STRUKTUR
INFORMASI DAN ANALISISNYA
Oleh
Rohma
Junita
1.
PENDAHULUHAN
Struktur informasi dalam teks, mulai dari masa pengembangannya oleh
para ahli dari mazhab Praha, yang di antara upayanya diketahui telah
mengintegrasikan pembedaan antara tema dan rema ke dalam sistem tata bahasa.
Upaya mereka menggunakan pendekatan fungsional, yang menekankan urgensi
struktur informasi dalam berkomunikasi melalui penggunaan bahasa, adalah suatu
hal yang patut menjadi catatan. Pemikiran tentang pengemasan informasi dapat
dipandang sebagai bagian implikatif dari pendekatan fungsional itu.
Struktur
informasi, ternyata tidak kalah pentingnya pembicaraan tentang satuan-satuan
informasi, baik yang bersifat tutur maupun yang hurufiah, yang merupakan
pengkajian terhadap struktur informasi setelah menjadikan pembedaan antara
lama-baru dalam konteks bahasa tulis. Dengan alasan kalimat tulis tidak
memiliki intonasi, maka sejumlah ahli menerapkan struktur intonasi terhadapnya.
Ciri
lebih informatif dan kurang informatif juga melengkapi uraian ini. Susunan kata
ataupun intonasi dijadikan dasar pertanda atas pembedaan keduanya. Disebutkan
bahwa bagian yang dipandang lebih informatif posisinya berada sesudah bagian
yang kurang informatif. Dari segi prosodi, bagian yang lebih informatif
ditandai oleh ciri intonasi yang paling menonjol berupa aksen nada. Bagian
kalimat lainnya, yang kurang menonjol dari segi intonasi dipandang sebagai
bagian yang kurang informatif. Terhadap bagian berurutan yang disebutkan ada
juga yang mengidentikkannya dengan pembedaan bagian kalimat atas fokus-latar
atau lama-baru.
Makalah ini akan membahas tentang,
bagaimanakah memahami konsep struktur informasi dan analisisnya.
2.
PEMBAHASAN
2.1
Struktur Informasi
Struktur
informasi difokuskan pada pemahaman lebih lanjut lagi sampai satuan-satuan yang
paling kecil pada struktur wacana: satuan-satuan lokal kecil pada tingkat fase
atau klausa. Informasi dikemas di dalam struktur-struktur yang begitu kecil dan
khususnya, akal dan keterampilan apa saja yang dapat digunkan para
penutur/penulis untuk menunjukan kepada kawan bicara mereka status informasi
yang dimasukan ke dalam wacana.
2.1.1
Struktur
Informasi dan Pengertian ‘latar/baru’ dalam intonasi
Penelitian
yang sungguh-sungguh mengenai struktur informasi di dalam teks mulai diadakan
oleh ahli-ahli pada Aliran Praha sebelum Perang Dunia II. Mereka meneliti apa
yang mereka sebut dinamisme komunikatif, unsur-unsur yang turut membantu
kalimat, didalam kerangka ‘prespektis kalimat fungsional’ (Firbas dikutip Brown
dan Yule, 1996:151).
Banyak
pengertian mendalam yang dikembangkan oleh sarjana-sarjana Praha dikemukakan
hingga menarik peratian para sarjana Barat pertama-tama oleh Halliday. Halliday
(dikutip, Brown dan Yule, 1996:151—152) menguraikan dan mengembangkan segi-segi
pada karya Praha yang langsung berhubungan dengan minat-minatnya sendiri dalam struktur
teks. Pada khususnya, ia mengikuti pandangan Aliran Praha mengenai informasi
yang terdiri atas dua kategori yaitu, informasi baru merupakan informasi yang
oleh pembeicara dianggap tidak diketahui oleh lawan bicaranya. Informasi latar
yang oleh pengajak bicara di anggap diketahui oleh kawan bicaranya (baik karena
secara fisik ada dalam konteks ataupun karena sudah disebutkan dalam wacana).
