PENGEMBANGAN
BAHAN AJAR MEMBACA KELAS V SD NEGERI 1 EPIL
1.
Latar
Belakang
Membaca menduduki peran
penting dalam konteks pendidikan manusia terlebih pada era globalisasi, informasi, dan
komunikasi seperti sekarang ini. Hal ini disebabkan membaca merupakan sebuah
jembatan bagi siapa saja yang berkeinginan meraih kemajuan dan kesuksesan baik
dilingkungan pendidikan maupun pekerjaan. “Melalui membaca, seseorang dapat
memperoleh pengalaman baru melebihi batas ruang dan
waktu. Dengan membaca seseorang akan memperoleh informasi untuk keperluan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan kebudayaan” (Subadiyono, 2011: 9).
Kegiatan membaca
bukanlah kegiatan tunggal, melainkan kegiatan yang kompleks. Hal ini disebabkan
membaca merupakan kegiatan dengan pengalaman yang aktif, yakni suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar
bertujuan, perlu pemahaman, dan pemaknaannya akan ditentukan sendiri oleh
sejumlah pengalaman membaca. Dari segi
linguistik membaca merupakan suatu proses penyandian (encloding process) dan sebagai suatu penafsiran atau interpetrasi
terhadap pembacaan
sandi (decoding process) yang
menghubungkan kata-kata tulis dengan bahasa lisan yang mencakup perubahan
tulisan menjadi bunyi yang bermakna (Tarigan, 1979: 7).
Sehubungan dengan yang
diuraikan di atas, dalam proses membaca diperlukan sejumlah kemahiran. Menurut
Grabe dan Stoller (2002:13), kemahiran itu antara lain (1) mengingat gagasan
utama beserta uraian penjelasan dalam teks, (2) mengenali dan membangun
kerangka retorik yang mengorganisasikan teks, (3) menghubungkan teks dengan
latar belakang pengetahuan pembaca.
Di
Sekolah Dasar, yang memegang peranan penting adalah pembelajaran membaca. Tanpa memiliki
kemampuan membaca yang memadai sejak dini, anak mengalami kesulitan belajar di
kemudian hari. Kemampuan membaca menjadi dasar
utama tidak saja bagi pembelajaran bahasa itu sendiri, tetapi juga bagi
pembelajaran mata pelajaran lainnya (Rahim, 2008). Dengan membaca siswa dapat
memperoleh pengetahuan yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan daya
nalar, sosial, dan emosionalnya.
Keberhasilan
guru dalam menjalankan tugasnya bisa mempengaruhi
dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu, guru hendaknya harus
menyiapkan diri dalam menyajikan bahan ajar, menentukan kegiatan yang akan
dilakukan bersama para siswanya, mampu meningkatkan keterampilan khusus
tersebut, sebagai sarana penunjang pembelajaran agar mencapai tujuan yang
hendak diinginkan. Dengan demikian, peranan bahan
ajar sebagai salah satu komponen pembelajaran sangat penting dalam usaha
meningkatkan hasil belajar.
Salah satu kegiatan
dalam meningkatkan
hasil belajar adalah merancang bahan ajar. Bahan ajar yang dapat memudahkan
siswa belajar. Amri dan Ahmadi (2010:159) mengemukakan bahwa pengembangan bahan
ajar dapat memberikan manfaat bagi guru antara lain (1) diperolehnya bahan ajar
yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan kebutuhan siswa, (2) guru tidak lagi tergantung kepada
buku teks yang terkadang sulit diperoleh, (3) memperkaya karena dikembangkan
dengan menggunakan
berbagai referensi, (4) menambah khasanah pengetahuan
dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar, (5) membangun komunikasi
pembelajaran yang efektif antara guru dan siswa, dan (6) menambah angka
kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan. Bagi siswa, manfaat
pengembangan bahan ajar antara lain (1) menjadikan kegiatan pembelajaran
menjadi lebih menarik, (2) memberikan kesempatan untuk belajar secara mandiri
dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru, dan (3) memberikan
kemudahan dalam mempelajari kompetensi yang harus dikuasai.
Menurut (Depdiknas, 2008:6) bahan ajar berfungsi sebagai (1) pedoman bagi
guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran,
sekaligus sebagai substansi kompetensi yang harus diajarkan kepada siswa, (2)
pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses
pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang harus dikuasai, dan (3)
sebagai alat evaluasi pencapaian hasil pembelajaran
Berdasarkan survei awal yang dilakukan
peneliti diketahui bahwa bahan ajar yang digunakan guru ialah buku teks
“ Bahasa Indonesia Membuatku Cerdas” diterbitkan oleh Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional yang berasal dari sekolah. Buku teks tersebut terdiri dari unsur judul, materi dan
latihan. Kelemahan bahan ajar berupa buku teks yang digunakan antara lain, (1)
ketidakselarasan urutan materi pembelajaran antara silabus dan buku teks, (2)
tidak mencantumkan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator, (3)
teks bahan bacaan siswa tidak kontekstual, (4) tidak terdapat petunjuk kegiatan
belajar,(5) tidak ada penilaian, dan (6) minimnya materi pembelajaran mengenai
bahan bacaan.
Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan peneliti pada beberapa guru diperoleh data sebagai
berikut. Guru sudah terbiasa mengambil materi sebagai bahan ajarnya dari buku
teks atau buku pelajaran yang disediakan sekolah.
Komponen sistem perencanaan berdasarkan pada kurikulum yang
berlaku saat ini terdiri atas komponen Standar Kompetensi (SK), Kompetensi
Dasar (KD), Materi Ajar, Indikator, Metode Penyampaian, Alat dan Media yang
dibutuhkan, serta sistem evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur
ketercapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
seharusnya dikuasai oleh pemelajar.
Sehubungan dengan itu,
guru dan siswa membutuhkan bahan ajar yang komplit atau lengkap dari judul,
mencantumkan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator
yang akan dicapai, materi, latihan dan penilaian. Bahan ajar yang memudahkan
siswa untuk memahaminya dan bahan ajar yang sesuai dengan tingkat umur siswa
dalam belajar yang lebih memberdayakan anak didik. Sebuah bahan ajar yang baru dan menarik merupakan langkah
untuk memberikan pembelajaran kemampuan dasar membaca
yang menyenangkan bagi anak didik. Peneliti mencoba mengembangkan bahan ajar berupa buku teks di kelas V dalam
pembelajaran membaca berupa: memahami
teks melalui membaca membaca 75
kata/menit, dan membaca puisi.
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, permasalahan yang berkaitan dengan hal itu adalah
bagaimana pengembangan bahan ajar membaca untuk siswa kelas V SD
Negeri 1 Epil? Secara lebih rinci rumusan masalah penelitian adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimanakah kebutuhan buku teks dalam
pembelajaran membaca yang dijadikan
bahan pengembangan pembelajaran menurut siswa dan guru?
2. Bagaimanakah rancangan buku teks yang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam
pembelajaran membaca?
3. Bagaimanakah validasi buku teks dalam pembelajaran
membaca hasil pengembangan?
4.
Bagaimanakah efek potensial bahan ajar
hasil pengembangan pada pembelajaran keterampilan membaca dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas
V
SD Negeri 1 Epil?
1.
Tujuan
Penelitian
Bertolak dari
permasalahan tersebut tujuan penelitian ini secara umum terbentuknya bahan ajar membaca untuk siswa kelas V SD
Negeri 1 Epil
yang dirinci berikut ini.
1. Mendeskripsikan
hasil
kebutuhan bahan ajar dalam pembelajaran membaca
yang akan dijadikan bahan pengembangan pembelajaran.
2. Mendeskripsikan Buku
teks yang sesuai dengan analisis kebutuhan
bahan ajar dalam pembelajaran membaca .
3. Menghasilkan
produk bahan ajar membaca untuk pembelajaran keterampilan membaca di kelas V SD
Negeri 1 Epil.
4.
Mengetahui efek potensial bahan ajar hasil pengembangan pada pembelajaran keterampilan membaca
dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri
1 Epil.
2.
Manfaat
Hasil Penelitian
Secara praktis, hasil
penelitian pengembangan bahan ajar membaca ini diharapkan dapat menghasilkan
bahan ajar membaca di kelas V yang sesuai dengan tingkat umur siswa, serta
menarik. Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai
masukan bagi guru, siswa, sekolah sebagai institusi pendidikan dan
peneliti/ilmuan. Bagi siswa, bahan ajar ini diharapkan dapat membantu siswa
dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Epil yang menjadi subjek penelitian
ini. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif bahan ajar dalam
pembelajaran membaca khususnya untuk meningkatkan proses dan hasil kemampuan
membaca. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu
pembelajaran. Bagi ilmuan/peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan bahan ajar yang dapat
dijadikan objek penelitian yang lebih luas.
3.
Landasan Teori
5.1 Bahan
ajar
Ada berbagai definisi bahan ajar yang dikemukakan
oleh para ahli.
Menurut Prastowo
(2014:138) mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik
informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan
sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam
proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi
pembelajaran. Menurut
Panen dikutip Setiawan (2007:1.5) bahwa bahan ajar adalah bahan atau materi
pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam
proses pembelajaran. Selanjutnya
bahan ajar adalah segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun
secara sistematis yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran dan memungkinkan siswa untuk belajar
(Depdiknas, 2010:27).
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah
semua perangkat pembelajaran atau materi pembelajaran yang yang disusun secara
sistematis untuk keperluan suatu proses pembelajaran. Bahan ajar merupakan bagian penting dalam proses
pembelajaran di kelas. Bagaimana mungkin proses pembelajaran dapat berlangsung
tanpa adanya bahan ajar yang disajikan kepada pemelajar. Keberadaan bahan ajar
merupakan bagian dari sistem yang tidak boleh ditiadakan dalam pembelajaran.
