahami isi-isi bacaan dengan cepat. Membaca cepat memberi kesempatan untuk membaca secara luas, bagian-bagian yang sudah sangat dikenal atau dipahami tidak dihiraukan. Perhatian dapat difokuskan pada bagian-bagian yang baru atau bagian-bagian yang belum dikuasai. Dengan membaca cepat dapat diperoleh pengetahuan yang luas  tentang apa yang dibacanya.

5.8.3 Hambatan Membaca Cepat
Membaca cepat bagi orang awam  atau  seseorang yang  tidak mendapatkan latihan khusus membuat mereka merasa lelah dalam membaca karena lamban dalam membaca. Hal tersebut dapat diperkuat dengan adanya kebiasaan-kebiasaan  buruk dalam membaca. Soedarso (2004:5) hal-hal yang menghambat membaca cepat adalah (1) vokalisasi; (2) gerakan bibir; (3) gerakan kepala; (4) menunjuk dengan jari; (5) regresi; dan (6) subvokalisasi. Lebih lanjut Nurhadi (2010:26) menyampaikan mengenai hambatan membaca cepat antara lain (1) menyuarakan apa yang dibaca; (2) membaca kata demi kata; (3) membantu melihat/menelusuri baris-baris bacaan dengan alat-alat tertentu (ujung pensil, ujung jari); (4) menggerak-gerakkan kaki atau anggota tubuh yang lain; (5) konsentrasi berpikir terpecah dengan hal-hal lain di luar bacaan; (6) bergumam-gumam atau bersenandung; (7) kebiasaan berhenti lama di awal kalimat, paragraf, sub-sub bab, bahkan di tengah-tengah kalimat; (8) kebiasaan mengulang-ulang unit-unit bacaan yang telah dibaca.
Lebih lanjut Nurhadi (2010: 14) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan membaca adalah faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Faktor dalam (internal) meliputi kompetensi bahasa, minat dan motivasi, sikap dan kebiasaan, dan kemampuan membaca. Faktor luar (eksternal) dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu (a) unsur dalam bacaan, dan (b) sifat-sifat lingkungan baca. Unsur dalam bacaan berkaitan dengan keterbacaan dan faktor organisasi teks. Sifat lingkungan baca berkenaan dengan fasilitas, guru, model pengajaran, dan lain-lain.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, hambatan-hambatan dalam membaca cepat antara lain  (1) vokalisasi; (2) gerakan bibir; (3) gerakan kepala; (4)  menunjuk dengan jari, pena, atau alat lainnya; (5) regresi; (6) subvokalisasi; dan (7) minat dan motivasi.

5.8.4 Cara Meningkatkan Kecepatan Membaca
Soedarso (2004:19) menguraikan cara meningkatkan kecepatan membaca antara lain (1) melihat dengan otak karena otak menyerap apa yang dilihat mata serta persepsi dan interpretasi otak terhadap tulisan yang dilihat oleh mata dapat mempengaruhi pemahaman terhadap bacaan; (2) menggerakkan mata terarah (fixed)  pada suatu sasaran (kata) dan melompat ke sasaran berikutnya; (3) melebarkan jangkauan mata dan lompatan mata yaitu satu fiksasi meliputi dua atau tiga kata; (4) membaca satu fiksasi untuk satu unit pengertian; dan (5)  meningkatkan konsentrasi karena dengan konsentrasi, pembaca menjadi cepat mengerti dan memahami bacaan.
Nurhadi (2010:30-32) lebih detail menguraikan cara meningkatkan kecepatan membaca yaitu (1) menerapkan metode dan teknik membaca; (2) memilih aspek tertentu saja yang dibutuhkan dalam bacaan sesuai dengan tujuan membaca; (3) membiasakan untuk membaca pada kelompok-kelompok kata; (4) jangan mengulang kalimat yang telah dibaca; (5) jangan selalu berhenti lama di awal baris atau kalimat; (6) cari kata-kata kunci yang menjadi tanda awal dari adanya gagasan utama sebuah kalimat; (7) abaikan kata-kata tugas yang berulang-ulang seperti yang, di, dari, pada dan sebagainya; (8) jika penulisan dalam bentuk kolom, arahkan gerak mata ke bawah lurus (vertikal).
Secara teoretis, kecepatan membaca dapat ditingkatkan menjadi dua sampai tiga kali lipat dari kecepatan semula. Dengan mengetahui metode dan teknik mengembangkan kecepatan membaca, diikuti latihan yang intensif, menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk ketika membaca, dan membiasakan  diri membaca dengan cepat maka dalam beberapa minggu kecepatan membaca dapat meningkat.
5..8.5 Mengukur Kecepatan Membaca
Membaca merupakan suatu keterampilan. Setiap orang mempunyai kemampuan membaca yang berbeda namun kemampuan membaca itu dapat ditingkatkan. Nurhadi (2010:41) menguraikan cara yang lebih akurat untuk menghitung kecepatan membaca antara lain:
1) tandailah di mana memulai membaca.
2) bacalah teks tersebut dengan kecepatan yang memadai.
3) tandailah lokasi akhir membaca.
4) catat waktu mulai membaca  (jam ..., menit ..., detik ...)
5) catat waktu berakhirnya membaca (jam ..., menit ..., detik ...)
6) hitung berapa waktu yang diperlukan (dalam detik).
7) hitung jumlah kata dalam teks yang dibaca
8) kalikan jumlah kata dengan bilangan 60 (1 menit = 60 detik)
9) bagi hasil perkalian tersebut dengan jumlah kata per menit.