Menurut
Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:152) salah satu fungsi intonasi dalam
bahasa inggris adalah untuk memisahkan informasi mana yang oleh penutur
dianggap latar.
2.1.2
Satuan-Satuan
Informasi
Menurut
Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:152—153) penutur mengkodekan isi klausa
(satuan dasar dalam sistem gramatikalnya). Dalam banyak hal apa yang di pandang
Halliday sebagai isi ‘ideasional’ klausa boleh dibandingkan dengan apa yang
disebut oleh sarjana-sarjana lain sebagai isi ‘proposisional’ kalimat tunggal.
Isi klausa ini disusun oleh penutur menjadi struktur klausa sintaksis, yang di
situ penutur memilih di antara pilihan-pilihan tematis yang tersediabaginya
dan, pada bahasa lisan, isi klausa disusun menjadi satu satuan atau lebih yang
secara fonologis direalisasikan oleh intonasi.
Penutur
harus memotong-motong wicaranya menjadi satuan-satuan informasi. Ia
menyampaikan pesannya dalam rangkaian kemasan. Namun, ia bebas untuk menuntukan
bagaimana ia ingin mengemas informasi itu. Ia bebas untuk memutuskan di mana
setiap satuan informasi mulai dan berakhir dan bagaimana susunan dalamnya
(Halliday dikutip, Brown dan Yule, 1996:153). Jadi, jika diketahui bahwa
penutur telah memutuskan untuk mengatakan kepada pendengarnya bahwa “Jhon telas
masuk ke dalam kebun bersama Mary”, penutur mungkin akan mengemas informasi ini
menjadi satu potong seperti pada:
(1)
a.
Jhon has gone into the garden with Mary
atau menjadi 2 atau 3
potong seperti pada
b.
Jhon – has gone into the garden with Mary
c.
Jhon – has gone into the garden with – Mary
Realisasi perbedaan dalam memotong-motong
ini akan dibicarakan pada bagian yang berikut ini.
‘Susunan dalam’ satuan informasi,
berhubungan dengan cara didistribusikannya informasi ‘latar’ dan ‘baru’ di
dalam satuan itu. Secara khas penutur akan menepatkan informasi latar pada
urutan sebelum informasi yang baru. Urutan struktur informasi yang ‘tak
tertanda’ adalah urutan latar-baru. Yang wajar, informasi yang mengawali wacana
hanya akan mengandung informasi yang baru.
2.1.3
Kelompok-Kelompok
Ton dan Tonik
Satuan-satuan
informasi secara langsung direalisasikan dalam wicara sebagai kelompok-kelompok
ton. Penutur mendistribusikan kuatum-kuatum informasi yang ingin diungkapkannya
ke dalam satuan-satuan yang secara fonologis ditentukan batas-batasnya.
Kelompok-kelompok
ton debedakan secara fonologis oleh satu, dan hanya satu, suku kata tonis yang terdapat di dalamnya. Suku kata tonis ditandai
dengan satuan tinggi nada maksimal padanya. Kelompok-kelompok ton, karena
diucapkan pada bahasa lisan, juga berhubungan dengan ritme bahasa lisan
(Abercrombie dikutip Brown dan Yule, 1996:154). Setiap suku (foot) mulai dengan suku kata bertekanan
dan berisi jumlah suku kata tak bertekanan yang mengikutinya. Jadi,
kelompok-kelompok ton harus mulai dengan suku kata bertekanan. Tetapi
kadang-kadang suku kata pertama pada suku kata permulaan kelompok ton tak
bertekanan. Lalu, didalilkan iktus
senyap (sepadan dengan ‘pukulan’ senyap dalam musik) sebagai permulaan
dalam kelompok ton. Pada contoh berikut ini tonik ditandai dengan huruf besar,
batas kelompok ton dengan / /, dan iktus senyap dengan L:
/
/ L I/find it incompre /
HENsible / /
Suku
kata tonis berfungsi untuk memfokuskan informasi baru dalam kelompok ton. Dalam
kasus tak tertanda, suku kata tonis memfokuskan unsur leksikal yang terakhir
