Rabu, 25 September 2013

Jurnal


Stratifikasi Dan Interaksi Tokoh-Tokoh Novel Langit Taman Hati Karya Cucuk Hariyanto
                                                            Rohma Junita*)
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan mendeskripsikan stratifikasi dan interaksi tokoh-tokoh dalam novel Langit Taman Hati karya Cucuk Hariyanto. Metode penelitan yang digunakan adalah metode deskriftif dan pendekatan sosiologis.Teknik analisis data menggunakan teknik analisis konten. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 10 tokoh dalam novel Langit Taman Hati karya Cucuk Hariyanto.Yakni Reza Ayatullah Al-Fatah Dimas, Profesor Umar Salim, Mister Wong, Aida Ainun Nisa, Ustadz Shalahuddin, Farah sausan Salsabila, Ibu Khadijah, Syifa, dan Amelia. Namun, setelah diteliti, tokoh Syifa dan Amelia tidak ditemukan kutipan atau alur cerita yang menunjukkan stratifikasi sosial kedua tokoh tersebut. Kedelapan tokoh terebut seluruhnya tergolong dalam stratifikasi sosial kelas atas. Interaksi sosial, yakni proses-proses interaksi sosial dalam diri Reza Ayatullah Al-Fatah adalah sugesti dan simpati. Profesor Umar Salim, Ustadz Shalahuddin, dan Ibu Khadijah sama-sama mencerminkan proses interaksi sosial sugesti, Syifa mencerminkan proses interaksi sosial simpati. Mister Wong mencerminkan proses interaksi sosial imitasi dan simpati, sedangkan Amelia mencerminkan proses interaksi sosial simpati. Bentuk-bentuk interaksi sosial yang tercermin dalam diri Reza Ayatullah Al-Fatah atau Reza, yakni kerjasama, akomodasi atau penyesuaian diri, dan pertentangan atau pertikaian. Ibu Khadijah, Dimas, dan Ustadz Shalahuddin  mencerminkan bentuk-bentuk interaksi sosial kerjasama, sedangkan Farah mencerminkan bentuk-bentuk interaksi sosial pertentangan atau pertikaian dan akomodasi.

Kata-KataKunci : Stratifikasi Sosial, Interaksi Sosial, Novel.