Proses tersebut bila digambarkan sebagai berikut.
I. Saat akhir membaca        = jam ..., menit ..., detik ....
   Saat mulai membaca       = jam ..., menit ..., detik ...
   Waktu yang diperlukan   = ....                                 detik
II. Jumlah kata x 60 detik   = jumlah total kata.
III. Jumlah total kata : waktu yang diperlukan = jumlah kata per menit.
            Pada umumnya, seseorang membaca jauh lebih lambat dari kemampuannya. Kecepatan membaca yang memadai diperlukan agar dapat membaca dengan lebih efektif. Berikut ini daftar kecepatan membaca yang memadai untuk semua jenjang pendidikan (Nurhadi 2010:29).
SD/SMP            : 200 kata/menit
SMA                  : 250 kata/menit
Mahasiswa        : 325 kata/menit
Mahasiswa program Pasca Sarjana  : 400 kata/menit
Orang Dewasa  : 200 kata/menit.
5.8.6 Hakikat Membaca Puisi
Membaca puisi ialah memahami apa yang terdapat dalam puisi atau apa yang ingin disampaikan penyair lewat puisinya. Membaca puisi tidak hanya menyuarakan  lambang-lambang bahasa saja, tetapi lebih dari pada itu (Suharianto dalam Ismail, 2009: 21). Membaca puisi pada hakikatnya menyuarakan kembali apa yang pernah dirasakan, dipikirkan, atau dialami penyairnya. Oleh karena itu, pembaca puisi sebelumnya harus menginterpretasikan apa yang ada di balik puisi. Ekspresi dan emosi yang lahir merupakan hasil interpretasi pembaca terhadap puisi. Dalam membaca puisi, emosi sangat penting.
Semua yang terlahir pada waktu membaca puisi, baik itu teknik vokal maupun  performance atau penampilan adalah sesuatu yang wajar sesuai dengan tuntunan puisi yang dibacanya. Bila puisi yang dibaca menghendaki semangat yang menyala-nyala, maka pembaca puisi harus bersemangat. Pembaca puisi akan bersedih, bila puisi yang dibacanya menuntut untuk bersedih. Dengan demikian interpretasi puisi yang dilakukan pembaca puisi sudah tepat, bila sudah mencerminkan apa yang diharapkan penyairnya. Jadi, membaca puisi ialah membaca suatu  karya sastra berupa puisi dengan memperhatikan ekspresi, teknik vokal, dan kinesik yang tepat sesuai dengan isi puisi.
5.8.7 Langkah-Langkah Membaca Puisi
Doyin (dalam Ismail, 2009: 23) mengemukakan, dari proses awal sampai akhir pembacaan puisi dapat dirangkum menjadi tiga langkah, yaitu langkah sebelum membaca puisi (prapembacaan), langkah pada saat membaca puisi di depan pendengar atau penonton (saat pembacaan), dan langkah setelah pembaca turun dari panggung (pascapembacaan).
1) Pembacaan
Ada empat aktivitas yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu analisis situasi dan pendengar, memilih puisi, membedah puisi, dan mengadakan pelatihan.
a. Analisis
Langkah awal yang harus dilakukan oleh orang yang akan membaca puisi adalah menganalisis situasi dan pendengar. Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi pada saat pembacaan puisi dan di mana tempatnya,
siang atau malam hari, di luar atau di dalam ruangan, dalam suasana sedih, gembira, atau serius dan sebagainya.
b. Memilih Puisi
Setelah mengetahui situasi dan pendengar, kita harus memilih puisi yang akan dibaca. Tidak semua puisi baik atau tepat untuk dibacakan di depan audiens. Atas dasar itu, setiap calon pembaca puisi harus memiliki kemampuan memilih dan menentukan puisi.
Beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih puisi adalah: (1) tidak bersifat prismatis, (2) bersifat melodius, (3) tidak terlalu panjang atau  pendek, (4) isinya sesuai dengan situasi dan suasana yang tengah dihadapi, (5) bersifat teatrikal artinya ada unsur enaknya ketika dibaca.
c. Membedah Puisi
Maksud  langkah ini adalah calon pembaca mengupas tuntas isi teks puisi yang akan dibaca. Langkah ini juga dimaksudkan agar calon pembaca memahami benar maksud atau arti puisi yang akan dibaca, nada dan suasana yang bersangkutan serta dapat menentukan nada dan algu yang tepat dalam puisinya.
d. Pelatihan
Pelatihan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung berarti pembaca berlatih membaca dengan vokal yang jelas
serta ekspresi yang benar, sedangkan secara tidak langsung berarti dapat ditempuh dengan cara menonton pembacaan puisi orang lain, bertanya atau berdialog dengan teman, membaca buku bagaimana cara membaca puisi yang baik dan benar dan sebagainya.
2). Saat Pembacaan
Pada saat membaca puisi hakikatnya si pembaca puisi sedang berdialog dengan penonton. Dengan demikian, semua yang dilakukannya, baik dengan suaranya maupun dengan gerak gerik anggota tubuhnya, harus komunikatif. Sedapat mungkin penonton dibawa masuk ke dalam maksud dan suasana puisi yang bersangkutan. Untuk mencapai semua hal tersebut pembaca puisi perlu memperhatikan tiga komponen pembacaan puisi, yaitu penghayatan, pelafalan atau vokal, dan penampilan.
3). Pasca Pembacaan
Pada langkah ini hal penting yang harus dilakukan adalah evaluasi tindak lanjut. Evaluasi ini penting dilakukan agar pembaca mengetahui kekurangannya dalam membaca puisi. Pengetahuan akan kekurangan dan kelemahan inilah yang kemudian harus kita tindak lanjuti, dalam arti hal-hal yang sudah baik ditingkatkan dan hal-hal yang masih kurang diperbaiki.Membaca puisi adalah penampilan (baca) puisi secara ekspresif. Untuk penampilan yang ekspresif ini mutlak didukung oleh pelafalan fonem yang tepat dan sempurna. Bacaan gramatikal yang tepat, bacaan puitis yang baik, penghayatan serta pemahaman yang baik terhadap isi puisi yang dibawakan.
Selanjutnya Ismail (2009:22-28) mengatakan bahwa: ―Membaca puisi pada hakikatnya menyuarakan kembali apa yang pernah dirasakan, dipikirkan, atau dialami penyairnya. Oleh karena itu, pembaca puisi. Ekspresi dan emosi yang lahir merupakan hasil interprestasi pembaca terhadap puisi. Dalam membaca puisi, emosi sangat penting.
Membaca bukan ucapan semata, tetapi harus disertai gerak gerik muka, kalau perlu dengan gerak seluruh anggota badan atau seluruh tubuh, tetapi yang paling penting sekali ialah gerak gerik muka. Dengan ucapan-ucapan yang baik dan teratur disertai dengan gerak gerik muka niscaya akan bertambah menarik, apa lagi kalau ditonton. Dari gerak gerik muka itu penonton dapat merasakan dan menyaksikan, mengertikan puisi yang dibacakan itu. Apakah puisi itu mengandung kesedihan, kemarahan, kegembiraan dan lain-lain. Hanya saja dalam melakukan gerak gerik itu jangan sampai berlebih-lebihan, membaca secara wajar, tertib dan mengesankan.
Dari beberapa pikiran para ahli di atas tentang membaca puisi dapatlah disimpulkan bahwa kegiatan membaca puisi merupakan kegiatan menyampaikan isi puisi dan pikiran pengarang. Sebagaimana dikatakan membaca puisi bertujuan untuk menafsirkan makna yang terkandung didalamnya baik tersurat maupun tersirat. Dengan membaca puisi secara tidak langsung dapat menambah wawasan dan pengetahuan terutama untuk diri sendiri.