dalam kelompok ton, yang umunya kata kepala konstituen yang berisi infosmasi
baru. Perhatikan cara seorang anak perempuan berumur 4 tahun menceritakan
dongeng peri yang sangat baik diketahuinya:
(2)
a. / / L in a / far-away / LAND
/ /
b. / / L there / lived a / bad
/ naughty / FAIRy / /
c. / / L and a / handsome /
PRINCE / /
d. / / L and a / lovely /
PRINces / /
e. / / L she was a / really /
WICKed / fairy / /
Anak
itu memotong-motong ceritanya menjadi satuan-satuan informasi yang
direalisasikan sebagai kelompok-kelompok ton. Dalam kelompok-kelompok to a-d, unsur lesikal terakhir mendapat
suku kata tonis, yang menandainya sebagai fokus informasi baru. Dalam kelompok
ton e, suku kata tonisnya tidak jatuh
pada unsur leksikal terakhir, fairy,
karena fairy sudah diketahui pada
ko-teks sebelumnya dan dianggap diketahui oleh penutur. Suku kata tonis jatuh
pada unsur leksikal terakhir yang menunjukan informasi ‘baru’, pada WICKed.
Adalah
penting untuk tidak menganggap bahwa status infomasi ditentukan oleh apakah
suatu wujud sudah diacu atau belum di dalam wacana. Seperti kata Halliday
(dikutip, Brown dan Yule, 1996:155) yang konsisten dan betul “Inilah
pilihan-pilihan manasuka pada pihak penutur yang tidak ditentukan oleh
lingkungan tekstual atau situasional; apa yang baru, yang akhirnya terserah
kepada penutur, adalah apa yang dipilihnya untuk dikemukahkan sebgai baru, dan
ramalan-ramalan dari wacana hanya dikemukakan sebagai baru, dan ramalan-ramalan
dari wacana hanya berkemungkinan besar terpenuhi”.
5.1.4 Mengidentifikasikan Kelompok Ton
Jika
penganalisis wacana ingin menggambarkan realisasi satuan-satuan informasi, ia
memerlukan sistem analisis yang memungkinkannya mengenali realisasi-realisasi
itu dengan cara yang dapat dipercaya dan berprinsip. Apabila berkerja dengan
wicara yang dibaca keras-keras, atau dengan wicara yang sudah dilatih
sebelumnya, sering mungkin mengidentifikasikan kelompok-kelompok ton pada arus
wicara, terutama bilamana batas-batas sintaksis bertepatan dengan batas-batas
fonologis. Akan tetapi, pada wicara
spontan yang tak terencana, ada masalah-masalah dalam mengidentifikasikan
kelompok-kelompok ton apabila hanya kriteria fonologis saja.
Jika sering kali
sukar atau tidak mungkin mengidentifikasikan satu saja puncak yang menonjol
yang disekelilingnya terbentuk kelompok ton, seharusnya mungkin, pada asasnya
untuk menentukan batas-batas itu. Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:156)
menunjakan bahwa batas-batas itu akan ditentukan oleh struktur ritmis ujaran: kelompok ton adalah satuan fonologis yang berfungsi sebagai
realisasi struktur informasi. Kelompok ton tidak ko-ekstensif dengan
kalimat atau klausa atau satuan struktur kalimat apa pun yang lain; tetapi
ko-ekstensif dengan satuan informasi di dalam batasan-batasan yang ditentukan
oleh ritme itu. Desakan untuk mengikat satuan informasi secara langusng dengan
bentuk realisasi fonologis ini menghasilkan beberapa satuan informasi yang
tmapak ganjil seperti pada:
(3)
/
/ not only THAT but you / / didn’t know / where to start / LOOKing for the /
other and a / / GAIN as I / / say....
Batas–batas kelompok ton itu
rasanya berlawanan dengan instuisi jika benar-benar dipandang sebagai
pengkodean langsung batas-batas satuan-satuan informasi dalam wicara. Kemudian
ada masalah-masalah dengan identifikasi tonik-tonik dan kelompok-kelompok ton
dalam wicara spontan.