Apabila salah satu sistem itu tidak dihadirkan, maka akan mengganggu kelancaran
sistem yang lainnya.
Bahan ajar yang
akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar membaca berbentuk buku sesuai dengan aspek kompetensi yang akan dikembangkan. Produk
akhir dari hasil pengembangan ini adalah buku bahan ajar yang bersifat fleksibel.
Strategi penggunaan atau penyampaian buku bahan ajar hasil pengembangan
tersebut dilakukan melalui kegiatan pembelajaran tatap muka di kelas.
5.2 Jenis-Jenis Bahan Ajar
Jenis-jenis
bahan ajar berdasarkan teknologi atau media yang digunakan meliputi: (1) bahan
ajar cetak (printed) seperti modul,
lembar kerja siswa (LKS), handout,
buku ajar, foto/gambar, model/maket, leaflet,
dan wallchart, (2) bahan ajar dengar
(audio) seperti kaset, radio,
piringan hitam, dan compact disc audio,
(3) bahan ajar pandang dengar (audio
visual) seperti video compact disc (VCD), digital compact disc (DVD), dan film, (4) bahan ajar multimedia
interaktif (interactive teaching material)
seperti Computer Assisted Instruction
(CAI), Compact Disc (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan
ajar berbasis jaringan (Ellington dikutip Setiawan, 2007:1.7).
Selanjutnya,
Ahmadi (2010:161) membagi jenis bahan ajar menjadi 4, yaitu “(1) bahan ajar pandang (visual); (2) bahan ajar
dengar (audio); (3) bahan ajar pandang-dengar (audiovisual); (4) bahan ajar
multimedia interaktif”.
Berdasarkan
uraian di atas, jenis bahan ajar yang akan dihasilkan dalam penelitian dan
pengembangan ini adalah bahan ajar cetak berbentuk buku.
5.3. Prinsip-Prinsip dalam Mengembangkan Bahan Ajar
Penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran harus
memerhatikan beberapa Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran
meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan (Depdiknas, 2010:27 ).
- Prinsip Relevansi
Materi pembelajaran
hendaknya relevan atau terdapat kaitan antara materi dengan pencapaian standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Misalnya dalam menyajikan konsep, definisi,
prinsip, prosedur, contoh, dan pelatihan harus berkaitan dengan kebutuhan
materi pokok yang terkandung dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar
sehingga siswa dapat dengan mudah mengidentifikasi dan mengenali gagasan,
menjelaskan ciri suatu konsep, dan memahami prosedur dalam mencapai suatu
sasaran tertentu.
- Prinsip Konsistensi
Sebuah bahan ajar harus
mampu menjadi solusi dalam pencapaian kompetensi. Dalam penyusunan bahan ajar
yang harus diperhatikan adalah indikator yang harus dicapai dalam kompetensi
dasar. Apabila terdapat dua indikator maka bahan yang digunakan harus meliputi
dua indikator
tersebut.
- Prinsip Kecukupan
Prinsip kecukupan
artinya, materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa
menguasasi kompetensi yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit dan
tidak terlalu banyak. Apabila materi yang diberikan terlalu sedikit, maka siswa
akan kurang dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Apabila materi yang diberikan
terlalu banyak, maka siswa akan merasa bosan dan pembelajaran membutuhkan waktu
yang banyak. Padahal yang dibutuhkan dalam pembelajaran adalah materi yang
sesuai dengan kompetensi dasar baik dalam segi isi maupun banyaknya materi.
5.4
Karakteristik
Bahan Ajar
Bahan
ajar yang diberikan kepada siswa haruslah bahan ajar yang mudah dipahami siswa.
Bahan ajar yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuannya harus
memiliki karakteristik yang relevan dengan kebutuhan siswa. Degeng (dikutip
Harijanto, 2007), bahan ajar harus
memiliki karakteristik tertentu, yaitu (1) isi pesannya harus dianalisis dan
diklarifikasi ke dalam kategori-kategori tertentu, (2) setiap kategori harus
dibagi menjadi beberapa penggalan teks, (3) perlu ada pengajian format visualisasi
untuk memberikan kemenarikan isi, dan (4) kategori format judul yang berisi
bahan yang harus diseleksi. Sementara
itu, menurut Dick dan Carey (2005), bahan ajar harus memenuhi karakteristik
yang harus dimiliki dalam pengembangan bahan ajar yaitu: (a) mengacu pada
tujuan, (b) terdapat keserasian dalam tujuan, (c) sistematik, (d) berpedoman
pada evaluasi, juga memenuhi tiga komponen utama teori pembelajaran seperti:
metode, kondisi, dan hasil.
Menurut
Dick dan Carey (2005) model pengembangan bahan ajar memiliki kriteria-kriteria:
(1) menarik, (2) isi sesuai dengan tujuan khusus pembelajaran, (3) urutannya
tepat, (4) ada petunjuk penggunaan bahan
ajar, (5) ada soal latihan, (6) ada jawaban latihan, (7) ada tes, (8)
ada petunjuk kemajuan pembelajaran, dan (9) ada petunjuk bagi pebelajar menuju
kegiatan berikutnya. Sejalan dengan pendapat diatas, Harijanto (2007)
mengemukakan bahwa bahan ajar yang dapat
memudahkan belajar adalah bahan ajar
yang memiliki komponen yang jelas berupa (1) tujuan umum pembelajaran, (2) tujuan khusus pembelajaran, (3) petunjuk
khusus pemakaian buku ajar, (4) uraian isi pelajaran yang disusun secara
sistematis, (5) gambar/ilustrasi untuk memperjelas isi pelajaran, (6)
rangkuman, (7) evaluasi formatif dan tindak lanjut untuk kegiatan belajar
berikutnya, (8) daftar bacaan, (9) kunci jawaban.
Berdasarkan
uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pengembangan bahan ajar yang bermutu
harus memiliki beberapa kriteria, yaitu (1) memiliki tujuan yang jelas; (2)
memiliki manfaat baik bagi guru maupun bagi siswa; (3) dalam pengembangan
pembelajaran bahasa sangat ditentukan oleh tiga faktor, yaitu variabel, guru,
siswa, dan variabel kontekstual; dan (4) mengikuti prinsip-prinsip pengembangan
bahan ajar, yaitu dari abstrak menuju konkrit, mudah dipahami, memberikan
motivasi, memperhatikan perbedaan individu, kontekstual, dan memberikan umpan
balik.
5.5. Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Pengembangan
Bahan Ajar
Menurut Setiawan (2007:1.40) “Ada lima faktor yang harus
dipertimbangkan dalam pengembangan bahan ajar adalah: (1) kecermatan isi; (2)
ketepatan cakupan; (3) ketercernaan bahan ajar; (4) penggunaan bahasa; (5)
perwajahan/ pengemasan”.
Kecermatan isi adalah
validitas/kesahihan isi atau kebenaran isi secara ilmiah. Validasi isi menunjukkan
bahwa isi bahan ajar tidak dikembangkan secara asal-asalan. Isi bahan ajar
dikembangkan berdasarkan konsep dan teori yang relevan. Isi bahan ajar dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau secara keilmuan.
Ketepatan cakupan berhubungan dengan
isi bahan ajar dari sisi keluasan dan kedalaman isi atau materi, serta keutuhan
konsep berdasarkan keilmuan. Perlu diingat bahwa acuan utama dalam penentuan
keluasan dan kedalaman isi bahan ajar adalah kurikulum, khususnya tujuan
pembelajaran umum maupun tujuan pembelajaran khusus, dan topik-topik esensial
dari suatu mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum.
Ketercernaan bahan ajar artinya
bahan ajar dapat dipahami dan isinya dapat dimengerti oleh siswa dengan mudah.
Ada enam hal yang mendukung tingkat ketercernaan bahan ajar: (1) pemaparan yang
logis; (2) penyajian materi yang sistematis; (3) contoh dan ilustrasi yang
memudahkan pemahaman; (4) alat bantu yang memudahkan untuk mempelajari bahan
ajar; (5) format yang tertib dan konsisten; (6) adanya penjelasan tentang
relevansi antartopik dan manfaat bahan ajar (Setiawan, 2007:1.43—1.47).
Penggunaan bahasa dalam bahan ajar
memegang peranan penting. Penggunaan bahasa meliputi pemilihan ragam bahasa,
pemilihan kata, penggunaan kalimat efektif akan sangat berpengaruh terhadap
manfaat bahan ajar. Jika bahasa yang digunakan pada bahan ajar tidak dimengerti
siswa maka bahan ajar tidak akan bermakna apa-apa. Gunakan senarai (daftar kata
sukar) untuk membantu memberikan batasan istilah-istilah teknis.
Perwajahan atau pengemasan berperan
dalam perancangan atau penataan letak informasi dalam bahan ajar. Perwajahan
yang disajikan dengan menarik akan dapat menimbulkan ketertarikan siswa untuk
menggunakan bahan ajar tersebut. Urutan pengemasan isi paket bahan ajar harus
tertata dengan rapi dan konsisten. Pengemasan bahan ajar secara garis besarnya
terdiri atas tiga kelompok besar, yaitu (1) pendahuluan; (2) uraian; dan (3)
akhir.
Penggunaan ilustrasi dalam bahan
ajar memiliki manfaat antara lain membuat bahan ajar menjadi lebih menarik
melalui variasi penampilan. Manfaat lain dari ilustrasi adalah untuk
memperjelas pesan atau informasi yang disampaikan. Ilustrasi yang biasa
digunakan dalam bahan ajar adalah daftar atau table, grafik, kartun, foto,
gambar, sketsa, symbol, dan skema (Setiawan, 2007:1.40—1.55).