5.8.8 Cara Membaca Puisi yang Baik dan Benar
Agar dapat membaca puisi dengan baik, pembaca perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Interpretasi (penafsiran)
Untuk memahami sebuah puisi, pembaca harus dapat menangkap simbol-simbol atau lambang-lambang yang dipergunakan oleh penyair. Bila pembaca salah dalam  menafsirkan makna/simbol atau lambang, tentu bisa salah dalam memahami isinya.
2. Teknik vokal (vokalisasi)
Untuk pengucapan yang komunikatif diperlukan penguasaan intonasi, diksi, jeda, ejaan dan lafal yang tepat.
3. Performa (penampilan)
Dalam hal performa, pembaca puisi dituntut untuk dapat memahami pentas dan publik.
Pembaca puisi juga dapat menunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan, berani menatap penonton dan mengatur ekspresi yang tidak berlebihan. Selain itu, pembaca puisi harus memperhatikan irama serta mimik. Mimik merupakan petunjuk apakah seseorang sudah benar-benar dapat menjiwai atau meresapi isi puisi. Harmonisasi antara mimik dengan isi (maksud) puisi merupakan puncak keberhasilan dalam membaca puisi.
Disamping hal tersebut, cara lain dalam membaca puisi tidak boleh seenaknya saja, tapi harus tunduk kepada aturan-aturannya, dimana harus ditekankan atau dipercepat, dimana harus dikeraskan, harus berhenti, dimana harus dilambatkan atau dilunakkan, dimana harus diucapkan biasa, dan sebagainya. Jadi, bila kita membaca puisi itu supaya menarik, maka harus dipakai tanda-tanda tersendiri seperti di bawah ini:
            : diucapkan biasa saja
/           : berhenti sebentar untuk bernafas/biasanya pada koma atau di
             tengah baris
//          : berhenti agak lama/biasanya koma di akhir baris yang masih
berhubungan artinya dengan baris berikutnya
///         : berhenti lama sekali biasanya pada titik baris terakhir atau pada
penghabisan puisi
^          : suara perlahan sekali seperti berbisik
^^        : suara perlahan saja
^^^      : suara keras sekali seperti berteriak
V         : tekanan kata pendek sekali
VV      : tekanan kata agak pendek
VVV   : tekanan kata agak panjang
VVVV : tekan kata agak panjang sekali
____/ : tekanan suara meninggi
____ : tekanan suara agak merendah (Aning. 2008)
Cara meletakkan tanda-tanda tersebut pada setiap kata masing-masing orang berbeda tergantung kepada kemauannya sendiri-sendiri. Dari sinilah kita dapat menilai siapa orang yang mahir dan pandai membaca puisi. Demikianlah, setelah tanda-tanda itu kita letakkan dengan baik dan dalam Meletakkannya  jangan asal meletakkan saja, tapi harus memakai perasaan dan pertimbangan, seperti halnya kalau kita membaca berita: ada koma, ada titik, tanda-tandanya, titik koma dan lain-lain.
Kalau tanda-tanda itu sudah diletakkan dengan baik, barulah kita baca puisi tersebut berulang-ulang sesuai dengan irama dan aturan tanda itu. Dengan sendirinya kalau kita sudah lancar benar tekanan-tekanan, irama-irama dan gayanya takkan terlupa lagi selama kita membaca puisi.
Dalam membaca puisi diperlukan pula latihan-latihan tertentu, seperti latihan vokal, mimik (ekspresi wajah) dan pantomimik (ekspresi seluruh tubuh). Menurut Doyin (dalam Ismail 2009:22-28) mengemukakan, dari proses awal sampai akhir pembacaan puisi dapat dirangkum menjadi tiga langkah, yaitu langkah sebelum membaca puisi di depan pendengar atau penonton (saat pembacaan), dan langkah setelah pembaca turun dari panggung (pascapembacaan).
5.8.9  Membaca Puisi dan Unsur Penilaiannya
Menilai dan menentukan suatu pembacaan puisi yang baik perlu memperhatikan berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut menurut Ali (dalam Faisal 2010:9-5) meliputi aspek interpretasi dan presentasi. Interpretasi meliputi: visi, arikulasi, dan intonasi, sedang presentasi meliputi: vokal, gesture atau gerak, tekanan, volume suara, ekspresi mimik. Sedangkan menurut Aminudin (2004:12) bahwa aspek-aspek yang diperhatikan dalam menilai suatu pembacaan puisi adalah (1) aspek pemahaman dan penghayatan tentang makna, suasana penuturan, sikap pengarang, dan intensi pengarang, (2) aspek pemaparan yang meliputi: kualitas ujaran, tempo, durasi, pelafalan, ekspresi wajah, kelenturan tubuh, dan konversasi.
Sasaran penilaian membaca puisi di atas adalah untuk orang dewasa. Yang diperlukan adalah aspek penilaian untuk keperluan membaca puisi siswa usia Sekolah Dasar. Namun demikian, aspek penilaian di atas tetap dijadikan acuan, hanya saja mengalami penyederhanaan.
Menurut Faisal (2010:9-5) penilaian membaca puisi untuk keperluan siswa usia sekolah dasar adalah terdiri atas 5 aspek yaitu sebagai berikut.
a. Pelafalan
Pelafalan yang dimaksud adalah pelafalan bunyi vokal, konsonan secara tepat misalnya makan tidak diucapkan  makang tetapi makan, kiri tidak dilafalkan keri tetapi kiri.
b. Intonasi
Intonasi yang dimaksud kaitannya dengan membaca puisi bukan hanya berkatian dengan aspek panjang pendeknya suara (tempo), tinggi rendahnya suara (nada) melainkan juga termasuk keras lembutnya suara (tekanan) dan perhatian suara siswa (jeda) pada saat membaca larik atau bait puisi. Keseluruhan aspek tersebut tentu nampak secara keseluruhan sebagai suatu komponen yang saling berhubungan secara utuh.
c. Ekspresi Wajah (mimik)
Mimik adalah perubahan raut wajah sesuai konteks makna dan suasana puisi atau prosa yang dibaca. Penampakan mimik yang tepat merupakan cerminan dari tingkat pemahaman dan penghayatan makna dan suasana penuturan, dan sikap pengarang karya sastra tersebut.
d. Gestur (kelenturan tubuh)
Yakni kemampuan pembaca menguasai anggota tubuh dalam menggerakkannya secara lentur, refleks namun kelihatan wajar dan alamiah sebagai sarana penunjang.