2.1.4
Kelompok
Ton dan Klausa
Struktur
informasi tak tertanda di dalam satuan informasi hendaknya informasi latar mendahului
informasi baru. Ini sangat masuk akal jika klausa (atau kalimat tunggal)
dipakai sebagai medan makna sintaksis tak tertanda sebab disitu memeang mungkin
ditemukan bentuk latar, yang mengacu kepada wujud topik, pada permulaan klausa,
yang kemudiann diikuti oleh informasi baru. Susunan tersebut dapat dilihat pada
potongan-potongan kecil percakapan berikut:
We did’nt see snow till we came up kmi tdk
melihat salju smpai kmi dtg.
– the motorway (jln tol)
Yang di situ ‘we’ latar dalam konteks wacana itu. Akan tetapi, kita lihat frase dipilih sebagai satuan informasi,
akan jarang-jarang terjadi bahwa di situ terdapat informasi latar, kecuali jika
frase secara keseluruhan diberikan sebagai latar.
2.1.5
Satuan-Satuan
yang Ditentunkan dengan Jeda
Pengunaan fenomena
jeda sebagai dasar untuk melakukan analsis dengan memotong-motong, sepintas
kilas mungkin tampak sebagai usaha yang agak tidak menentu. Banyak dan lamanya
jeda digunakan penutur jelas akan berbeda-beda menurut kecepatan wicaranya.
Jeda-jeda dapat dibuktikan dengan penyelidikan yang mengunakan alat oleh karena
itu dapat diukur. Apa yang mungkin diharapkan untuk ditemukan, dalam
peyelidikan pengaruh terjadinya jeda, adalah tipe-tipe jeda yang berbeda dengan
suatu pola distribusi yang teratur.
Suatu penelitian
wicara yang diucapkan oleh 12 pasang mahasiswa prasarjana, yang disitu seorang
anggota pasangan mendiskripsikan sebuah diagram yang dapat dilihatnya, tetapi
tidak dapat dilihat oleh pendengarnya, agar pendengarnya dapat menggambar
diagram itu, dapat kami amati pengaruh terjadinya jeda-jeda dalam wicara yang
dapat dibandingkan di antara sejumlah penutur.
Wicara yang khas diucapkan dengan kondisi-kondisi ini diperlihatkan pada
pembicaraan berikut:
A:
halfway down the page (0.3) draw (0.6) a red (0.4) horizontal line
(0.2) of about (0.5) two inches (16) on eh (1.1)the right hand side just above
the line (1.9) in black (0.1) write ON (3.2)
B: ON (3.4)
A: above the line (14) draw (0.2) a black
(0.65) triangle (1.0) ehm (1.9) a righ-angle (0.2) triangle (1.9) starting to
the lef (0.2) of the red line (1.0) about (0.9) half a centimetre above it
(4.0)
Pada petikan tersebut tipe-tipe
jeda berikut yang ditentuksn berdasarkan panjang relatif, dapat
diindentifikasikan.
- Jeda diperpanjang. Ini jeda panjang yang pada petikan di atas, lamanya antara 3.2 sampai 16 detik (yang terdapatpada titik-titik yang disitu penutur telah memberikan informasi yang cukup kepada pendengar untuk menggambar atau menulis apa yang telah dideskripsikan). Jeda seperti itu kami realisasikan dalam transkripsi dengan ++.
- Jeda panjang. Ini jeda yang berkisar dari 1.0 sampai 1.9 detik pada petikan di atas. Jeda seperti ini kami realisasikan dengan +.
- Jeda pendek. Ini berkisar antara 0.6 sampai 0.6 detik pada petikan di atas. Jeda seperti itu kami realisasikan dengan -.