5.6 Buku sebagai Bahan Ajar
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa ada beberapa
bentuk bahan ajar yang sering digunakan dalam dunia pendidikan, ada yang
berbentuk bahan ajar cetak (tertulis), bahan ajar dengar (audio), bahan ajar
pandang dengar (audio visual), dan bahan ajar multimedia interaktif. Salah satu
bentuk bahan ajar cetakan adalah buku. Menurut
Nasituon (dikutip Prastowo, 2013:167), “Buku teks pelajaran adalah bahan
pengajaran yang paling banyak digunakan diantara semua bahan pengajaran
lainnya”. ”. Sementara dalam kamus Oxford,
buku diartikan sebagai number of sheet of
paper, either printed or blank, fastened together in a cover, yaitu
sejumlah lembaran kertas, baik cetakan maupun kosong. Hal serupa juga dapat
ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mendefinisikan buku sebagai
lembar kertas berjilid, berisi tulisan atau kosong (1991:152).
Buku
teks pelajaran hingga kini masih dianggap sebagai bahan ajar yang paling umum.
Ini terbukti hampir diberbagai institusi pendidikan, dari jenjang yang paling
dasar hingga yang paling tinggi, pada umumnya mengunakan buku teks pelajaran
sebagai bahan ajar utamanya. Hal ini membuktikan pula bahwa keberadaan buku
teks pelajaran masih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
pembelajaran yang berlangsung diberbagai pendidikan saat ini.
Buku
sebagai bahan tertulis dalam bantuk lembaran-lembaran kertas yang dijilid dan
diberi kulit (cover) yang menyajikan
ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis oleh pengarangnya, dapat
dilihat bahwa buku teks pelajaran tersusun atas beberapa komponen tertentu.
Susunan komponen-komponen ini juga disebut sebagai struktur buku teks. Prastowo
(2013:175) menyatakan bahan ajar berbentuk buku teks pelajaran terdiri atas
lima komponen, yaitu; (1) judul, (2) kompetensi dasar atau materi pokok, (3)
informasi pendukung, (4) latihan, (5) penilaian. Jadi, dalam membuat sebuah
buku teks pelajran, maka kelima komponen utama itu harus ada. Selain itu, isi
kandungannya juga harus mengaju kepada kompetens dasar yang telah ditetapkan
berdasarkan kurikulum yang berlaku.
Bagan
1. Komponen-Komponen dalam Buku
5.7 Evaluasi Bahan Ajar
Dalam
proses pengembangan bahan ajar, evaluasi
bahan ajar sangat penting peranannya. Hasil evaluasi tersebut diharapkan
menjadi feedback terhadap kualitas
bahan ajar yang disusun penulisnya. Evaluasi bahan ajar juga dapat menentukan
kelayakan bahan ajar tersebut sebagai bahan dan media pembelajaran. Di samping
itu, evaluasi bahan ajar juga diharapkan dapat menghasilkan suatu produk bahan
ajar yang sesuai dengan kebutuhan penggunaanya.
Komponen-komponen
evaluasi mencakup empat bagian. Komponen tersebut adalah komponen
kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan
kegrafikaan. Keempat komponen tersebut saling berkaitan erat dan menjadi satu
kesatuan komponen dalam bahan ajar (Depdiknas, 2008: 28).
Dalam
penelitian ini digunakan dua metode evaluasi, yaitu evaluasi sebelum dan
sesudah bahan ajar digunakan kepada siswa. Evaluasi sebelum adalah evaluasi
yang dilakukan oleh pakar atau ahli untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dan
kelebihan bahan ajar untuk digunakan. Hasil evaluasi ini akan dijadikan masukan
untuk melakukan revisi/perbaikan atau bahkan perubahan terhadap bahan ajar.
Evaluasi sesudah merupakan evaluasi untuk melihat efektivitas bahan ajar, yaitu
pemahan siswa setelah menggunakan bahan ajar yang dikembangkan.
5.8 Pembelajaran
Membaca
Menurut Soedarso
(2001:4), “Membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengarahkan sejumlah
besar tindakan yang terpisah-pisah”. Selanjutnya Tarigan (1979:7) mengemukakan bahwa “Membaca adalah
suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh
pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa
tulis. Subadiyono (2011:17) mengungkapkan bahwa membaca adalah apa yang terjadi
ketika orang melihat teks dan memberi makna terhadap simbol tertulis pada teks.
Teks dan pembaca adalah dua entitas fisik penting bagi proses terjadinya
membaca. Walaupun demikian, interaksi antara pembaca dengan tekslah yang merupakan
membaca sebenarnya.
Menurut
Mey-yun (dikutip Subadiyono, 2011:18), membaca tergantung pada keberhasilan
interaksi beberapa faktor (1) kecakapan konseptual yang mengacu pada kapasitas
intelektual seperti analisis, sintesis, dan inferens, (2) latarbelakang
pengetahuan yang mencakup pengetahuan sosiokultural, (3) strategi proses yang
mengacu pada kecakapan dan keterampilan membangun kembali makna teks melalui
penyampelan berdasarkan pengetahuan korespondensi graphem-morfofonem, informasi
silabi-morfem, informasi sintaktik, makna leksikal, makna kontekstual, dan
strategi kognitif.
Berdasarkan kedua
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh pembaca dalam usaha memahami isi dari apa yang tertulis dengan
tepat dan cepat guna memperoleh pesan atau informasi yang disampaikan penulis
melalui bahasa tulis.
Adapun pelaksanaan yang
dilakukan dalam membaca. Rahim (2008) membagi kegiatan yang dilakukan dalam
membaca sebagai berikut:
1. Kegiatan Prabaca
Kegiatan
prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum siswa melakukan
kegiatan membaca. Dalam kegiatan prabaca, guru mengarahkan perhatian
pada pengaktifan skemata siswa yang berhubungan dengan topik bacaan. Pengaktifan skemata siswa yang
berhubungan dengan topik bacaan. Pengaktifan skemata siswa bisa dilakukan
dengan berbagai cara, misalnya dengan cara peninjauan awal, pedoman antisipasi,
pemetaan makna, menulis sebelum membaca, dan drama kreatif. Skemata ialah latar belakang pengetahuan
dan pengalaman yang telah dimiliki siswa tentang suatu informasi atau konsep
tentang sesuatu. Skemata menggambarkan sekelompok konsep yang tersusun dalam
diri seseorang yang dihubungkan dengan objek, tempat-tempat, tindakan, atau
peristiwa. Skema (kata tunggal dari skemata) seseorang menggambarkan apa yang
diketahui seseorang tentang konsep tertentu dan hubungan antarpotongan-potongan
informasi yang telah diketahui seseorang. Dua orang mungkin mempunyai skemata
yang sangat berbeda tentang suatu konsep dasar yang sama.
Gruber
(dikutip Rahim, 2008:100) mengemukakan beberapa teknik yang bisa dilakukan guru
untuk mengaktifkan skemata siswa melalui kegiatan prabaca. Kegiatan prabaca
yang dimaksud ialah membuat prediksi seperti yang dikemukakan berikut ini; (1)
guru membaca judul bacaan dengan nyaring, kemudian memperkenalkan para pelaku
dengan menceritakan nama-nama mereka dan beberapa pernyataan yang menceritakan
para pelaku, tokoh, akhirnya guru menyuruh siswa memprediksi kelanjutan cerita,
(2) kegiatan memprediksi untuk menceritakan minat siswa pada bacaan dengan
menggunakan teknik prediksi kegiatan prabaca yang dilakukan ialah membaca
nyaring beberapa halaman dari sebuah buku. Jika tebalnya 100 halaman, suruh
siswa mengambil 3 halaman antara halaman 1 sampai dengan 100. Baca 3 halaman
tersebut dengan nyaring, kemudian suruh siswa memprediksi isi cerita. Kegiatan
ini membangkitkan rasa ingin tahu dan minat siswa kepada buku tersebut, (3)
kegiatan lain yang tercakup dalam kegiatan prabaca ialah menggunakan berbagai
stimulus untuk mempertahankan perhatian siswa pada pelajaran. Pada kegiatan ini
guru harus berusaha menggunakan berbagai cara, dengan menggunakan media suara
yang bervariasi (mungkin juga berhenti berbicara), gerakan-gerakan misalnya
gerakan tangan, ekspresi wajah, dan sebagainya. (Rahim, 2008:100--101).
2. Kegiatan Saat Baca
Setelah kegiatan
prabaca, kegiatan berikutnya ialah
kegiatan saat baca (during
Reading). Beberapa strategi dan kegiatan bisa digunakan dalam kegiatan saat
baca untuk meningkatkan pemahaman siswa. Akhir-akhir ini perhatian banyak
dicurahkan pada penggunaan strategi metakognitif siswa selama membaca. Burns
(dikutip Rahim, 2008) mengungkapkan bahwa penggunaan teknik metakognitif secara
efektif mempunyai pengaruh positif pada pemahaman. Strategi belajar secara
metakognitif akan meningkatkan keterampilan belajar siswa.
Metakognisi itu sendiri
merujuk pada pengetahuan seseorang tentang fungsi intelektual yang datang dari
pikiran mereka sendiri serta kesadaran mereka untuk memonitor dan mengontrol
fungsi ini. Metakognisi melibatkan kegiatan menganalisis cara berpikir yang
sedang berlangsung. Dalam tugas membaca, pembaca yang memperlihatkan
metakognisinya, memilih keterampilan dan teknik-teknik membaca yang cocok
dengan tugas membaca tertentu.
Bagian dari proses
metakognitif ialah memutuskan tipe tugas yang dibutuhkan untuk mencapai
pemahaman. Pembaca menanyakan pada dirinya sendiri, seperti pertanyaan berikut:
(1) apakah jawaban yang saya butuhkan dapat dikemukakan secara langsung dalam
teks? Jika ya, pembaca akan mencari kata-kata penulis yang tepat untuk satu
jawaban, (2) apakah teks tersebut mengimplikasikan jawaban dengan memberi
petunjuk yang jelas berhubungan dengan pertanyaan serta alasan yang berkaitan
dengan informasi yang tersedia sehingga pembaca bisa menentukan jawaban yang
cocok, (3) apakah jawaban harus berasal dari pengetahuan dan gagasan saya
sendiri yang berkaitan dengan cerita? Jika demikian, pembaca harus
menghubungkan pengetahuan awalnya dengan informasi yang diberikan dalam teks
sehingga mendapatkan jawaban yang diperlukan.