Sastra merupakan tanggapan dan penilaian pengarang terhadap kenyataan di sekitarnya. Dengan membaca karya sastra berarti kita berada dalam dunia rekaan, bertemu dengan berbagai tokoh, dan terlibat dengan berbagai peristiwa.Peristiwa Tersebut merupakan pengalaman yang bermanfaat karena dapat mengembangkan hidup kita. Hal tersebut menjadi dasar penghargaan terhadap karya sastra (Nurgiyantoro, 2000:3).
Di dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali peristiwa yang ditemui dan diketahui, misalnya peristiwa-peristiwa yang dapat membuat manusia menangis, marah, tertawa, terharu, dan kagum. Berbagai peristiwa tersebut direkam oleh sastrawan untuk dijadikan sebuah karya sastra. Kenyataan ini menunjukkan bahwa selain sebagai pengarang, sastrawan juga merupakan pengamat sosial terhadap kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Mukmin (2005:1) yang mengemukakan bahwa keadaan masyarakat beserta liku-liku kehidupannya tidak terlepas dari pengamatan para sastrawan sebagai pengamat sosial. Kecermatan para sastrawan dalam mengamati berbagai masalah kehidupan di dalam masyarakat itu dituangkannya dalam bentuk karya sastra.
Gambaran kehidupan yang dituangkan pengarang dalam suatu karya sastra tidak dapat dipisahkan dari kondisi dan situasi yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. Berbagai macam persoalan, baik persoalan sosial, budaya, ekonomi maupun politik yang mewarnai kehidupan masyarakat sehari-hari tidak lepas dari pengamatan pengarang. Hasil pengamatan dan pengalaman sastrawan itulah yang selanjutnya dituangkan ke dalam karya sastra melalui ungkapan perasaan dan pengalaman yang diwujudkan dalam bentuk bahasa dalam suatu karya sastra, baik itu karya sastra yang berbentuk puisi, roman, novel, cerpen, maupun bentuk-bentuk lainnya.
Adanya masalah kehidupan dalam karya sastra tersebut menunjukkan adanya pengaruh timbal-balik antara sastra dengan masyarakat. Semi (1993:73) mengemukakan bahwa karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat. Bahkan, seringkali masyarakat sangat menentukan  nilai karya sastra yang hilang di suatu zaman, sementara sastrawan itu sendiri yang merupakan anggota masyarakat tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungannya.
Pengaruh timbal-balik antara sastra dengan masyarakat tersebut dapat dilihat melalui isi cerita yang tercermin pula melalui tingkah laku tokoh atau pelaku cerita. Tokoh atau pelaku cerita dalam sebuah novel selalu berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu alur cerita.
Selain itu, tokoh atau pelaku cerita dalam karya sastra, termasuk novel dapat pula menjadi perwujudan dan gambaran hidup manusia yang terjadi sesuai dengan kenyataan hidup, yakni manusia memiliki beragam perbedaan, salah satunya adalah perbedaan sosial atau stratifikasi sosial, seperti tokoh yang digambarkan memiliki taraf kehidupan makmur atau kaya, sederhana atau sedang-sedang, dan pas-pasan atau miskin atau termasuk dalam tingkatan atas, sedang, dan rendah.
Interaksi dan stratifikasi atau tingkatan sosial yang tercermin pada tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra, termasuk novel inilah yang menjadi pencerminan atau gambaran kehidupan masyarakat yang penuh dengan realitas dalam suatu karya sastra sehingga pembaca dan penikmat karya sastra dapat mengambil hikmah dan dapat dijadikan bahan pembelajaran dalam menjalani keidupan.
Kenyataan bahwa suatu karya sastra tidak terlepas dari pengaruh timbal-balik antara pengarang dan masyarakat yang tercermin melalui interaksi dan stratifikasi sosial.tokoh-tokohnya tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan kajian terhadap suatu karya sastra dibutuhkan disiplin ilmu untuk membahasnya. Adapun disiplin ilmu tersebut adalah ilmu sosiologi. Sumarsono (2010:5) mengemukakan bahwa sosiologi mempelajari antara lain struktur sosial, organisasi kemasyarakatan, hubungan antaranggota masyarakat, tingkah laku kemasyarakatan. Secara konkret, sosiologi mempelajari kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti keluarga (clan  atau subsuku), suku, bangsa. Di dalam masyarakat ada semacam lapisan, seperti lapisan penguasa dan lapisan rakyat jelata, atau ada kasta-kasta.
Karya sastra tidak terlepas dari masalah sosial karena sastra adalah instuisi sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra menyajikan kehidupan. Kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, meskipun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif manusia. Dengan demikian, karya sastra tidak terlepas dari masalah sosial, hubungan manusia dalam masyarakat, perubahan dan perkembangan sosial, serta perilaku individu dalam kelompok sosial.
 Pada penelitian ini, analisis stratifikasi sosial yang dilakukan penulis adalah melakukan kajian terhadap stratifikasi atau tingkatan sosial para tokoh yang terdapat dalam novel Langit Taman Hati Indah karya Cucuk Hariyanto yang terdiri atas empat tingkatan, yaitu: (1) tingkat atas, (2) tingkat menengah, dan (3) tingkat rendah.
Berlangsungnya suatu interaksi sosial dapat didasarkan pada berbagai faktor, antara lain imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Interaksi sosial yang terjadi dalam diri seseorang dapat terwujud dalam berbagai bentuk. Basrowi (2005:145—148) 
mengemukakan bahwa secara mendasar, ada empat bentuk interaksi sosial yang ada dalam masyarakat, yakni: kerjasama (coorperation), persaingan (competition), akomodasi atau penyesuaian diri (accommodation), dan pertentangan atau pertikaian (conflict).
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah stratifikasi sosial dan interaksi sosial tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Langit Taman Hati karya Cucuk Hariyanto.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan mendeskripsikan stratifikasi sosial dan interaksi sosial tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Langit Taman Hati karya Cucuk Hariyanto.