5.8.10 Silabus Bahasa Indonesia Kelas V SD Kurikulum KTSP Keterampilan Membaca

         Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang harus dicapai siswa kelas V SD pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam satu tahun ajaran sebagai berikut:
Semester I:
SK: Memahami teks dengan membaca teks percakapan, membaca 75 kata/ menit dan membaca puisi.
KD: 1 . Menemukan gagasan utama suatu teks yang dibaca dengan kecepatan 75 kata/ menit.
1.1 Siswa mampu membaca bacaan dengan kecepatan 75 kata/ menit.
1.2 Siswa mencatat hal-hal penting dari bacaan.
1.3 Siswa menjawab pertanyaan berdasarkan informasi bacaan.
   1.4 Siswa mampu menceritakan kembali secara lisan dan tertulis isi teks bacaan denan bahasa yang mudah dimengerti.
      2. Membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat.
2.1 Siswa mampu menentukan jeda, penggalan kata dalam puisi.
3.2 Siswa mampu membaca puisi dengan lafal, ekspresi, dan penghayatan yang tepat.
4.3 Siswa menjawab pertanyaan seputar puisi.
6. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode research and development (R&D). Metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono 2010:407). . Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan produk efektif yang digunakan di sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Borg and Gall (1983:782) yaitu “Education research and development (R&D) is a process used to  develop and validate educational products”. Produk yang dimaksud Borg dan Gall berupa buku teks, film, software, komputer, metode, dan program.
       Langkah-langkah pengembangan bahan ajar menurut Jolly dan Bolitho dalam Tomlinson (1998:98) adalah sebagai berikut; (1) identifikasi kebutuhan untuk bahan ajar, identifikasi kebutuhan merupakan awal dalam pengembangan bahan ajar. Analisis kebutuhan bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan guru dan siswa; (2) eksplorasi kebutuhan materi. Eksplorasi kebutuhan materi merujuk pada kegiatan eksplorasi materi berdasarkan tujuan dalam kurikulum; (3) realisasi kontekstual bahan ajar; (4) realisasi pedagogis bahan ajar melalui tugas dan  latihan dalam bahan ajar. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran dan dilengkapi dengan tugas dan latihan terstruktur; (5) produksi bahan ajar; dan (6) Penggunaan bahan ajar oleh siswa.(7)evaluasi bahan ajar yang mengacu pada tujuan khusus yang ingin dicapai.
Tahap evaluasi merupakan tahap yang mirip dengan evaluasi formatif (formative evaluation) dan evaluasi sumatif (summative evaluation) dalam model Dick, Carey, dan Carey (2005).  Pada tahap evaluasi formatif ini Dick, Carey, dan Carey mengemukakan beberapa langkah, yakni one-to-one evaluation, small group evaluation, dan field trial. Setelah melalui evaluasi formatif, dilanjutkan pada tahap evaluasi sumatif yang berisi expert judgement.
Evaluasi formatif dan evaluasi sumatif dalam model Dick, Carey, dan Carey hanya disebut sebagai evaluasi formatif oleh Tessmer (1998: 47—153) yang terdiri atas expert review, one-to-one evaluation, small group evaluation, dan field test. Expert review melibatkan proses validasi dari ahli yang bertujuan untuk mengetahui validitas buku teks yang dikembangkan. One-to-one dan small group evaluation diterapkan untuk mengetahui praktikalitas buku teks yang dikembangkan. Field test diterapkan untuk mengetahui efek potensial dari buku teks yang dikembangkan.
Oleh karena itu, peneliti akan menambahkan expert review pada prosedur dalam pengembangan dan penelitian ini. Selain itu, peneliti pun akan menggunakan istilah field trial untuk menyebut student use of materials dan akan menyisipkan tahap revise of materials di antara expert review dan field trial. Dengan demikian, tahapan-tahapan dalam penelitian pengembangan ini ialah sebagai berikut.

1.      Identifikasi kebutuhan bahan ajar. Kebutuhan akan diidentifikasi dengan menggunakan angket dan melakukan wawancara kepada guru kelas V dan siswa. Identifikasi kebutuhan ini berkaitan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dan siswa dalam pembelajaran membaca, kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam menggunakan bahan ajar yang sudah ada, dan harapan-harapan siswa dan guru terhadap bahan ajar yang akan dikembangkan dan terhadap pembelajaran membaca Selain itu, peneliti pun melakukan analisis terhadap bahan ajar yang ada dan digunakan oleh guru dan siswa di lokasi penelitian.