Kegiatan saat baca
lebih lanjut bisa dikembangkan dengan cara lain seperti berikut. Sesudah siswa
membaca suatu cerita atau bab, suruh satu kelompok siswa berlatih membaca
bagian bacaan. Tugas siswa mengambil bagian dari karakter yang berbeda di dalam
adegan dan salah seorang menjadi narator. Siswa yang lain disuruh mengikutinya
bersama-sama. Kegiatan ini membantu siswa memahami dialog dan penggunaan
tanda-tanda kutipan.
3. Kegiatan Pascabaca
Kegiatan pascabaca digunakan untuk
membantu siswa memadukan informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata yang
telah dimilikinya sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi
(Rahim, 2008). Strategi yang dapat digunakan pada tahap pascabaca adalah
belajar mengembangkan vahan bacaan pengajaran, memberikan pertanyaan,
menceritakan kembali, dan presentasi visual.
Dalam
kegiatan pascabaca, anak-anak diberikan kesempatan mengembangkan belajar mereka
dengan menyuruh siswa mempertimbangkan apakah siswa tersebut
membutuhkan/menginginkan informasi lebih lanjut tentang topik tersebut dan di
mana mereka bisa menemukan informasi lebih lanjut.
5.8.1
Jenis-jenis membaca
Ada
beberapa jenis membaca yang dapat dilakukan oleh seseorang. Ditinjau dari segi
terdengar atau tidaknya suara pembaca, proses membaca terbagi atas membaca
nyaring dan membaca dalam hati. Tarigan (2008:23), membaca nyaring adalah suatu
aktivitas yang merupakan alat bagi guru, murid, atau pun pembaca bersama-sama
dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi,
pikiran, dan perasaan pengarang. Membaca dalam hati adalah membaca denga tidak
bersuara. Lebih lanjut, dikatakan bahwa membaca dalam hati dapat dibagi menjadi
dua, yaitu (1) membaca ekstensif dan (2) membaca ekstensif. Kedua jenis membaca
ini, memiliki bagian-bagian tersendiri. Pembagian tersebut adalah sebagai
berikut.
a.
Membaca ekstensif adalah membaca
sebanyak mungkin teks bacaan dalam waktu sesingkat mungkin (Tarigan,2008:32).
Tujuan membaca ekstensif meliputi, (1) membaca survai (survey reading), (2) membaca sekilas (skimming), dan (3) membaca dangkal (superficial reading).
b.
Membaca intensif meliputi, membaca
telaah isi dan telaah bahasa. Membaca telaah isi terbagi atas, (1) membaca teliti,
(2) membaca pemahaman, (3) membaca kritis, dan (4) membaca ide
(Tarigan,2008:40) membaca telaah bahasa mencakup, membaca bahasa dan membaca
sastra.
5.8.2
Hakikat Membaca Cepat
Membaca cepat adalah
kemampuan membaca dengan memperhatikan tujuan dari membaca. Kecepatan membaca
harus fleksibel, artinya kecepatan itu tidak harus selalu sama, ada kalanya
diperlambat karena bahan-bahan dan tujuan kita membaca (Soedarso 2004:18).
Kecepatan membaca dapat disesuaikan dengan
kebutuhan membaca apabila kata-kata dalam bacaan tergolong tidak asing,
dapat dilalui dengan cepat. Namun, apabila ada kata-kata yang tergolong asing
dapat diperlambat untuk memahami makna kata tersebut.
Nurhadi (2010:31)
mengungkapkan membaca cepat dan efektif
yaitu jenis membaca yang mengutamakan kecepatan, dengan tidak
meninggalkan pemahaman terhadap aspek bacaannya. Dengan demikian, seseorang dalam membaca
tidak hanya kecepatannya yang menjadi patokan namun juga disertai pemahaman
dari bacaan.
Membaca cepat merupakan
sistem membaca dengan memperhitungkan waktu baca dan tingkat pemahaman terhadap
bahan yang dibacanya (Suyoto 2008). Apabila seseorang dapat membaca dengan
waktu yang sedikit dan pemahaman yang tinggi maka seseorang tersebut dapat
dikatakan pembaca cepat.
Dari beberapa definisi
di atas mengenai membaca cepat, dapat disimpulkan bahwa membaca cepat adalah
proses membaca bacaan untuk memahami isi-isi bacaan dengan cepat. Membaca cepat
memberi kesempatan untuk membaca secara luas, bagian-bagian yang sudah sangat
dikenal atau dipahami tidak dihiraukan. Perhatian dapat difokuskan pada
bagian-bagian yang baru atau bagian-bagian yang belum dikuasai. Dengan membaca
cepat dapat diperoleh pengetahuan yang luas
tentang apa yang dibacanya.
5.8.3
Hambatan Membaca Cepat
Membaca cepat bagi
orang awam atau seseorang yang
tidak mendapatkan latihan khusus membuat mereka merasa lelah dalam
membaca karena lamban dalam membaca. Hal tersebut dapat diperkuat dengan adanya
kebiasaan-kebiasaan buruk dalam membaca.
Soedarso (2004:5) hal-hal yang menghambat membaca cepat adalah (1) vokalisasi;
(2) gerakan bibir; (3) gerakan kepala; (4) menunjuk dengan jari; (5) regresi;
dan (6) subvokalisasi. Lebih lanjut Nurhadi (2010:26) menyampaikan mengenai
hambatan membaca cepat antara lain (1) menyuarakan apa yang dibaca; (2) membaca
kata demi kata; (3) membantu melihat/menelusuri baris-baris bacaan dengan
alat-alat tertentu (ujung pensil, ujung jari); (4) menggerak-gerakkan kaki atau
anggota tubuh yang lain; (5) konsentrasi berpikir terpecah dengan hal-hal lain
di luar bacaan; (6) bergumam-gumam atau bersenandung; (7) kebiasaan berhenti
lama di awal kalimat, paragraf, sub-sub bab, bahkan di tengah-tengah kalimat;
(8) kebiasaan mengulang-ulang unit-unit bacaan yang telah dibaca.
Lebih lanjut Nurhadi
(2010: 14) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan membaca adalah
faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Faktor dalam (internal)
meliputi kompetensi bahasa, minat dan motivasi, sikap dan kebiasaan, dan
kemampuan membaca. Faktor luar (eksternal) dibagi lagi menjadi dua kategori,
yaitu (a) unsur dalam bacaan, dan (b) sifat-sifat lingkungan baca. Unsur dalam
bacaan berkaitan dengan keterbacaan dan faktor organisasi teks. Sifat
lingkungan baca berkenaan dengan fasilitas, guru, model pengajaran, dan
lain-lain.
Berdasarkan beberapa
pendapat di atas, hambatan-hambatan dalam membaca cepat antara lain (1) vokalisasi; (2) gerakan bibir; (3)
gerakan kepala; (4) menunjuk dengan
jari, pena, atau alat lainnya; (5) regresi; (6) subvokalisasi; dan (7) minat
dan motivasi.
5.8.4
Cara Meningkatkan Kecepatan Membaca
Soedarso (2004:19)
menguraikan cara meningkatkan kecepatan membaca antara lain (1) melihat dengan
otak karena otak menyerap apa yang dilihat mata serta persepsi dan interpretasi
otak terhadap tulisan yang dilihat oleh mata dapat mempengaruhi pemahaman
terhadap bacaan; (2) menggerakkan mata terarah (fixed) pada suatu sasaran (kata) dan melompat ke
sasaran berikutnya; (3) melebarkan jangkauan mata dan lompatan mata yaitu satu
fiksasi meliputi dua atau tiga kata; (4) membaca satu fiksasi untuk satu unit
pengertian; dan (5) meningkatkan
konsentrasi karena dengan konsentrasi, pembaca menjadi cepat mengerti dan
memahami bacaan.
Nurhadi (2010:30-32)
lebih detail menguraikan cara meningkatkan kecepatan membaca yaitu (1)
menerapkan metode dan teknik membaca; (2) memilih aspek tertentu saja yang
dibutuhkan dalam bacaan sesuai dengan tujuan membaca; (3) membiasakan untuk
membaca pada kelompok-kelompok kata; (4) jangan mengulang kalimat yang telah
dibaca; (5) jangan selalu berhenti lama di awal baris atau kalimat; (6) cari
kata-kata kunci yang menjadi tanda awal dari adanya gagasan utama sebuah
kalimat; (7) abaikan kata-kata tugas yang berulang-ulang seperti yang, di,
dari, pada dan sebagainya; (8) jika penulisan dalam bentuk kolom, arahkan gerak
mata ke bawah lurus (vertikal).
Secara teoretis,
kecepatan membaca dapat ditingkatkan menjadi dua sampai tiga kali lipat dari
kecepatan semula. Dengan mengetahui metode dan teknik mengembangkan kecepatan
membaca, diikuti latihan yang intensif, menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk
ketika membaca, dan membiasakan diri
membaca dengan cepat maka dalam beberapa minggu kecepatan membaca dapat
meningkat.
5..8.5
Mengukur Kecepatan Membaca
Membaca merupakan suatu
keterampilan. Setiap orang mempunyai kemampuan membaca yang berbeda namun
kemampuan membaca itu dapat ditingkatkan. Nurhadi (2010:41)
menguraikan cara yang lebih akurat untuk menghitung kecepatan membaca antara
lain:
1) tandailah di mana
memulai membaca.
2) bacalah teks
tersebut dengan kecepatan yang memadai.
3) tandailah lokasi
akhir membaca.