METODE

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Menurut Semi (1993:24), “Metode deskriptif adalah metode yang menggunakan kata-kata atau gambaran-gambaran, bukan dalam bentuk angka-angka”. Metode deskriptif ini digunakan dengan tujuan agar penulis dapat menganalisis, mendeskripsikan, dan menyimpulkan kajian stratifikasi sosial dan interaksi sosial tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Langit Taman Hati karya Cucuk Hariyanto berdasarkan data yang diperoleh melalui teknik dokumentasi serta menggambarkan hasil penelitian ini secara jelas dan lengkap.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a.       Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel ini adalah sebagai berikut.
1.      Tingkat Atas
Tokoh-tokoh yang tergolong dalam stratifikasi tingkat atas adalah sebagai berikut.
Reza Ayatullah Al-Fatah tergolong dalam tingkat atas. Hal ini dapat diketahui ketika Reza telah menggunakan mobil yang dilengkapi dengan fasilitas AC sebagai penunjang aktivitasnya dan dapat pula diketahui berdasarkan ucapan seorang wanita berjilbab yang ternyata telah mengenal Reza sebagai seorang mahasiswa  S-2 di Institut Teknologi Surabaya (ITS). Jenjang pendidikan S-2 yang sedang ditempuh Reza.
Dimas tergolong dalam tingkat atas. Tingkatan ini dapat dilihat melalui aktivitas sehari-hari Dimas yang selalu membawa mobil pribadi, yang antara lain dapat dilihat ketika dimas menyapa Reza yang pagi itu datang pagi-pagi sekali ke kampus.
Profesor Umar Salim tergolong dalam tingkat atas yang dapat diketahui berdasarkan kata hati Reza yang mengatakan bahwa ia sangat menghormati Profesor Umar Salim karena meskipun professor tersebut orang terhormat, tapi penampilannya tampak sederhana dan tidak segan-segan berbincang-bincang dengan rakyat kecil. Selanjutnya, dilihat dari tingkat pendidikannya, Profesor Umar Salim memiliki tingkat pendidikan tinggi yang dapat dilihat dari gelar professor yang disandangnya, sedangkan dilihat dari tempat tinggalnya, tempat tinggal Profesor Umar Salim berada di kawasan perumahan paling elit di Surabaya dan dapat pula dilihat dari megahnya tempat tingal Profesor Umar Salim.
Mister Wong tergolong dalam tingkat atas. Hal ini dapat dilihat ketika Reza dan Profesor Umar Salim datang ke kantor Mister Wong, Mister wong sedang duduk di kursi direkturnya sambil memainkan labtopnya dan dapat pula diketahui berdasarkan keberhasilan yang telah diraih Mister Wong sebagai pemilik PT Sigma Engine yang telah memiliki tiga kantor cabang, yakni Surabaya, Makasar, dan Medan.
Aida Ainun Nisa tergolong dalam tingkat atas. Hal ini dapat diketahui berdasarkan pengakuannya pada Reza bahwa ia dulu pernah menjadi adik tingkat Reza semasa kuliah di S-1 Institut Teknologi Surabaya. dan dapat pula diketahui berdasarkan pembicaraan antara Dimas dengan Reza ketika Reza menanyakan Ainda tinggal di mana. Dimas yang banyak mengetahui tentang Aida menjawab bahwa Aida sekrang tinggal bersama seorang pembantu dan beberapa bulan terakhir, Aida sering membantu mengasuh anak-anak di Panti Asuhan Putri Muslim.
Ustadz Shalahuddin tergolong dalam tingkat atas yang dapat dilihat ketika Reza menemui murabbi atau orang yang memiliki pernanan sebagai pembina agama Islam di Masjid Al-Akbar, dan ketika sampai di masjid tersebut, Reza melihat Ustadz Shalahuddin sedang berada di dekat mimbar.
Farah tergolong dalam tingkat atas yang dapat diketahui berdasarkan penjelasan Ustadz Shalahuddin yang mengatakan bahwa Farah adalah akhwat yang baru berusia dua puluh dua tahun, pernah kuliah di Prancis, dan sekarang kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Selain itu, menurut Ustadz Shalahuddin, Farah adalah putri bungsu Profesor Zein Ahmad.
Ibu Khadijah tergolong dalam tingkat atas yang dapat diketahui berdasarkan kata hati Reza yang menyatakan bahwa Ibu Khadijah merupakan seorang yang berpendidikan tinggi karena menyandang gelar Doktor pada disiplin ilmu psikologi.