2.      Eksplorasi kebutuhan. Pada tahap ini peneliti  melakukan analisis k urikulum tahun 2006 yaitu standar Isi yang merujuk pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam silabus mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V tentang keterampilan membaca. Bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan  analisis kebutuhan pada kompetensi tertentu. Pengembangan bahan ajar berdasarkan analisis  kebutuhan yang diperoleh melalui angket dan wawancara  kepada s iswa dan guru.
3.      Realisasi kontekstual bahan ajar. Penelitian pada tahap ini yaitu mengembangkan bahan ajar membaca  dengan melakukan analisis tujuan dan karakteristik materi, analisis sumber belajar, analisis karakteristik pembelajar. Peneliti mengumpulkan contoh-contoh, merancang urutan berpikir yang runtut (abstrak ke konkret), bahasa yang mudah dipahami, dan melibatkan pengalamaan belajar siswa dengan tujuan pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar bahan ajar yang dikembangkan  lebih kontekstual dan bermanfaat bagi kehidupan siswa.
4.       Realisasi pedagogik bahan ajar. Pada tahap ini pengembangan bahan ajar membaca dengan menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian isi pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajran dan dilengkapi dengan latihan-latihan serta tugas baik terstruktur ataupun tugas mandiri. Hal ini dimaksudkan untuk mendapat umpan balik terhadap penguasaan siswa terhadap bahan ajar pengembangan.
5.      Produk bahan ajar. Bahan ajar pengembangan disusun dalam bentuk buku yang dirancang sedemikian rupa terdiri dari komponen-komponen suatu buku agar dapat digunakan oleh siswa dan guru dalam pembelajaran membaca. Buku berisikan judul, ruang lingkup buku yang berisi (standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator), materi pembelajaran, latihan, dan penilaian, serta daftar pustaka. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah menentukan desain produk buku teks serta menyiapkan sarana dan prasarana untuk uji coba dan validasi. Uji validasi tersebut mencakup ahli  dalam bidang kelayakan isi/pembelajaran, kebahasaan, penyajian dan kegrafikaan.
6.      Validasi ahli. Validasi ahli ini dilakukan untuk mendapatkan saran dan kritik dari para ahli terhadap kualitas bahan ajar yang telah dikembangkan. Validasi sendiri meliputi validasi kelayakan isi, kebahasaan, penyajian, dan kegrafikaan. Kesemua ahli yang akan menilai bahan ajar hasil pengembangan ini merupakan dosen-dosen yang ahli dalam aspek-aspek yang telah dikemukakan sebelumnya. Hasil validasi ini akan dijadikan masukan untuk melakukan perbaikan terhadap bahan ajar yang dikembangkan. Selanjutnya baru bahan ajar dapat diujicobakan.
7.      Revisi bahan ajar. Setelah mendapat masukan dari tim ahli pada tahap validasi, peneliti merevisi bahan ajar pengembangan  berdasarkan saran, informasi dan masukan dari tim ahli.
8.      Uji Coba. Uji coba ini akan dilakukan pada sekelompok siswa yang menjadi sampel dalam penelitian terhadap bahan ajar hasil pengembangan. Siswa menggunakan bahan ajar tersebut setelah sebelumnya dilakukan analisis kebutuhan. Uji coba one-to-one dilakukan oleh tiga orang siswa yang memiliki kemampuan dari kelompok rendah, sedang, dan tinggi. Uji coba selanjutnya dilakukan uji coba small group dengan siswa berjumlah  9 orang terdiri dari 3 orang siswa berkempuan rendah, 3 orang sedang, dan 3 orang siswa berkemampuan tinggi.
9.      Revisi 2. Setelah dilakukan uji coba bahan ajar mendapat masukan dari tim ahli pada tahap validasi, peneliti merevisi bahan ajar pengembangan  berdasarkan saran, informasi dan masukan dari tim ahli.
10.  Uji Lapangan. Menurut Dick, Carey, Carey (2005:291) uji lapangan sebagai bagian dari evaluasi formatif ini berfungsi  untuk mengumpulkan data-data terkait dengan kekuatan dan kelemahan atau kelebihan dan kekurangan selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan bahan ajar hasil pengembangan. Hasil dari evaluasi formatif ini digunakan sebagai masukan atau input untuk memeperbaiki draf bahan ajar yang dikembangkan.