Jeda-jeda diperpanjang dan panjang
mungkin saja dijadikan batas-batas satuan, sedangkan jeda-jeda pendek mungkin
saja dianggap termasuk satuan. Dengan menganut pandangan ini dapat disajikan
sebagai berikut:
A:
halfway down the page - draw - a red - horizontal line - of about - two
inches ++
on eh + the right hand
side just above the line + in black - write ON ++
B: ON ++
A: above the line ++
draw - a black - triangle + ehm + a righ-angle
- triangle + starting to the lef - of the red line + about + half a centimetre
above it ++
Jarak-jarak
perbedaan panjang jeda yang terdapat antara para subjek pada data ini dapat
diringkas sebagai berikut:
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
jeda jeda jeda
pendek
panjang diperpanjang
Jeda-jeda
direalisasikan sebagai menyusul sesudah ujaran-ujaran, seolah-olah jeda-jeda
merealisasikan penanda-penanda pengakhiran dengan cara tanda-tanda baca
merealisasikan penanda-penanda pengakhiran. Menurut Chafe (dikutip, Brown dan
Yule, 1996:161) penyelidikannya mengenai jeda menunjukan jeda sebagai
mendahului ujaran, karena ia memandang panjangnya jeda sebagai fungsi lamanya
perencanaan yang akan dibuat penutur untuk ujaran berikutnya.
2.1.6
Fungsi
Penonjolan Tinggi Nada
Halliday
(dikutip, Brown dan Yule, 1996:162) membuat anggapan yang mempermudah bahwa
hanya ada satu fungsi penonjolan tinggi nada, “beban utama gerakan tinggi nada”
yaitu untuk meanandai fokus informasi baru di dalam kelompok ton. Sebenarnya
penonjolan tinggi nada yang terbatas mungkin menandai jaoh lebih banyak
daripapa itu. Ini juga dipergunakan oleh penutur untuk menandakan permulaan
berbeloknya penutur, permulaan topik baru, penegasan khusus, dan kontras, dan
juga informasi yang oleh penutur dianggap baru. Penonjolan tinggi nada
berfungsi semacam awas ini! yang umum
dan antara lain dipakai oleh penutur untuk menandai informasi baru agar
diperhatikan. Semua unsur yang secara fonologis tidak menonjol, lalu dianggap
tidak dimintakan perhatian oleh penutur. Ini meliputi bukan hanya informasi
‘latar’ melaikan juga, misalnya, kata-kata gramatikal tak bertekanan.
Banyak ahli yang
menyelidiki intonasi, terutama yang menyelidiki intonasi pada wicara
percakapan, telah meninggalkan keharusan bahwa satuan-satuan informasi,
bagaimanapun direalisasikannya, mesti mengandung satu fokus saja, jadi
direalisasikan hanya dengan satu tonik. Perhatikan contoh berikut:
a.
in a FAR-away LAND +
b. there LIVED a BAD NAUGHty FAIRy ++
c. and a HANDsome PRINCE +
d. and a LOVEly PRINcesI ++
e. she was a REALly WICKed fairy ++
Suku
kata-suku kata yang secara fonologis menojol direalisasikan dengan huruf-huruf
besar. Setelah ini akan direalisasikan kata yang secara fonologis menonjol
sebagai menonjol, tidak pandang apa yang dengan tujuan-tujuan kita sekarang
ini, tak relevan dengan fonologis kata itu.
Distribusi
penonjolan fonologis berkenaan dengan informasi yang diketahui dimasukan ke
dalam wacana untuk pertama kalinya dan berkenaan dengan informasi yang
diketahui sudah dimasukan. Ungkapan-ungkapan yang memasukan informasi baru
direalisasikan dengan penonjolan fonologis seperti pada:
a.
draw
a BLACK TRIANGEL
b.
draw
a STRAIGHT LINE
c.
write
OUT in BLACK
d.
there’s
a CIRCLE in the MIDDLE
Ungkapan-ungkapan
yang memasukan informasi yang telah diketahui tanpa penonjolan fonologis,
seperti pada:
a.
