BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap
manusia yang berakal sehat pasti memiliki pengetahuan, baik berupa fakta,
konsep, prinsip, maupun prosedur tentang suatu objek. Pengetahuan dapat
dimiliki berkat adanya pengalaman atau melalui interaksi antar manusia dan
lingkungannya. Salah satu wujud pengetahuan yang dimiliki manusia adalah
pengetahuan ilmiah yang lazim dikatakan sebagai “ilmu”. Ilmu adalah bagian
pengetahuan, namun tidak semua pengetahuan dapat dikatakan ilmu. Seandainya
seseorang berkata kepada kita bahwa dia tahu bagaimana cara bermain gitar, maka
seorang lainnya mungkin bertanya : apakah pengetahuan anda itu merupakan ilmu ?
tentu saja dengan mudah dia dapat menjawabnya bahwa pengetahuan bermain gitar
bukanah ilmu, melainkan seni. Prof. Jujun menyatakan bahwa ilmu adalah satu buah
pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan. Kata sifat ilmu adalah
“keilmuan”. Keilmuan memiliki memiliki tugas membantu menusia dalam memecahkan
masalah.
Pengetahuan
manusia pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu
objek tertentu. Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang secara
langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan ita. Sukar dibayangkan
bagimana kehidupan manusia seandainya manusia itu tidak ada, sebab pengetahuan
merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul pada kehidupan. Tiap
jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan yang diajukan. Oleh
sebab itu agar kita dapat memanfaatkan segenap pengetahuan kita secara maksimal
maka harus kita ketahui jawaban apa saja yang mungkin bisa kita berikan oleh
suatu pengetahuan tertentu. Atau dengan kata lain, perlu kita ketahui kepada
pengetahuan mana suatu pertanyaan tertentu harus kita ajukan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah hakikat ilmu
pengetahuan dari aspek ontologi ?
1.3 Tujuan
Tujuan
makalah ini untuk mengetahui dan memahami hakikat ilmu pengetahuan dari aspek ontologi.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui
hakikat ilmu pengetahuan dari aspek ontologi.
2.
Sebagai bahan bacaan yang berkaitan
dengan onologi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Ontologi
Dalam
persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah
kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini ?pertama kali orang
dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa
materi (kebenaran) dak kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).
Pembicaraan
tentang hakikat sangatla luas sekali, yaitu segala yang ada dan mungkin ada.
Hakikat adalah realitas; realita adalah ke-real-an,
Riil artnya kenyataan yang sebenarnya. Jadi kahikat adalah kenyataan sebenarnya
sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan
kenyataan yang berubah.
Ontologi,
dalam bahasa Inggris “ontology”, berakar dari bahasa Yunani “on” berarti ada, dan “ontos” berarti keberadaan. Sedangkan “logos” berarti
pemikiran (Lorens Bagus:2000). Jadi, ontologi adalah pemikiran mengenai yang
ada dan keberadaannya. Sedangkan menurut Jujun S .Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Perspektif mengatakan,
ontology membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu,
atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
Sidi
gazalba dalam bukunya Sistematika Filsafat
mengatakan, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari
kenyataan. Karena itu ia disebut ilmu hakikat yang bergantung pada pengetahuan.
Dalam agama antologi memikirkan tentang Tuhan.
Dari
beberapa pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Menurut
bahasa, anologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan
logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut
istilah, Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Teori
ontology pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1939 M.
untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya Chirtian Wolff (1679-1954) membagi metafisika menjadi dua,
yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum yang dimaksudkan
sebagai istilah lain dari ontology.
Dengan
demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau paling Dalam dari segala sesuatu yang
ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi,
dan teologi.
Kosmologi
adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta.
Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakn tentang jiwa
manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan
2.2
Objek
ontologi
1.
Objek
Materi
Secara
antologis, artinya metafisis umum, objek materi yang dipelajari dalam plural
ilmu pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh
objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak tertinggi, yaitu
dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai makhluk. Kenyataan itu mendasari dan
menentukan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, prulalitas
ilmu pengetahuan berhakikat satu, yaitu dalam kesatuan objek materinya.