2.      Tingkat Menengah
Tokoh yang tergolong dalam tingkatan menengah adalah Reza Ayatullah Al-Fatah. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kata hati Reza yang mengatakan bahwa dirinya hanyalah orang yang hidup sebatang kara dengan penghasilan yang pas-pasan, dan dalam kesehariannya Reza memiliki berbagai kegiatan, yakni mengajar, kuliah, dan mengisi pelatihan komputer di pesantren. Berbagai aktivitas yang dilakukan Reza tersebut yang hanya mampu mencukupi kehidupan sehari-hari serta tingkat pendidikan yang tengah ditempuhnya di perguruan tinggi tersebut menunjukkan Reza Ayatullah Al-Fatah tergolong dalam stratifikasi sosial tingkat menengah.
b.      Interaksi Sosial
1.    Proses-Proses Interaksi Sosial
Proses-proses interaksi sosial tokoh-tokoh dalam novel Langit Taman Hati karya Cucuk Hariyanto adalah sebagai berikut.
Reza Ayatullah Al-Fatah atau Reza mencerminkan proses interaksi sosial sugesti yang dapat dilihat ketika Amelia mengeluhkan nasibnya pada Reza, Reza pun langsung menasehatinya dengan mengatakan agar Amelia tidak menyalahkan nasib karena nasib itu berada di tangan Allah dan meskipun Amelia merasa tidak beruntung dengan nasibnya, tetapi Allah selalu menuliskan takdir setiap orang sebagai sesuatu yang terbaik untuknya, simpati yang dapat diketahui berdasarkan kata hari Reza yang mengatakan banyak hal yang membuat Reza merasa senang dan simpati dengan keluarga Profesor Umar, yakni kebiasaan keluarga Profesor Umar yang selalu aktif mengikuti pengajian, ketika Reza tertarik pada Aida dan merasa yakin bahwa pilihannya kepada Aida adalah suatu anugerah yang diberikan Allah kepadanya, ketika Reza merasa simpati pada Farah setelah mendengar perkataan Farah yang masih bisa menjaga hati serta selalu sabar menanti Reza, Reza semakin simpati terhadap Farah dan berkata dalam hati betapa beruntungnya ia jika telah bersanding dengan Farah, dan ketika Reza akhirnya menyatakan niatnya untuk segera melamar Farah dalam waktu dekat ini. Mendengar pernyataan Reza tersebut, Farah pun menyambutnya dengan kebahagiaan yang mendalam.
Profesor Umar Salim mencerminkan proses interaksi sosial sugesti yang dapat dilihat ketika Profesor Umar memberikan pandangannya kepada Reza bahwa Reza tidak perlu khawatir akan diterima bekerja atau tidak oleh Mister Wong karena Mister Wong telah menjamin bahwa orang yang direkomendasikan oleh Profesor umar pasti akan diterima bekerja dan ketika Profesor Umar langsung memberikan pandangan bahwa ia memilih Reza sebagai orang pilihan yang akan diajukan kepada Mister Wong bukan hanya karena ia telah menganggap Reza sebagai anaknya, tetapi ia juga yakin akan kemampuan yang ada dalam diri Reza.
Ustadz Shalahuddin mencerminkan proses interaksi sosial sugesti yang dapat diketahui ketika Ustadz Shalahuddin memberikan nasehatnya agar Reza segera menikah karena Reza sendiri sudah memikirkan untuk menikah. Selain itu, menurut Ustadz Shalahuddin jika cepat menikah maka Reza dapat terus menjaga hati supaya tidak kotor.
Syifa mencerminkan proses interaksi sosial simpati yang dapat diketahui berdasarkan perkataan Syifa setelah mengetahui bahwa Reza akan menikah dengan Aida Ainun Nisa. Menurut Syifa apa yang akan terjadi pada dirinya jika Reza akan menikahi Aida karena selama ini diam-diam ternyata Syifa juga mencintai Reza.
Mister Wong mencerminkan proses interaksi sosial imitasi yang dapat dilihat ketika Mister Wong menyatakan bahwa ia begitu tertarik pada agama Islam dan ingin belajar dari seorang pemuda yang tidak lain adalah Reza dan proses interaksi sosial simpati yang dapat dilihat ketika Mister Wong memberikan waktu cuti yang diperpanjang untuk Reza dan memberikan tiket beserta seluruh biaya yang dibutuhkan selama Reza liburan di Eropa.
Ibu Khadijah mencerminkan proses interaksi sosial sugesti yang dapat dilihat ketika Ibu Khadijah menyampaikan pandangan dan nasehatnya pada Reza bahwa Farah adalah sosok yang pas untuk menggantikan mendiang Aida sebagai ibu untuk Musa, anaknya.
Amelia mencerminkan proses interaksi sosial simpati yang dapat dapat dilihat ketika Amelia menyatakan bahwa ia telah jatuh cinta apda Reza dan berharap selalu bisa bersamanya.