Validasi  Ahli

Revisi   
Uji          : One-to-one
                : Small Group
Revisi 2
Uji Lapangan
Identifikasi Kebutuhan
Ekplorasi Kebutuhan
Realisasi Kontekstual
Realisasi Pendagogik
Produk Bahan Ajar

 










Bagan 2. Prosedur Penelitian dan Pengembangan Bahan Ajar Membaca
1. Lokasi dan Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam rangka identifikasi kebutuhan siswa terhadap bahan ajar yang dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Epil. Siswa yang dijadikan subjek penelitian sebanyak 55 orang. Penentuan subjek penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan pertimbangan keragaman tingkat kecerdasan, yaitu rendah, sedang, dan tinggi (disesuaikan dengan kebutuhan).
        Subjek penelitian saat uji coba produk hasil pengembangan yaitu pada saat uji coba one-to-one dilakukan oleh tiga orang siswa yang memiliki kemampuan dari kelompok rendah, sedang, dan tinggi. Uji coba selanjutnya dilakukan uji coba small group dengan siswa berjumlah  9 orang terdiri dari 3 orang siswa berkempuan rendah, 3 orang sedang, dan 3 orang siswa berkemampuan tinggi kemudian uji lapangan sebanyak 55 orang siswa.
Pakar atau ahli yang memvalidasi bahan ajar hasil pengembangan adalah empat orang dosen Universitas Sriwijaya yang memiliki keahian yang berbeda, yaitu ahli materi atau isi bahan ajar, ahli pembelajaran, ahli kebahasaan, dan ahli kegrafikaan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Angket yang digunakan untuk penelitian ini adalah kombinasi angket terbuka dan tertutup. Angket diberikan kepada siswa dan guru kelas V dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan keinginan dan semua kendala yang dihadapi siswa dalam pembelajaran membaca di kelas V. Selain itu, angket juga dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kekurangan dan kelebihan pada bahan ajar sebelumnya. Melalui angket ini juga dapat digali informasi tentang masukan-masukan atau input sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun buku teks membaca termasuk juga subbahasan yang perlu ditambahkan atau dihilangkan dari bahan ajar sebelumnya.
Selain angket, peneliti juga menggunakan teknik wawancara. Wawancara ini digunakan sebagai teknik pelengkap angket. Wawancara ini diperlukan jika ada informasi yang kurang jelas dari beberapa pertanyaan dalam angket tersebut. Beberapa hal yang menjadi fokus dalam wawancara tersebut antara lain tentang harapan-harapan tentang suatu bahan ajar, kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran membaca, dan hal-hal yang berhubungan dengan kekurangan dan kelebihan yang terdapat pada bahan ajar yang sudah ada.
Informasi tentang kualitas bahan ajar yang akan dikembangkan juga dapat diperoleh melalui angket. Angket tersebut diberikan kepada para pakar/ahli untuk memperoleh informasi tentang kualitas bahan ajar tersebut. Untuk mendapatkan informasi tentang keefektifan bahan ajar yang akan dikembangkan, peneliti melakukan tes kepada siswa.Teknik tes yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang efek potensial bahan ajar hasil pengembangan. Bentuk tes diberikan kepada siswa berupa tes tertulis dan tes unjuk kerja (performance), bentuk tes tertulis siswa diberikan soal untuk menemukan kalimat utama, lalu menuliskan kalimat utama tersebut dan membuat suatu ringkasan. Selanjutnya, bentuk tes unjuk kerja (performance) siswa membaca puisi dan membanca intonasi yang tepat. Tes digunakan untuk mengetahui kompetensi siswa dalam membaca dengan menggunakan bahan ajar lama dan menggunakan bahan ajar hasil pengembangan .
Untuk mengukur kemampuan siswa membaca cepat dan membaca puisi melalui tes, peneliti menggunakan rubrik penilaian yang dikembangkan sebagai berikut.
Tabel.1
Rubrik Penilaian Membaca Cepat
No.
Aspek yang dinilai
Skor
maksimal
1.
Semangat peserta didik
5
2.
Kecepatan dalam membaca
5
3.
Ketepatan dalam menemukan ide pokok
5
4.
Kemampuan menawab soal
5