4) catat waktu mulai
membaca (jam ..., menit ..., detik ...)
5) catat waktu
berakhirnya membaca (jam ..., menit ..., detik ...)
6) hitung berapa waktu yang
diperlukan (dalam detik).
7) hitung jumlah kata
dalam teks yang dibaca
8) kalikan jumlah kata
dengan bilangan 60 (1 menit = 60 detik)
9) bagi hasil perkalian
tersebut dengan jumlah kata per menit.
Proses tersebut bila
digambarkan sebagai berikut.
I. Saat akhir membaca = jam ..., menit ..., detik ....
Saat mulai membaca = jam ..., menit ..., detik ...
Waktu yang diperlukan =
.... detik
II. Jumlah kata x 60 detik = jumlah total kata.
III. Jumlah total kata : waktu yang
diperlukan = jumlah kata per menit.
Pada umumnya, seseorang membaca jauh
lebih lambat dari kemampuannya. Kecepatan membaca yang memadai diperlukan agar
dapat membaca dengan lebih efektif. Berikut ini daftar kecepatan membaca yang
memadai untuk semua jenjang pendidikan (Nurhadi 2010:29).
SD/SMP : 200 kata/menit
SMA : 250 kata/menit
Mahasiswa : 325 kata/menit
Mahasiswa program Pasca Sarjana : 400 kata/menit
Orang Dewasa : 200 kata/menit.
5.8.6
Hakikat Membaca Puisi
Membaca puisi ialah
memahami apa yang terdapat dalam puisi atau apa yang ingin disampaikan penyair
lewat puisinya. Membaca puisi tidak hanya menyuarakan lambang-lambang bahasa saja, tetapi lebih dari
pada itu (Suharianto dalam Ismail, 2009: 21). Membaca puisi pada hakikatnya
menyuarakan kembali apa yang pernah dirasakan, dipikirkan, atau dialami
penyairnya. Oleh karena itu, pembaca puisi sebelumnya harus menginterpretasikan
apa yang ada di balik puisi. Ekspresi dan emosi yang lahir merupakan hasil
interpretasi pembaca terhadap puisi. Dalam membaca puisi, emosi sangat penting.
Semua yang terlahir
pada waktu membaca puisi, baik itu teknik vokal maupun performance
atau penampilan adalah sesuatu yang wajar sesuai dengan tuntunan puisi yang
dibacanya. Bila puisi yang dibaca menghendaki semangat yang menyala-nyala, maka
pembaca puisi harus bersemangat. Pembaca puisi akan bersedih, bila puisi yang
dibacanya menuntut untuk bersedih. Dengan demikian interpretasi puisi yang
dilakukan pembaca puisi sudah tepat, bila sudah mencerminkan apa yang
diharapkan penyairnya. Jadi, membaca puisi ialah membaca suatu karya sastra berupa puisi dengan memperhatikan
ekspresi, teknik vokal, dan kinesik yang tepat sesuai dengan isi puisi.
5.8.7
Langkah-Langkah Membaca Puisi
Doyin (dalam Ismail, 2009:
23) mengemukakan, dari proses awal sampai akhir pembacaan puisi dapat dirangkum
menjadi tiga langkah, yaitu langkah sebelum membaca puisi (prapembacaan),
langkah pada saat membaca puisi di depan pendengar atau penonton (saat
pembacaan), dan langkah setelah pembaca turun dari panggung (pascapembacaan).
1) Pembacaan
Ada empat aktivitas
yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu analisis situasi dan pendengar,
memilih puisi, membedah puisi, dan mengadakan pelatihan.
a. Analisis
Langkah awal yang harus
dilakukan oleh orang yang akan membaca puisi adalah menganalisis situasi dan
pendengar. Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi pada saat pembacaan
puisi dan di mana tempatnya,
siang atau malam hari, di luar atau di
dalam ruangan, dalam suasana sedih, gembira, atau serius dan sebagainya.
b. Memilih Puisi
Setelah mengetahui
situasi dan pendengar, kita harus memilih puisi yang akan dibaca. Tidak semua
puisi baik atau tepat untuk dibacakan di depan audiens. Atas dasar itu, setiap
calon pembaca puisi harus memiliki kemampuan memilih dan menentukan puisi.
Beberapa hal yang dapat
dijadikan pertimbangan dalam memilih puisi adalah: (1) tidak bersifat
prismatis, (2) bersifat melodius, (3) tidak terlalu panjang atau pendek, (4) isinya sesuai dengan situasi dan
suasana yang tengah dihadapi, (5) bersifat teatrikal artinya ada unsur enaknya
ketika dibaca.
c. Membedah Puisi
Maksud langkah ini adalah calon pembaca mengupas
tuntas isi teks puisi yang akan dibaca. Langkah ini juga dimaksudkan agar calon
pembaca memahami benar maksud atau arti puisi yang akan dibaca, nada dan
suasana yang bersangkutan serta dapat menentukan nada dan algu yang tepat dalam
puisinya.
d. Pelatihan
Pelatihan dapat
dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung berarti pembaca
berlatih membaca dengan vokal yang jelas
serta ekspresi yang benar, sedangkan
secara tidak langsung berarti dapat ditempuh dengan cara menonton pembacaan
puisi orang lain, bertanya atau berdialog dengan teman, membaca buku bagaimana
cara membaca puisi yang baik dan benar dan sebagainya.
2). Saat Pembacaan
Pada saat membaca puisi
hakikatnya si pembaca puisi sedang berdialog dengan penonton. Dengan demikian,
semua yang dilakukannya, baik dengan suaranya maupun dengan gerak gerik anggota
tubuhnya, harus komunikatif. Sedapat mungkin penonton dibawa masuk ke dalam
maksud dan suasana puisi yang bersangkutan. Untuk mencapai semua hal tersebut
pembaca puisi perlu memperhatikan tiga komponen pembacaan puisi, yaitu
penghayatan, pelafalan atau vokal, dan penampilan.
3). Pasca Pembacaan
Pada langkah ini hal
penting yang harus dilakukan adalah evaluasi tindak lanjut. Evaluasi ini
penting dilakukan agar pembaca mengetahui kekurangannya dalam membaca puisi.
Pengetahuan akan kekurangan dan kelemahan inilah yang kemudian harus kita
tindak lanjuti, dalam arti hal-hal yang sudah baik ditingkatkan dan hal-hal
yang masih kurang diperbaiki.Membaca puisi adalah penampilan (baca) puisi
secara ekspresif. Untuk penampilan yang ekspresif ini mutlak didukung oleh
pelafalan fonem yang tepat dan sempurna. Bacaan gramatikal yang tepat, bacaan
puitis yang baik, penghayatan serta pemahaman yang baik terhadap isi puisi yang
dibawakan.
Selanjutnya Ismail
(2009:22-28) mengatakan bahwa: ―Membaca puisi pada hakikatnya menyuarakan
kembali apa yang pernah dirasakan, dipikirkan, atau dialami penyairnya. Oleh
karena itu, pembaca puisi. Ekspresi dan emosi yang lahir merupakan hasil
interprestasi pembaca terhadap puisi. Dalam membaca puisi, emosi sangat
penting.
Membaca bukan ucapan
semata, tetapi harus disertai gerak gerik muka, kalau perlu dengan gerak
seluruh anggota badan atau seluruh tubuh, tetapi yang paling penting sekali
ialah gerak gerik muka. Dengan ucapan-ucapan yang baik dan teratur disertai
dengan gerak gerik muka niscaya akan bertambah menarik, apa lagi kalau
ditonton. Dari gerak gerik muka itu penonton dapat merasakan dan menyaksikan,
mengertikan puisi yang dibacakan itu. Apakah puisi itu mengandung kesedihan,
kemarahan, kegembiraan dan lain-lain. Hanya saja dalam melakukan gerak gerik itu
jangan sampai berlebih-lebihan, membaca secara wajar, tertib dan mengesankan.
Dari beberapa pikiran
para ahli di atas tentang membaca puisi dapatlah disimpulkan bahwa kegiatan
membaca puisi merupakan kegiatan menyampaikan isi puisi dan pikiran pengarang.
Sebagaimana dikatakan membaca puisi bertujuan untuk menafsirkan makna yang
terkandung didalamnya baik tersurat maupun tersirat. Dengan membaca puisi
secara tidak langsung dapat menambah wawasan dan pengetahuan terutama untuk
diri sendiri.
5.8.8
Cara Membaca Puisi yang Baik dan Benar
Agar dapat membaca puisi dengan baik,
pembaca perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Interpretasi (penafsiran)
Untuk memahami sebuah
puisi, pembaca harus dapat menangkap simbol-simbol atau lambang-lambang yang
dipergunakan oleh penyair. Bila pembaca salah dalam menafsirkan makna/simbol atau lambang, tentu
bisa salah dalam memahami isinya.
2. Teknik vokal (vokalisasi)
Untuk pengucapan yang
komunikatif diperlukan penguasaan intonasi, diksi, jeda, ejaan dan lafal yang tepat.
3. Performa (penampilan)
Dalam hal performa,
pembaca puisi dituntut untuk dapat memahami pentas dan publik.
Pembaca puisi juga
dapat menunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan, berani menatap penonton
dan mengatur ekspresi yang tidak berlebihan. Selain itu, pembaca puisi harus
memperhatikan irama serta mimik. Mimik merupakan petunjuk apakah seseorang
sudah benar-benar dapat menjiwai atau meresapi isi puisi. Harmonisasi antara
mimik dengan isi (maksud) puisi merupakan puncak keberhasilan dalam membaca
puisi.