UNDERNEATH
the triangle
b.
at
the END... of this line write the
word ON just ABOVE the line
c.
a
LINE... about TWO INCHES + and ABOVE it write
ON
(ungkapan-ungkapan
yang menyebutkan informasi yang telah diketahui di cetak tebal)
2.2
Struktur
Informasi dan Bentuk
Sintaksis
2.2.1
Latar/Baru
dan Bentuk Sintaksis
Informasi
baru secara khas dimasukan melalui ungkapan-ungkapan tak tertentu dan sesudah
itu diacu dengan ungkapan-ungkapan tentu (Brown dan Yule, 1996:168). Berikut
ini akan di contohkan sederetan bentuk sintaksis yang telah sering
diidentifikasikan dalam tulisan-tulisan dan buku-buku sebagai ungkapan-ungkapan
yang mengacu kepada wujud-wujud latar. Ungkapan-ungkapan yang dinyatakan
sebagai latar di cetak tebal dalam setiap kasus.
a.
1. Yesterday I saw a little girl get bitten( tergigit) by a dog.
2.
I
tried to catch the dog, but it ran away.tapi lari
b.
1.
Marry got some beer out of the car.
2.
The beer was warm.
c.
1.
Mary got some picnic supplies out of the car.
2.
The beer was warm.
d.
1.
Yesterday, Beth sold her Chevy.
2.
Today,
Glen bought the car.
e.
1.
I bought a paiting last week.
2.
I
really like paintings.
f.
1.
Robert found an old car.
2.
The steering wheel had broken off.
g.
1.
What happened to the jewels?
2.
They were stolen bay a custumer.
h.
1.
saw two young people there.
2.
He kissed her.
i.
1.
(Sag produces a cleaver and prepares to hack off his left hand)
2. He
never
actually does it.
j.
1.
William works in Manchester.
2.
So
do I.
Bentuk-bentuk
sintaksis yang biasanya dibicarakan dalam kaitannya dengan informasi ‘latar’
meliputi:
A. (i)
Satuan-satuan leksikal yang disebutkan untuk kedua kalinya seperti pada a dan
b, terutama yang dengan ungkapan-ungkapan tentu.
(ii)
Satuan-satuan leksikal yang dikemukakan sebagai ada di dalam bidang semantis
satuan leksikal yang disebut sebelumnya seperti pada c, d, e, dan f lagi
terutama yang dengan ungkapan-ungkapan tertentu.
B. (i)
Pronominal-pronominal yang dipakai secara anaforis sesudah bentuk leksikal
penuh dalam kalimat terdahulu seperti pada a, g dan h.
(ii)
Pronominal-pronominal yang dipakai secara aksoforis (mengacu pada konteks
situasi fisik) yang di situ ada referen seperti pada i, dan j.
(iii)
Proverbal-proverbal (yang kurang umum dibicarakan) seperti pada i dan k.
Contoh
di atas dipetik dari pembicaraan-pembicaraan mengenai realisasi-relisasi
sintaksis tertentu, pada deretan-deretan kalimat yang disusun yang disitu suatu
unsur pada kalimat kedua dalam arti tertentu sebagai latar. Untuk saat ini akan
kita pusatkan perhatian pada bentuk uangkapan-ungkapan yang dianggap sebagai
petunjuk-petunjuk konvesional bahwa referen-referebnya oleh penutur/penulis
dianggap latar.
Dalam bahasa Indonesia Lubis
(1993:82—83) memberikan contoh sebagai berikut.
1)
Saya melihat sepeda motor merah di
parkiran. Motor itu masih baru.
2)
Kamu harus membawa semua alat
tulismu. Pensil terutama.
3)
Ayah, ibu, dan anak itu sedang
berwisata bersama. Mereka terlihat bahagia.
4)
Hal ini wajib mereka lakukan. Saling
menghormati.
5)
Si A sedang membaca buku. Si B
melakukan juga.