Kesatuan
ilmu pengetahuan tersebut menjadi semakin jelas jika ditinjau dari sumber asal
seluruh perbedaan objek materi itu. Semua makhluk, sebagai objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, secara
sistematis berhubungan dengan proses kausalistik. Keberasaan manusia didahului dengan keberadaan binatang; keberadaan
binatang didahului keberadaan tumbuh-tumbuhan; dan keberadaan tumbuh-tumbuhan
didahului oleh zat kebendaan. Secara sistematis, masing-masing berada dalam
sistem saling bergantung (
interdependence ), dan zat kebendaan terkecil ( atom ) secara eksistensial
berfungsi sebagai sumber ketergantungan makhluk-makhluk lain sesudahnya. Tetapi
secara substansial, keberadaan atom sebagai zat kebendaan terkecil itu bukanlah
dalam tingkat kesempurnaan (berdiri sendiri), melainkan berada pada tingkat
aksidental, artinya berada dengan cara ditentukan. Keberadaan zat kebendaan
demikian ditentukan oleh penyebab terdahulu, sekaligus sebagai penyebab pertama
dan terakhir, yang disebut ‘causa prima’.
Oleh karena itu, pada tingkat substansi tertinggi, seluruh pluralitas ilmu
pengetahuan, sebagai akibat prulalitas objeknya, berada dalam satu kesatuan di
dalam diri causa prima-nya.
2. Obek Forma
Objek forma ini sering dipahami
sebagai sudut atau titik pandang, yang selanjutnya menenentukan ruang lingkup.
Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang
menjadi prular, berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara satu dengan
yang lain.
Dibandingkan dengan pengetahuan
pada umumnya atau filsafat. Ilmu pengetahuan pada umumnya atau filsafat, ilmu
pengetahuan mempersoalkan kebenaran secara khusus, konkret dan objektif, yang
selanjutnya desebut kebenaran objektif, yang selanjutnya disebut kebenaran
objektif. Kebenaran demikian tingkat kepastiannya lebih kuat, karena didukung
oleh fakta-fakta konkret dan empirik objektif. Dalam hubunganya dengan
perilaku, kebernaran objektif memberikan landasan stabil dan establish sehingga
suatu perilaku dapat diukur nilai kebenarannya, dan bisa dipakai sebagai
pedoman bagi semua pihak. Sedangkan objektifitas suatu objek materi, apapun
jenisnya, bukan terletak pada keseluruhan tetapi pada bagian-bagian kecil dari
objek itu. Mengingat di dalam diri objek materi terdapat bagian-bagian yang
prular, dan mengingat keterbatasan subjek, maka dalam kegiatan ilmiah, subjek prular
memilah-milah objek studi ke dalam bagian-bagian, dan kemudian memilih salah
satu bagian sebagai lapangan studi. Lapangan studi inilah yang dimaksud dengan
objek forma.
2.3
Aliran-aliran
Di
dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran
sebagai berikut:
1.
Monoisme
Paham
ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu
saja, tidak mungkin ada dua. Harusla satu hakikat saja sebagai sumber yang
asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada
hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya
merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya.
Istilah monism oleh Thomas Davidson disebut Block
Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran:
a. Materialisme
Aliran
ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran
ini sering juga disebut dengan naturalism. Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa
atau ruh itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran
dengan salah satu cara tertentu.
Kalau
dikatakan bahwa materialisme sering disebut naturalism, sebenarnya ada sedikit
perbedaan diantara dua paham itu. Namun begitu, materlialisme dapat dianggap
seatu penampakan diri dari naturalism. Naturlisme berpendapat bahwa alam saja
yang ada, yang lainnya diluar alam tidak ada. Yang dimaksud alam disini ialah
segala-galanya, meliputi benda dan ruh. Jadi bnda dan ruh sama nilainya
dianggap sebagai alam yang satu. Sebaliknya, materlialisme menganggap ruh
adalah kejadian dari benda. Jadi tidak sama nilai benda dan ruh seperti dalam
naturalisme.
Dalam
perkembangannya, sebagai aliran yg paling tua, paham ini timbum dan tenggelam
seiring roda kehidupan manusia yang selalu diwarnai dengan filsafat dan agama.
Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang
merupakan hakikat adalah:
a. Pada
pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya
dijadikan kebenaran terakhir. Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu
di luar ruang yang abstrak.
b. Penemuan-penemuan
menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan. Oleh sebab itu, peristiwa
jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa
jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa ini.
c. Dalam
sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti padi. Dewi Sri dan
Tuhan muncul disitu. Kesemuanya ini memperkat dugaan bahwa yang memperkuat
hakikat adalah benda.
b. Idealisme
Sebagai lawan materialism adalah
aliran idealism yang dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serba
cita, sedang spiritualisme berarti serba
ruh.