Jumlah Total
20

Tabel  2
Rubrk Penilaia Membaca Puisi
No.
Aspek
Descriptor
1
2
3
1.       
Pelafalan
Pelafalan harus jelas dalam membaca puisi



2.
Intonasi
Naik, turun/keras lemahnya, tinggi rendahnya suara



3
Ekpresi
Keserasian antara gerak sikap,ucapan, dan ekpresi ketika membaca puisi




Skor  maksimal
No. 1= 11        2=6      3=6
Penghitungan nilai akhir dalam skala 0-100 adalah  sebagai berikut:
Nilai akhir = Pemerolehan  Skor   X 100
                        Skor  Maksimal
Skor hasil tes tertulis dan tes unjuk kerja dianalisis dengan melihat perbedaan antara skor hasil tes siswa yang menggunakan bahan ajar lama dengan skor hasil tes siswa yang menggunakan bahan ajar hasil pengembangan.Skor ditentukan dengan cara membagi jumlah pilihan dikali bobot dengan jumlah subjek dikali bobot tertinggi. Selanjutnya hasil pembagian dikali 100 untuk memperoleh persentase.
Kriteria Penilaian Hasil Tes
                           Jumlah skor yang diperoleh
     Skor =                                                                    x 100     
                             Jumlah skor maksimal
 


Angket pun diberikan kepada para ahli pada tahap expert review dalam bentuk skala likert untuk mendapat informasi tentang opini dan komentar mereka setelah mengevaluasi buku teks membaca yang dikembangkan. Angket ini dalam bentuk skala likert yang memiliki rentang dari sangat tidak baik, tidak baik, netral, baik, dan sangat baik yang memiliki rentang skor 1 sampai dengan 5.
Tabel 3
Skala Likert
1
2
3
4
5
Sangat Tidak baik
Tidak baik
Netral
Baik
Sangat Baik
(Sugiyono, 2010)
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, validasi produk atau bahan ajar hasil pengembangan dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang dirancang tersebut. Kriteria para ahli itu sudah dijelaskan sebelumnya. Validasi terhadap bahan ajar hasil pengembangan meliputi 1) aspek kelayakan isi, 2) aspek kebahasaan, 3) aspek sajian, dan  4) aspek kegrafikaan. Berikut ini adalah tabel-tabel yang akan digunakan oleh para ahli pada tahap expert review.


Tabel 4
Validasi Kelayakan Isi








No
Komponen Penilaian
Skor
Jumlah
1
2
3
4
5
1
Kesesuaian dengan KI dan KD






2
Kesesuaian dengan kebutuhan siswa






3
Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar






4
Kebenaran materi yang disajikan






5
Kebermanfaatan bagi siswa
















Tabel  5
Validasi Kebahasaan








No
Komponen Penilaian
Skor
Jumlah
1
2
3
4
5
1
Keterbacaan bahan ajar 






2
Kejelasan informasi yang disajikan






3
Kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia






4
Pnggunaan bahasa yang mudah dipahami


















Tabel  6
Validasi Sajian








No
Komponen Penilaian
Skor
Jumlah
1
2
3
4
5
1
Kejelasan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai






2
Kesesuaian urutan sajian materi






3
Pemberian motivasi dan daya tarik






4
Adanya stimulus dan respons atau interaksi






5
Kelengkapan informasi yang disajikan
















Tabel  7
Validasi Kegrafikaan








No
Komponen Penilaian
Skor
Jumlah
1
2
3
4
5
1
Penggunaan ukuran dan jenis huruf






2
Tata letak






3
Ketepatan ilustrasi gambar yang disajikan






4
Halaman sampul






5
Tampilan fisik bahan ajar









3. Teknik Analisis Data
Data angket yang diberikan pada siswa dan guru diolah secara objektif dan kemudian dideskripsikan. Hasilnya digunakan untuk melengkapi data untuk mengembangkan bahan ajar menulis cerita pendek. Adapun tahap penganalisaan data angket adalah (1) data angket diperiksa dan diklarifikasikan secara objektif, (2) data angket dianalisis serta dideskripsikan, dan (3) ditarik kesimpulan.
Sementara itu, hasil data angket evaluasi tim ahli di tahap expert review dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan skor, dideskripsikan serta ditarik kesimpulan. Skala pengukuran yang digunakan adalah jenis rating scale sebagai berikut.
1 = sangat tidak baik/tidak sesuai
2 = kurang sesuai
3 = cukup
4 = baik
5 = sangat baik/sesuai
(Sugiyono, 2012: 98 — 99)
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada guru dan siswa diolah secara objektif, dideskripsikan, dan kemudian ditarik kesimpulan. Hasilnya digunakan untuk melengkapi data dalam mengembangkan dan merevisi bahan ajar membaca.
Teknik tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa pretes dan postes. Pretes dilakukan sebelum mahasiswa menggunakan  buku teks hasil pengembangan sendiri sedangkan postes dilakukan setelah siswa mempelajari materi-materi dalam buku teks hasil pengembangan sendiri.
            Teknik analisis data tes dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut (1) data skor hasil analisis tes dianalisis dengan melihat perbedaan skor hasil tes siswa yang menggunakan bahan ajar lama dan skor hasil tes siswa yang menggunakan buku tekshasil pengembangan peneliti,(2) data tes diindetifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan komponen dan jenis bahan ajar yang dikembangkan, (3) data tes disajikan dalam bentuk grafik, tabel, dan kurva, (4) data tes dianalisis secara deskriptif dalam bentuk perhitungan kuantitatif, (5) data tes juga dianalisis dengan menggunakan uji t melalui SPSS 16, dan terakhir (6) memberikan simpulan terhadap hasil analisis data.

4. Langkah Kerja dan Jadwal Penelitian
4.1 Langkah Kerja
a.      Tahap Persiapan
Adapun tahap-tahap persiapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1)      Studi pendahuluan
2)      Identifikasi masalah
3)      Menyusun kisi-kisi analisis kebutuhan
4)      Menyusun proposal penelitian
5)      Mengajukan proposal dan konsultasi dengan dosen pembimbing
6)      Seminar proposal

b.      Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1)      Analisis kebutuhan
a.       Menyebarkan angket
b.      Melaksanakan wawancara kepada siswa dan guru
c.       Merancang Buku Teks Mebaca
2)      Tahap penilaian
a.       Tahap validitas
b.      Tahap efektivitas
c.       Tahap revisi
c. Tahap Penganalisisan Data
                        Tahap penganalisisan data dalam penelitian ini adalah sebagai
                berikut.
1)      Pemeriksaan dan pengklasifikasian data
2)      Penganalisisan data dari angket siswa dan guru
3)      Kesimpulan
d.   Tahap Penyusunan Laporan Hasil Penelitian
Tahap penyusunan laporan hasil penelitian adalah sebagai berikut.
1)      Menyusun konsep laporan
2)      Penyempurnaan laporan
3)      Penggandaan laporan peneliti
4.2 Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu enam bulan, dari bulan Maret 2015 sampai dengan Agustus 2015. Jadwal penelitian dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 3. Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
 Tahun 2015/Bulan ke-
 3
 4
 5
 6
 7
 8
1.
Persiapan
V





2.
Penyusunan proposal penelitian

V




3.
Pengumpulan data


V



4.
Pengolahan data



V


5.
Pembuatan laporan hasil penelitian




V
V





DAFTAR PUSTAKA

Amri, S dan Ahmadi, Iif Khoiru. (2010). Konstruksi pengembangan pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktek. Jakarta:  Rineka Cipta.

Borg, W.R. and Gall, M.D. (1983). Education research: an introduction. London: Longman, Inc.

Depdiknas. (2007). Silabus kelas V sekolah dasar. Jakarta: Dikdasmen.

Depdiknas. (2008). Panduan pengembangan bahan ajar. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Dirjen manajemen Pendidikan dasar dan menengah Depdiknas.

Dick, W, Lou Carey, and James O. Carey. (2005). The systematic design of instruction. Boston: Pearson.

Dick dan Carey. (1978). The systematic design of instruction. USA: Foresman and Company.

Grabe, William dan Fredricka L. Stoller. 2002. Teach ing and Reseaching Reading. London: Longman.

Harijanto.(2007). Jurnal Didaktika.Pengembangan Bahan AJar Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran Program Pendidikan Pembelajar Sekolah Dasar. Vol.2 No. 1 Maret 2002: 216-226. Diakses bulan April 2015.

Jolly, David and Rod Bolitho. (1998). A Framework for Material Writing dalam Brian Tomlinson (Ed.) Material Development in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.
Lestari, D. (2010). Pengembangan bahan ajar membaca kelas iv  Sekolah. Tidak diterbitkan. Palembang: Pascasarjana Unsri.

Nurhadi. (2004). Bagaimana meningkatkan kemampuan membaca. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Nurhadi. (2010). Membaca cepat dan efektif. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Prastowo, A. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Jakarta: Kencana Predanamedia Group.

Rahim, F. (2008). Pengajaran membaca di sekolah dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
                                             
Setiawan, D, Wahyuni, K, dan Prastati, T. (2007). Pengembangan bahan ajar. Jakarta: Universitas Terbuka.

Subadiyono. (2011). Peningkatan pemahaman bacaan dengan menggunakan pendekatan interaktif (Penelitian tindakan pada mahasiswa program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia FKIP Universitas Sriwijaya). Yogyakarta: Pohon Cahaya.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Tarigan, H.G. (1979). Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tessmer, M. 1998. Planning and Conducting Formative Evaluations. London: Biddles Ltd, Guildford and King’s Lynn.

Tomlinson, B (Ed). (1998). Materials development in language teaching. cambridge: Cambridge University Press.










Tiada ulasan:

Catat Ulasan