Penjelasan tentang struktur
informasi juga pernah dikemukakan Cook. Menurut Cook (dikutip Utami, 2011)
susunan atau pengurutan informasi dapat ditentukan berdasarkan anggapan
tersebut, informasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu informasi yang
menurut perkiraan penutur sudah diketahui oleh kawan bicara atau given
information dan informasi baru (new information) yang menurut
perkiraan penutur belum diketahui oleh kawan bicaranya. Status baru atau given
yang sudah diberikan dapat berubah dalam sebuah wacana, informasi baru dapat menjadi
given information. Perhatikan contoh berikut.
Given
Putu Wijaya
dilahirkan
New
di Puri Anom, Tabanan,
Bali pada tanggal 11 April 1944.
Hampir semua seniman Indonesia
mengetahui tentang keberadaan seniman yang bernama Putu Wijaya. Informasi
tersebut dapat dijadikan sebagai given (latar). Begitu puladengan fakta
bahwa Putu Wijaya dilahirkan dapat dikatakan sebagai given karena semua
manusia juga dilahirkan. Di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944
merupakan informasi baru karena diperkirakan bahwa tidak semua mengetahui bahwa
Putu Wijaya dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944.
Lubis (1993:83) mengemukakan di
dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan informasi lama dan informasi baru (old
and new information). Menurut Lubis, yang menjadi informasi lama dan baru
dalam bahasa Indonesia adalah subjek dan predikat secara semantic. Berikut ini
beberapa contoh kalimat dalam bahasa Indonesia yang diberikan lubis. Bagian
yang dicetak miring adalah subjek yang mengandung informasi lama.
1)
Saya membaca
buku.
2)
Yang membaca buku saya.
3)
Buku saya baca.
4)
Di mana Kamu tinggal?
5)
Bagaimana bentuknya?
6)
Bacalah buku itu!
Berdasarkan beberapa contoh di atas,
dapat dikatakan bahwa informasi lama dan baru dapat dianalisis dengan
memperkirakan apakah unsur leksikal tertentu sudah disebutkan sebelumnya atau
belum, baik secara fisik maupun secara kontekstual ada di dalam wacana, sehingga
diduga sudah diketahui atau tidak oleh pendengar atau pembaca. Informasi diduga
belum atau tidak diketahui disebut informasi baru, sedangkan informasi yang
diperkirakan sudah diketahui disebut informasi lama atau latar.
3.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Struktur informasi terkait dengan upaya
penutur (pembicara atau penulis) mengatur, menempatkan, dan menyajikan
informasi berdasarkan pola-pola tertentu. Pengaturan informasi berhubungan
dengan bagaimana informasi latar dan baru disampaikan. Informasi baru merupakan
informasi yang ada dalam proposisi dan diduga belum atau tidak diketahui oleh
kawan atau lawan bicara karena tidak ada penyebutan sebelumnya di dalam wacana
ataupun ketiadaan konteks yang berhubungan dengan wacana itu. Informasi latar
merupakan informasi yang diperkirakan sudah diketahui oleh kawan bicara
berdasarkan konteks yang ada atau karena informasi tersebut memang sudah ada
rujukannya di dalam wacana.
Status informasi ditentukan tidak
oleh struktur wacana tetapi oleh penutur. Tidak ada juga kaidah-kaidah untuk
menentukan status informasi baru dan latar bagi penutur. Namun, ada
keteraturan-keteraturan dan juga penekanan intonasi.
DAFTAR PUSTAKA
Brown,G.
& Yule. G. 1996. Analisis Wacana:
Discourse Analysis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
utama.
Hasibuan, N. H. 2006. “Aneka Pandangan Di Sekitar Struktur Informasi”. http://repository. usu.ac.
Id/bitstream/123456789/16009/1/was-jun2006-%20%286%29.pdf. (Diakses, 15 Oktober 2012).
Lubis, A. Hamid Hasan. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung:Angkasa.
Utami, Treasiana S. D. 2011. “Analisis Struktur
Informasi Latar-Baru pada Wacana Putra Khadafi Dikabarkan Tewas dalam Harian
Seputar Indonesia”. http://diahutamidot com.wordpress.com/2011/05/08/42/. (Diakses, 15 Oktober 2012).