Idealism diambil dari kata “Idea”,
yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat
kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis
dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menepati ruang. Materi atau
zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelasan ruhani.
Alasan aliran ini yang menyatakan
bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah :
a. Nilai
ruh lebih tinggi dari pada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi
kehidupan manusia. Ruh ini dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga
materi hanyalah badannya, bayangan atau penjelmaan saja.
b. Manusia
lebih dapat memahami dirinya daripada dunia diluar dirinya.
c. Materi
ialah kumpulan energy yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energy
itu saja.
Materi
bagi penganut idealism sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini termasuk
kenyataan manusia adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai kenyataan manusia
adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai manusia perorangan, tetapi juga
kebudayaan. Jadi kebudayaan adalah perwujudan dari alam cita-cita itu adalah
ruhani. Karenanya aliran ini dapat disebut idealism dan dapat disebut
spiritualisme.
Aristoteles
(284-322 SM) memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan
alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu sendiri
dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu.
2.
Dualisme
Setelah
kita memahami bahwa hakikat itu satu (monisme) baik materi ataupun ruhani, ada
juga pandangan yang mengatakan bahwa hakikat itu ada dua aliran ini disebut
dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh,
jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari
benda. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan
berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Ubungan keduanya menciptakan
kehidupan dalam ala mini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama
kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.
Umumnya
manusia tidak akam mengalami kesulitan untuk menerima prinsip dualism ini,
kerana setiap kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh pancaindera kita,
sedang kenyataan batin dapat segera diakui adanya oleh akal dan perasaan hidup.
3.
Pluralisme
Paham
ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan
mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme ddalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan
sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsure, lebih dari satu
atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah substansi yang
ada itu terbentuk dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh
modern aliran ini William James (1842-1910 M). kelahiran New York dan terkenal
sebagai seorang psiolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth james mengemukakan, tiada kebenaran yang
mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas
dari akal yang mengenal. Sebab sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala
yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah,
karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh
pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada
adalah kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman
yang khusus, yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
Kenyataan terdiri dari banyak kawasan yang berdiri sendiri.
4.
Nihilisme
Nihilisme
berasal dari Bahasa Latin yang berate nothing
atau tidak ada. Sebuah dokrin yang tidak mengakui validitas alternative yang
positif.
Dokrin
tentang nihilism sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada
pandangan Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas.
Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Bukankah
Zeno juga perna sampai pada kesimpulan bahwa hasil pemikiran itu selalu tiba
pada paradox. Kita harus menyatakan bahwa realitas itu tunggal dan banyak,
terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta. Karena kontradiksi tidak
dapat diterima, maka pemikiran lebih baik tid menyatakan apa-apa tentag
realitas. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia dapat diketahui. Ini disebabkan oleh
penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal
juga tidak mampu menyakinkan kita tentang alam semesta ini karena kita telah
dikukung oleh dilemma subjektif. Kita berfikir dengan kemauan, ide kita, yang
kita terapkan pada fenomena. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui,
ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
5.
Agnotisisme
Paham
ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik
hakikat materi ataupun hakikat ruhani. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum
dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya
kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas
selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent. Agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan manusia
mengetahui hakikat benda baik materi ataupun ruhani. Aliran ini mirip dengan
skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui
hakikat. Namun tampaknya agnotisisme lebih baik dari itu karena menyarah sama
sekali.
BAB III
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Menurut bahasa, anologi ialah
berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan logos = ilmu. Jadi,
ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, Ontologi adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip
paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Objek anologi terbagi menjadi dua yaitu
pertama objek materi, Kesatuan ilmu pengetahuan tersebut menjadi semakin jelas
jika ditinjau dari sumber asal seluruh perbedaan objek materi itu. Semua
makhluk, sebagai objek materi pluralitas
ilmu pengetahuan, secara sistematis berhubungan dengan proses kausalistik.
Kedua objek Forma, Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik
pandang, yang selanjutnya menenentukan ruang lingkup. Berdasarkan ruang lingkup
studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi prular,
berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara satu dengan yang lain. Pandangan-pandangan
ontologi yaitu monoisme,dualisme, pluralisme, nihilismeagnotisisme.
DAFTAR PUTAKA
Noor, J. (2013) Metodelogi Penelitian. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.