Disamping hal tersebut,
cara lain dalam membaca puisi tidak boleh seenaknya saja, tapi harus tunduk
kepada aturan-aturannya, dimana harus ditekankan atau dipercepat, dimana harus
dikeraskan, harus berhenti, dimana harus dilambatkan atau dilunakkan, dimana
harus diucapkan biasa, dan sebagainya. Jadi, bila kita membaca puisi itu supaya
menarik, maka harus dipakai tanda-tanda tersendiri seperti di bawah ini:
—
: diucapkan biasa saja
/ : berhenti sebentar untuk
bernafas/biasanya pada koma atau di
tengah baris
// : berhenti agak lama/biasanya koma di
akhir baris yang masih
berhubungan
artinya dengan baris berikutnya
/// : berhenti lama sekali biasanya pada
titik baris terakhir atau pada
penghabisan puisi
^ : suara perlahan sekali seperti berbisik
^^ : suara perlahan saja
^^^ : suara keras sekali seperti berteriak
V : tekanan kata pendek sekali
VV : tekanan kata agak pendek
VVV : tekanan kata agak panjang
VVVV : tekan kata agak
panjang sekali
____/ : tekanan suara
meninggi
____ : tekanan suara
agak merendah (Aning. 2008)
Cara meletakkan
tanda-tanda tersebut pada setiap kata masing-masing orang berbeda tergantung
kepada kemauannya sendiri-sendiri. Dari sinilah kita dapat menilai siapa orang
yang mahir dan pandai membaca puisi. Demikianlah, setelah tanda-tanda itu kita
letakkan dengan baik dan dalam Meletakkannya jangan asal meletakkan saja, tapi harus
memakai perasaan dan pertimbangan, seperti halnya kalau kita membaca berita:
ada koma, ada titik, tanda-tandanya, titik koma dan lain-lain.
Kalau tanda-tanda itu
sudah diletakkan dengan baik, barulah kita baca puisi tersebut berulang-ulang
sesuai dengan irama dan aturan tanda itu. Dengan sendirinya kalau kita sudah
lancar benar tekanan-tekanan, irama-irama dan gayanya takkan terlupa lagi selama
kita membaca puisi.
Dalam membaca puisi
diperlukan pula latihan-latihan tertentu, seperti latihan vokal, mimik
(ekspresi wajah) dan pantomimik (ekspresi seluruh tubuh). Menurut Doyin (dalam
Ismail 2009:22-28) mengemukakan, dari proses awal sampai akhir pembacaan puisi
dapat dirangkum menjadi tiga langkah, yaitu langkah sebelum membaca puisi di
depan pendengar atau penonton (saat pembacaan), dan langkah setelah pembaca
turun dari panggung (pascapembacaan).
5.8.9
Membaca Puisi dan Unsur Penilaiannya
Menilai dan menentukan
suatu pembacaan puisi yang baik perlu memperhatikan berbagai aspek. Aspek-aspek
tersebut menurut Ali (dalam Faisal 2010:9-5) meliputi aspek interpretasi dan
presentasi. Interpretasi meliputi: visi, arikulasi, dan intonasi, sedang
presentasi meliputi: vokal, gesture atau gerak, tekanan, volume suara, ekspresi
mimik. Sedangkan menurut Aminudin (2004:12) bahwa aspek-aspek yang diperhatikan
dalam menilai suatu pembacaan puisi adalah (1) aspek pemahaman dan penghayatan
tentang makna, suasana penuturan, sikap pengarang, dan intensi pengarang, (2)
aspek pemaparan yang meliputi: kualitas ujaran, tempo, durasi, pelafalan,
ekspresi wajah, kelenturan tubuh, dan konversasi.
Sasaran penilaian
membaca puisi di atas adalah untuk orang dewasa. Yang diperlukan adalah aspek
penilaian untuk keperluan membaca puisi siswa usia Sekolah Dasar. Namun
demikian, aspek penilaian di atas tetap dijadikan acuan, hanya saja mengalami
penyederhanaan.
Menurut Faisal
(2010:9-5) penilaian membaca puisi untuk keperluan siswa usia sekolah dasar
adalah terdiri atas 5 aspek yaitu sebagai berikut.
a. Pelafalan
Pelafalan yang dimaksud adalah pelafalan
bunyi vokal, konsonan secara tepat misalnya makan tidak diucapkan makang tetapi makan, kiri tidak dilafalkan
keri tetapi kiri.
b. Intonasi
Intonasi yang dimaksud
kaitannya dengan membaca puisi bukan hanya berkatian dengan aspek panjang
pendeknya suara (tempo), tinggi rendahnya suara (nada) melainkan juga termasuk
keras lembutnya suara (tekanan) dan perhatian suara siswa (jeda) pada saat
membaca larik atau bait puisi. Keseluruhan aspek tersebut tentu nampak secara
keseluruhan sebagai suatu komponen yang saling berhubungan secara utuh.
c. Ekspresi Wajah (mimik)
Mimik adalah perubahan
raut wajah sesuai konteks makna dan suasana puisi atau prosa yang dibaca.
Penampakan mimik yang tepat merupakan cerminan dari tingkat pemahaman dan
penghayatan makna dan suasana penuturan, dan sikap pengarang karya sastra
tersebut.
d. Gestur (kelenturan tubuh)
Yakni kemampuan pembaca
menguasai anggota tubuh dalam menggerakkannya secara lentur, refleks namun
kelihatan wajar dan alamiah sebagai sarana penunjang.
5.8.10
Silabus Bahasa Indonesia Kelas V SD Kurikulum KTSP Keterampilan Membaca
Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD) yang harus dicapai siswa kelas V SD pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia dalam satu tahun ajaran sebagai berikut:
Semester
I:
SK: Memahami teks dengan membaca
teks percakapan, membaca 75 kata/ menit dan membaca puisi.
KD: 1 . Menemukan
gagasan utama suatu teks yang dibaca dengan kecepatan 75 kata/ menit.
1.1
Siswa mampu membaca bacaan dengan kecepatan 75 kata/ menit.
1.2
Siswa mencatat hal-hal penting dari bacaan.
1.3
Siswa menjawab pertanyaan berdasarkan informasi bacaan.
1.4 Siswa mampu
menceritakan kembali secara lisan dan tertulis isi teks bacaan denan bahasa
yang mudah dimengerti.
2.
Membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat.
2.1 Siswa mampu menentukan jeda,
penggalan kata dalam puisi.
3.2 Siswa mampu membaca puisi
dengan lafal, ekspresi, dan penghayatan yang tepat.
4.3 Siswa menjawab pertanyaan
seputar puisi.
6. Metodologi
Penelitian
Penelitian ini
menggunakan metode research and development (R&D). Metode
penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk
menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono
2010:407). . Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan produk
efektif yang digunakan di sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Borg and Gall (1983:782) yaitu “Education research and development (R&D) is a process used to develop and validate educational products”. Produk
yang dimaksud Borg dan Gall berupa buku teks, film, software, komputer, metode, dan program.
Langkah-langkah pengembangan bahan ajar
menurut Jolly dan Bolitho dalam Tomlinson (1998:98) adalah sebagai berikut; (1)
identifikasi kebutuhan untuk bahan ajar, identifikasi kebutuhan merupakan awal
dalam pengembangan bahan ajar. Analisis kebutuhan bertujuan untuk menghasilkan
bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan guru dan siswa; (2) eksplorasi
kebutuhan materi. Eksplorasi kebutuhan materi merujuk pada kegiatan eksplorasi
materi berdasarkan tujuan dalam kurikulum; (3) realisasi kontekstual bahan
ajar; (4) realisasi pedagogis bahan ajar melalui tugas dan latihan
dalam bahan ajar. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan strategi
pengorganisasian isi pembelajaran dan dilengkapi dengan tugas dan latihan
terstruktur; (5) produksi bahan ajar; dan (6) Penggunaan bahan ajar oleh siswa.(7)evaluasi bahan ajar yang mengacu pada
tujuan khusus yang ingin dicapai.
Tahap evaluasi merupakan tahap yang mirip dengan evaluasi formatif (formative evaluation) dan evaluasi
sumatif (summative evaluation) dalam
model Dick, Carey, dan Carey (2005).
Pada tahap evaluasi formatif ini Dick, Carey, dan Carey mengemukakan
beberapa langkah, yakni one-to-one
evaluation, small group evaluation, dan field
trial. Setelah melalui evaluasi formatif, dilanjutkan pada tahap evaluasi
sumatif yang berisi expert judgement.
Evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif dalam model Dick, Carey, dan Carey hanya disebut
sebagai evaluasi formatif oleh Tessmer (1998: 47—153) yang terdiri atas expert review, one-to-one evaluation, small
group evaluation, dan field test.
Expert review melibatkan proses
validasi dari ahli yang bertujuan untuk mengetahui validitas buku teks yang
dikembangkan. One-to-one dan small group evaluation diterapkan untuk
mengetahui praktikalitas buku teks yang dikembangkan. Field test diterapkan untuk mengetahui
efek potensial dari buku
teks yang dikembangkan.
Oleh
karena itu, peneliti akan menambahkan expert
review pada prosedur dalam pengembangan dan penelitian ini. Selain itu,
peneliti pun akan menggunakan istilah field
trial untuk menyebut student use of
materials dan akan menyisipkan tahap revise
of materials di antara expert review
dan field trial. Dengan
demikian, tahapan-tahapan dalam penelitian pengembangan ini ialah sebagai
berikut.
1.
Identifikasi kebutuhan bahan ajar.
Kebutuhan akan diidentifikasi dengan menggunakan angket dan melakukan wawancara
kepada guru kelas V
dan siswa. Identifikasi
kebutuhan ini berkaitan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dan siswa
dalam pembelajaran membaca, kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam
menggunakan bahan ajar yang sudah ada, dan harapan-harapan siswa dan guru
terhadap bahan ajar yang akan dikembangkan dan terhadap pembelajaran membaca Selain itu, peneliti pun melakukan analisis terhadap bahan ajar
yang ada dan digunakan oleh guru dan siswa di lokasi penelitian.
2.