2.    Bentuk-bentuk Interaksi sosial
Reza Ayatullah Al-Fatah atau Reza mencerminkan bentuk interaksi sosial, yakni kerjasama yang dapat dilihat ketika Reza meminta pertolongan pada Ibu Khadijah untuk memangil Aida sementara ia menunggu di kantor dan duduk kursi yang terletak di pojok ruangan agar Aida tidak mengetahui keberadaannya, ketika Reza melakukan kerjasama dengan cara meminta bantuan Dimas untuk memangil semua teman-teman karate, taekwondo, dan kepanduan untuk mendatangi tempat  orang yang telah menculik Maya dan ketika Reza meminta bantuan sekaligus bekerjasama untuk meminang Farah, Reza meminta bantuan pada Professor Umar salim, Ustadz Shalahuddin, Dimas, dan Ibu Khadijah.
Akomodasi atau Penyesuaian Diri (Accommodation) yang dapat dilihat ketika dengan bijak Reza meminta kepada Syifa untuk menenangkan diri dan lebih mendekatkan diri kepada Allah, ketika Reza berusaha menyelesaikan pertentangan yang terjadi antara dirinya dengan Aida, istrinya tentang keinginan Reza agar istrinya melakukan operasi mata agar penglihatannya bisa kembali seperti semula, ketika Reza berusaha menyelesaikan pertentangan atau pertikaian yang terjadi antar Farah dengan dirinya dengan cara meminta maaf serta berjanji tidak akan salah memanggil nama Farah dengan nama Aida.
Pertentangan atau pertikaian yang dapat dilihat ketika Reza terlibat keributan saat ia berusaha membebaskan Maya dari tempat lokalisasi dan ketika terjadi salah paham antara Reza dengan Farah yang disebabkan oleh kesalahan Reza dalam memanggil Farah. Reza yang dulu hidup bersama Aida sering salah memanggil Farah dengan nama Aida sehingga Aida sering uring-uringan bahkan minggat dari rumah.
Ibu Khadijah mencerminkan bentuk-bentuk interaksi sosial, yakni kerjasama yang dapat dilihat ketika Ibu Khadijah membantu Reza yang ingin bertemu sekaligus melamar Farah dan ketika Reza bermaksud meminang Farah, Ibu Khadijah bersama Professor Umar Salim, Ustadz Shalahuddin, dan Dimas sama-sama berangkat ke rumah Farah yang berada di daerah Galaxy.
Dimas mencerminkan bentuk-bentuk interaksi sosial kerjasama yang dapat dilihat ketika Dimas melakukan kerjasama dengan cara meminta bantuan semua teman-teman karate, taekwondo, dan kepanduan untuk mendatangi tempat Maya disekap.
Ustadz Shalahuddin mencerminkan bentuk-bentuk interaksi sosial, yakni kerjasama yang dapat dilihat ketika Reza bermaksud meminang Farah, Ustadz Shalahuddin bersama Professor Umar Salim, Ibu Khadijah, dan Dimas sama-sama berangkat ke rumah Farah yang berada di daerah Galaxy.
Farah mencerminkan bentuk-bentuk interaksi sosial, yakni pertentangan atau pertikaian  yang dapat dilihat ketika terjadi pertentangan atau pertikaian dengan Reza akibat kesalahan Reza saaat memanggil Farah dengan nama Aida dan akomodasi yang dapat dilihat ketika Farah memeluk Reza dari belakang dan menyatakan telah mememaafkan Reza serta ia juga meminta maaf atas kelakuannya pada Reza.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa terdapat 10 tokoh dalam novel Langit Taman Hati karya Cucuk Hariyanto yang terdiri satu tokoh utama, yakni Reza Ayatullah Al-Fatah dan sembilan orang tokoh pembantu, yakni: Dimas, Profesor Umar Salim, Mister Wong, Aida Ainun Nisa, Ustadz Shalahuddin, Farah sausan Salsabila, Ibu Khadijah, Syifa, dan Amelia. Namun, setelah diteliti, tokoh Syifa dan Amelia tidak ditemukan kutipan atau alur cerita yang menunjukkan stratifikasi sosial kedua tokoh tersebut. Kedelapan tokoh terebut seluruhnya tergolong dalam stratifikasi sosial kelas atas.
Interaksi sosial, yakni proses-proses interaksi sosial dalam diri Reza Ayatullah Al-Fatah adalah sugesti dan simpati. Profesor Umar Salim, Ustadz Shalahuddin, dan Ibu Khadijah sama-sama mencerminkan proses interaksi sosial sugesti, Syifa mencerminkan proses interaksi sosial simpati. Mister Wong mencerminkan proses interaksi sosial imitasi dan simpati, sedangkan Amelia mencerminkan proses interaksi sosial simpati. Bentuk-bentuk interaksi sosial yang tercermin dalam diri Reza Ayatullah Al-Fatah atau Reza, yakni kerjasama, akomodasi atau penyesuaian diri, dan pertentangan atau pertikaian. Ibu Khadijah, Dimas, dan Ustadz Shalahuddin  mencerminkan bentuk-bentuk interaksi sosial kerjasama, sedangkan Farah mencerminkan bentuk-bentuk interaksi sosial pertentangan atau pertikaian dan akomodasi.

SARAN
Saran-saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut.
1)      Bagi peneliti lain, agar penelitian ini dapat menjadi acuan serta bahan tambahan dalam memahami dan meneliti sastra khususnya dalam menganalisis stratifikasi sosial dan interaksi sosial tokoh-tokoh dalam novel lain.
2)      Bagi pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai model pembelajaran sastra dalam memahami karya sastra.

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi. 2005. Pengantar sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Mukmin,S.(2005). Transformasi akhlak    dalam sastra:Kajian semiotika rubuhnya surau kami. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Nurgiyantoro,B.(2000).Teori pengkajia fiksi. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Semi,MA.(1993). Metodelogi penelitian sastra: Bandung: Angkasa.

Sumarsono.(2010).Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.











Tiada ulasan:

Catat Ulasan