Eksplorasi kebutuhan. Pada tahap ini
peneliti melakukan analisis k urikulum
tahun 2006 yaitu standar Isi yang merujuk pada Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam silabus mata pelajaran bahasa
Indonesia kelas V tentang keterampilan membaca. Bahan ajar yang dikembangkan
berdasarkan analisis kebutuhan pada
kompetensi tertentu. Pengembangan bahan ajar berdasarkan analisis kebutuhan yang diperoleh melalui angket dan
wawancara kepada s iswa dan guru.
3.
Realisasi kontekstual bahan ajar.
Penelitian pada tahap ini yaitu mengembangkan bahan ajar membaca dengan melakukan analisis tujuan dan
karakteristik materi, analisis sumber belajar, analisis karakteristik
pembelajar. Peneliti mengumpulkan contoh-contoh, merancang urutan berpikir yang
runtut (abstrak ke konkret), bahasa yang mudah dipahami, dan melibatkan
pengalamaan belajar siswa dengan tujuan pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar
bahan ajar yang dikembangkan lebih
kontekstual dan bermanfaat bagi kehidupan siswa.
4.
Realisasi
pedagogik bahan ajar. Pada tahap ini pengembangan bahan ajar membaca dengan
menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran, menetapkan strategi
penyampaian isi pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajran dan
dilengkapi dengan latihan-latihan serta tugas baik terstruktur ataupun tugas
mandiri. Hal ini dimaksudkan untuk mendapat umpan balik terhadap penguasaan
siswa terhadap bahan ajar pengembangan.
5.
Produk bahan ajar. Bahan ajar
pengembangan disusun dalam bentuk buku yang dirancang sedemikian rupa terdiri dari
komponen-komponen suatu buku agar dapat digunakan oleh siswa dan guru dalam
pembelajaran membaca. Buku berisikan judul, ruang lingkup buku yang berisi
(standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator), materi pembelajaran,
latihan, dan penilaian, serta daftar pustaka. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah menentukan desain produk buku teks
serta menyiapkan sarana dan prasarana untuk uji coba dan validasi. Uji validasi
tersebut mencakup ahli dalam bidang
kelayakan isi/pembelajaran, kebahasaan, penyajian dan kegrafikaan.
6.
Validasi ahli. Validasi
ahli ini dilakukan untuk mendapatkan saran dan kritik dari para ahli terhadap
kualitas bahan ajar yang telah dikembangkan. Validasi sendiri meliputi validasi
kelayakan isi, kebahasaan, penyajian, dan kegrafikaan. Kesemua ahli yang akan
menilai bahan ajar hasil pengembangan ini merupakan dosen-dosen yang ahli dalam
aspek-aspek yang telah dikemukakan sebelumnya. Hasil validasi ini akan
dijadikan masukan untuk melakukan perbaikan terhadap bahan ajar yang
dikembangkan. Selanjutnya baru bahan ajar dapat diujicobakan.
7.
Revisi bahan ajar. Setelah mendapat
masukan dari tim ahli pada tahap validasi, peneliti merevisi bahan ajar
pengembangan berdasarkan saran,
informasi dan masukan dari tim ahli.
8. Uji Coba. Uji coba ini akan dilakukan pada sekelompok siswa yang menjadi
sampel dalam penelitian terhadap bahan ajar hasil pengembangan. Siswa
menggunakan bahan ajar tersebut setelah sebelumnya dilakukan analisis kebutuhan.
Uji coba one-to-one dilakukan oleh
tiga orang siswa yang memiliki kemampuan dari kelompok rendah, sedang, dan
tinggi. Uji coba selanjutnya dilakukan uji coba small group dengan siswa berjumlah
9 orang terdiri dari 3 orang siswa berkempuan rendah, 3 orang sedang,
dan 3 orang siswa berkemampuan tinggi.
9.
Revisi 2. Setelah dilakukan uji coba
bahan ajar mendapat masukan dari tim ahli pada tahap validasi, peneliti
merevisi bahan ajar pengembangan
berdasarkan saran, informasi dan masukan dari tim ahli.
10. Uji Lapangan. Menurut Dick, Carey, Carey (2005:291) uji lapangan
sebagai bagian dari evaluasi formatif ini berfungsi untuk mengumpulkan data-data terkait dengan
kekuatan dan kelemahan atau kelebihan dan kekurangan selama pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan bahan ajar hasil pengembangan. Hasil dari
evaluasi formatif ini digunakan sebagai masukan atau input untuk memeperbaiki draf bahan ajar yang dikembangkan.
Validasi Ahli
|
Revisi
|
Uji :
One-to-one
: Small Group
|
Revisi 2
|
Uji Lapangan
|
Identifikasi Kebutuhan
|
Ekplorasi
Kebutuhan
|
Realisasi
Kontekstual
|
Realisasi
Pendagogik
|
Produk Bahan
Ajar
|
Bagan 2. Prosedur Penelitian dan
Pengembangan Bahan Ajar Membaca
1.
Lokasi dan Subjek
Penelitian
Subjek penelitian dalam rangka identifikasi
kebutuhan siswa terhadap bahan ajar yang dikembangkan dalam penelitian dan
pengembangan ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Epil. Siswa yang dijadikan
subjek penelitian sebanyak 55 orang. Penentuan subjek penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan
pertimbangan keragaman tingkat kecerdasan, yaitu rendah, sedang, dan tinggi
(disesuaikan dengan kebutuhan).
Subjek
penelitian saat uji coba produk hasil pengembangan yaitu pada saat uji coba one-to-one dilakukan oleh tiga orang
siswa yang memiliki kemampuan dari kelompok rendah, sedang, dan tinggi. Uji
coba selanjutnya dilakukan uji coba small
group dengan siswa berjumlah 9 orang
terdiri dari 3 orang siswa berkempuan rendah, 3 orang sedang, dan 3 orang siswa
berkemampuan tinggi kemudian uji lapangan sebanyak 55 orang siswa.
Pakar
atau ahli yang memvalidasi bahan ajar hasil pengembangan adalah empat orang
dosen Universitas Sriwijaya yang memiliki keahian yang berbeda, yaitu ahli
materi atau isi bahan ajar, ahli pembelajaran, ahli kebahasaan, dan ahli
kegrafikaan.
2. Teknik
Pengumpulan Data
Angket yang
digunakan untuk penelitian ini adalah kombinasi angket terbuka dan tertutup. Angket diberikan
kepada siswa dan guru kelas V dengan
tujuan untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan keinginan dan semua
kendala yang dihadapi siswa dalam pembelajaran membaca di kelas V. Selain itu, angket
juga dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kekurangan dan kelebihan
pada bahan ajar sebelumnya. Melalui angket ini juga dapat digali informasi
tentang masukan-masukan atau input sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun buku teks membaca termasuk juga
subbahasan yang perlu ditambahkan atau dihilangkan dari bahan ajar sebelumnya.
Selain angket,
peneliti juga menggunakan teknik wawancara. Wawancara ini digunakan sebagai
teknik pelengkap angket. Wawancara ini diperlukan jika ada informasi yang
kurang jelas dari beberapa pertanyaan dalam angket tersebut. Beberapa hal yang
menjadi fokus dalam wawancara tersebut antara lain tentang harapan-harapan
tentang suatu bahan ajar, kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran membaca, dan hal-hal yang berhubungan
dengan kekurangan dan kelebihan yang terdapat pada bahan ajar yang sudah ada.
Informasi
tentang kualitas bahan ajar yang akan dikembangkan juga dapat diperoleh melalui
angket. Angket tersebut diberikan kepada para pakar/ahli untuk memperoleh
informasi tentang kualitas bahan ajar tersebut. Untuk mendapatkan informasi
tentang keefektifan bahan ajar yang akan dikembangkan, peneliti melakukan tes kepada
siswa.Teknik tes yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
informasi tentang efek potensial bahan ajar hasil pengembangan. Bentuk tes
diberikan kepada siswa berupa tes tertulis dan tes unjuk kerja (performance), bentuk tes tertulis siswa
diberikan soal untuk menemukan kalimat utama, lalu menuliskan kalimat utama
tersebut dan membuat suatu ringkasan. Selanjutnya, bentuk tes unjuk kerja (performance) siswa membaca puisi dan
membanca intonasi yang tepat. Tes digunakan untuk mengetahui kompetensi siswa
dalam membaca dengan menggunakan bahan ajar lama dan menggunakan bahan ajar
hasil pengembangan .
Untuk
mengukur kemampuan siswa membaca cepat dan membaca puisi melalui tes, peneliti
menggunakan rubrik penilaian yang dikembangkan sebagai berikut.
Tabel.1
Rubrik Penilaian Membaca Cepat
No.
|
Aspek yang dinilai
|
Skor
maksimal
|
1.
|
Semangat peserta didik
|
5
|
2.
|
Kecepatan dalam membaca
|
5
|
3.
|
Ketepatan dalam menemukan
ide pokok
|
5
|
4.
|
Kemampuan menawab soal
|
5
|
Jumlah Total
|
20
|
Tabel 2
Rubrk Penilaia Membaca
Puisi
No.
|
Aspek
|
Descriptor
|
1
|
2
|
3
|
1.
|
Pelafalan
|
Pelafalan
harus jelas dalam membaca puisi
|
|||
2.
|
Intonasi
|
Naik,
turun/keras lemahnya, tinggi rendahnya suara
|
|||
3
|
Ekpresi
|
Keserasian
antara gerak sikap,ucapan, dan ekpresi ketika membaca puisi
|
Skor maksimal
No.
1= 11 2=6 3=6
Penghitungan
nilai akhir dalam skala 0-100 adalah
sebagai berikut:
Nilai akhir =
Pemerolehan Skor X 100
Skor Maksimal
Skor
hasil tes tertulis dan tes unjuk kerja dianalisis dengan melihat perbedaan
antara skor hasil tes siswa yang menggunakan bahan ajar lama dengan skor hasil
tes siswa yang menggunakan bahan ajar hasil pengembangan.Skor ditentukan dengan
cara membagi jumlah pilihan dikali bobot dengan jumlah subjek dikali bobot
tertinggi. Selanjutnya hasil pembagian dikali 100 untuk memperoleh persentase.
Kriteria Penilaian Hasil Tes
Jumlah skor yang
diperoleh
Skor =
x 100
Jumlah skor
maksimal
|
Angket pun diberikan kepada para ahli pada tahap expert review dalam bentuk skala likert
untuk mendapat informasi tentang opini dan komentar mereka setelah mengevaluasi
buku teks membaca yang dikembangkan. Angket ini dalam bentuk skala
likert yang memiliki rentang dari sangat tidak baik, tidak baik, netral, baik,
dan sangat baik yang memiliki rentang skor 1 sampai dengan 5.
Tabel 3
Skala Likert
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Sangat Tidak baik
|
Tidak baik
|
Netral
|
Baik
|
Sangat Baik
|
(Sugiyono, 2010)
|
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, validasi produk atau bahan
ajar hasil pengembangan dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau
tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang dirancang
tersebut. Kriteria para ahli itu sudah dijelaskan sebelumnya. Validasi terhadap
bahan ajar hasil pengembangan meliputi 1) aspek kelayakan isi, 2) aspek
kebahasaan, 3) aspek sajian, dan 4)
aspek kegrafikaan. Berikut ini adalah tabel-tabel yang akan digunakan oleh para
ahli pada tahap expert review.
Tabel 4
|
|||||||
Validasi Kelayakan Isi
|
|||||||
No
|
Komponen Penilaian
|
Skor
|
Jumlah
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
1
|
Kesesuaian
dengan KI dan KD
|
||||||
2
|
Kesesuaian
dengan kebutuhan siswa
|
||||||
3
|
Kesesuaian
dengan kebutuhan bahan ajar
|
||||||
4
|
Kebenaran
materi yang disajikan
|
||||||
5
|
Kebermanfaatan
bagi siswa
|
||||||
Tabel 5
|
|||||||
Validasi Kebahasaan
|
|||||||
No
|
Komponen Penilaian
|
Skor
|
Jumlah
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
1
|
Keterbacaan
bahan ajar
|
||||||
2
|
Kejelasan
informasi yang disajikan
|
||||||
3
|
Kesesuaian
dengan kaidah bahasa Indonesia
|
||||||
4
|
Pnggunaan
bahasa yang mudah dipahami
|
||||||
Tabel 6
|
|||||||
Validasi Sajian
|
|||||||
No
|
Komponen Penilaian
|
Skor
|
Jumlah
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
1
|
Kejelasan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
|
||||||
2
|
Kesesuaian
urutan sajian materi
|
||||||
3
|
Pemberian
motivasi dan daya tarik
|
||||||
4
|
Adanya
stimulus dan respons atau interaksi
|
||||||
5
|
Kelengkapan
informasi yang disajikan
|
||||||
Tabel 7
|
|||||||
Validasi Kegrafikaan
|
|||||||
No
|
Komponen Penilaian
|
Skor
|
Jumlah
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
1
|
Penggunaan
ukuran dan jenis huruf
|
||||||
2
|
Tata
letak
|
||||||
3
|
Ketepatan
ilustrasi gambar yang disajikan
|
||||||
4
|
Halaman
sampul
|
||||||
5
|
Tampilan
fisik bahan ajar
|
||||||
3. Teknik
Analisis Data
Data
angket yang diberikan pada siswa dan guru diolah secara objektif dan kemudian
dideskripsikan. Hasilnya digunakan untuk melengkapi data untuk mengembangkan
bahan ajar menulis cerita pendek. Adapun tahap penganalisaan data angket adalah
(1) data angket diperiksa dan diklarifikasikan secara objektif, (2) data angket
dianalisis serta dideskripsikan, dan (3) ditarik kesimpulan.
Sementara
itu, hasil data angket evaluasi tim ahli di tahap expert review dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan skor,
dideskripsikan serta ditarik kesimpulan. Skala pengukuran yang digunakan adalah
jenis rating scale sebagai berikut.
1 = sangat tidak baik/tidak
sesuai
2 = kurang sesuai
3 = cukup
4 = baik
5 = sangat baik/sesuai
(Sugiyono, 2012: 98 — 99)
Dari
hasil wawancara yang dilakukan pada guru dan siswa diolah secara objektif,
dideskripsikan, dan kemudian ditarik kesimpulan. Hasilnya digunakan untuk
melengkapi data dalam mengembangkan dan merevisi bahan ajar membaca.
Teknik tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa pretes
dan postes. Pretes dilakukan sebelum mahasiswa menggunakan buku teks hasil pengembangan
sendiri sedangkan postes dilakukan setelah siswa mempelajari materi-materi
dalam buku teks hasil pengembangan
sendiri.
Teknik
analisis data tes dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut (1) data skor
hasil analisis tes dianalisis dengan melihat perbedaan skor hasil tes siswa
yang menggunakan bahan ajar lama dan skor hasil tes siswa yang menggunakan buku
tekshasil pengembangan peneliti,(2) data tes diindetifikasi dan
diklasifikasikan berdasarkan komponen dan jenis bahan ajar yang dikembangkan,
(3) data tes disajikan dalam bentuk grafik, tabel, dan kurva, (4) data tes
dianalisis secara deskriptif dalam bentuk perhitungan kuantitatif, (5) data tes
juga dianalisis dengan menggunakan uji t melalui SPSS 16, dan terakhir (6)
memberikan simpulan terhadap hasil analisis data.
4.
Langkah Kerja dan
Jadwal Penelitian
4.1
Langkah Kerja
a.
Tahap
Persiapan
Adapun tahap-tahap
persiapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Studi
pendahuluan
2) Identifikasi
masalah
3) Menyusun
kisi-kisi analisis kebutuhan
4) Menyusun
proposal penelitian
5) Mengajukan
proposal dan konsultasi dengan dosen pembimbing
6) Seminar
proposal
b.
Tahap
Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Analisis
kebutuhan
a. Menyebarkan
angket
b. Melaksanakan
wawancara kepada siswa dan guru
c. Merancang Buku Teks Mebaca
2) Tahap
penilaian
a. Tahap
validitas
b. Tahap
efektivitas
c. Tahap
revisi
c.
Tahap Penganalisisan Data
Tahap penganalisisan
data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Pemeriksaan
dan pengklasifikasian data
2) Penganalisisan
data dari angket siswa dan guru
3) Kesimpulan
d.
Tahap
Penyusunan Laporan Hasil Penelitian
Tahap
penyusunan laporan hasil penelitian adalah sebagai berikut.
1) Menyusun
konsep laporan
2) Penyempurnaan
laporan
3) Penggandaan
laporan peneliti
4.2
Jadwal Penelitian
Penelitian ini
dilakukan dalam jangka waktu enam bulan, dari bulan Maret 2015 sampai dengan Agustus 2015. Jadwal penelitian dapat dilihat dari
tabel berikut.
Tabel 3. Jadwal Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Tahun
2015/Bulan
ke-
|
|||||
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
||
1.
|
Persiapan
|
V
|
|||||
2.
|
Penyusunan
proposal penelitian
|
V
|
|||||
3.
|
Pengumpulan
data
|
V
|
|||||
4.
|
Pengolahan
data
|
V
|
|||||
5.
|
Pembuatan
laporan hasil penelitian
|
V
|
V
|
DAFTAR
PUSTAKA
Amri, S dan Ahmadi, Iif Khoiru. (2010). Konstruksi pengembangan pembelajaran.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Borg, W.R. and Gall, M.D. (1983). Education research: an introduction.
London: Longman, Inc.
Depdiknas. (2007). Silabus
kelas V sekolah dasar. Jakarta: Dikdasmen.
Depdiknas. (2008).
Panduan pengembangan bahan ajar.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Dirjen manajemen Pendidikan
dasar dan menengah Depdiknas.
Dick, W, Lou Carey, and James O. Carey. (2005). The systematic design of instruction.
Boston: Pearson.
Dick dan Carey. (1978). The systematic design of instruction.
USA: Foresman and Company.
Grabe, William dan
Fredricka L. Stoller. 2002. Teach ing and
Reseaching Reading. London: Longman.
Harijanto.(2007). Jurnal
Didaktika.Pengembangan Bahan AJar Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran
Program Pendidikan Pembelajar Sekolah Dasar. Vol.2 No. 1 Maret 2002:
216-226. Diakses bulan April 2015.
Jolly, David and Rod Bolitho. (1998). A Framework
for Material Writing dalam Brian Tomlinson (Ed.) Material Development in Language Teaching. Cambridge: Cambridge
University Press.
Lestari,
D. (2010). Pengembangan bahan ajar
membaca kelas iv Sekolah. Tidak
diterbitkan. Palembang: Pascasarjana Unsri.
Nurhadi. (2004). Bagaimana
meningkatkan kemampuan membaca. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Nurhadi. (2010). Membaca
cepat dan efektif. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Prastowo, A. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Tematik.
Jakarta: Kencana Predanamedia Group.
Rahim, F. (2008). Pengajaran membaca di sekolah dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Setiawan, D, Wahyuni, K, dan Prastati, T. (2007). Pengembangan bahan ajar. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Subadiyono. (2011). Peningkatan pemahaman bacaan dengan menggunakan pendekatan interaktif
(Penelitian tindakan pada mahasiswa program studi pendidikan bahasa dan sastra
Indonesia FKIP Universitas Sriwijaya). Yogyakarta: Pohon Cahaya.
Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2011). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Tarigan, H.G. (1979). Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tessmer, M. 1998. Planning and Conducting Formative
Evaluations. London: Biddles Ltd, Guildford and King’s Lynn.
Tomlinson, B (Ed). (1998). Materials development in language teaching. cambridge: Cambridge
University Press.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan